MUHAMMADIYAH, KEDERMAWANAN DAN PRANK DANA COVID-19

MUHAMMADIYAH, KEDERMAWANAN DAN PRANK DANA COVID-19

Foto: Ir Sahrul Ramadhan (Penulis)

Oleh: Ir. Sahrul Ramadhan (Alumni Perguruan Tinggi Muhammadiyah)

Warga perserikatan Muhammadiyah maupun dunia hampir dua Tahun ini hidup di bawah tekanan gelombang pandemi Covid-19 dan berefek sampai mencekik sumber perekonomian dan pendapatan suatu negera. Lebih jauh dari itu telah banyak merenggut nyawa umat manusia. Bersyukur kita bisa melewati itu semua dengan penuh suka cita dan kesungguhan, walaupun saat ini pandemi gelombang kedua mulai melandai hampir semua daerah di wilayah Indonesia. Masalah tersebut tak ada yang bisa memastikan situasi ini akan berakhir kapan, dan suatu waktu bisa kembali melonjak lagi mengingat munculnya varian baru delta yang terus bermutasi.

Situasi seperti itu kita harus bergandengan tangan untuk bergotong royong dan berkolaborasi dengan berbagai elemen kebangsaan seperti Muhammadiyah dan ormas besar lainnya, dan yang tak kalah pentingnya bersinergi dengan para dermawan yang telah selesai dengan dirinya untuk memikirkan nasib dan hajat hidup rakyat yang kurang dapat sentuhan maupun bantuan dan perhatian dari negara. Peran mereka itu tak kecil dan sangat penting, apa lagi dalam kondisi seperti ini, setidaknya meringkan beban negara yang terlalu berat dengan populasi penduduk terbesar keempat di dunia.

Kalaupun tidak bisa bantu dan berpartisipasi jangan membuat kegaduhan dengan melakukan prank (lelucon) omong kosong yang provokatif kepada kepada publik. Tetapi apapun itu tidak boleh lelah, apa lagi menyerah dengan keadaan. Sebagai Negera Pansila yang ber Ketuhanan Yang Maha Esa kita tak boleh berputus asa atas musibah maupun kesulitan yang menimpa kita semua. Menghadapi masalah tersebut kita harus bersabar dan tetap optimis agar keluar dari badai musibah yang terus mendera Indonesia selama dua tahun terkahir ini.

Semua daya dan upaya harus di kerahkan demi keberlangsungan masa depan bangsa dan negara tercinta. Harus diakui untuk saat ini negara kita dalam keadaan kurang baik, tetapi kondisi tersebut bukan hanya dialami oleh Indonesia sendiri. Artinya kita semua dituntut untuk bekerja keras lagi dari sebelumnya demi tercapainya kehidupan yang normal.

*Gerakan Senyap*

Muhammadiyah sebagai organisasi sosial dan kemasyarakatan dalam gerakanya kadang lebih banyak senyap dan tak riuh gemuruh di depan publik maupun dalam ruang media, bukan gerakan aji mumpung merebut panggung untuk menaikan popularitas dan elektabilitas layaknya perilaku para elit partai politik. Barang kali bagi Muhammadiyah hal seperti itu merupakan politik rendahan, atau dalam istilah Prof.Amien Rais politik hanya sekedar mengejar kekuasaan (low politic), tetapi yang harus diraih itu politik adiluhung (high politic) yang selalu memikirkan tentang kesejahteraan. Kalau meminjam istilah Prof.Safi’i Ma’arif, politik Nirkeadaban atau politik yang berperadan rendah. Jadi yang dipikirkan hanya mengumpulkan kekayaan melaui jalan politik dengan menghalalkan segala cara.

Buat warga perserikatan dalam tindakannya harus nyata dan kemanfaatanya dirasakan langsung oleh berbagai lapisan rakyat kebawah. Bukan hanya dari kalangan umat muslim saja, tapi untuk semua, mau dari lintas agama maupun berbagai profesi. Apa yang di lakukan Muhammadiyah selama ini tidak sepenuhnya dapat pujian dan apresiasi dari publik, tapi ada saja yang menyinyir dan memandang sinis yang datang dari kelompok tertentu. Ketidak sukaan mereka itu tak mebuat Muhammadiyah berkecil hati, malah semakin termotivasi untuk terus melakukan kerja kemanusiaan, keumatan dan kebangsaan demi indonesia berkemajuan.

Bayangkan, selama Muhammadiyah berdiri sudah banyak aset dan amal usahanya yang tersebar di mana-mana, bukan hanya saja di dalam negeri, tapi di luar negeri juga tak kalah banyak. Yang terbaru ini mendirikan kampus di negeri jiran dengan nama, Universiti Muhammadiyah Malaysia (UMAM).
Terkait pendirian kampus ini penulis mengutip pesan Prof. Haedar Nashir (Ketum PP Muhammadiyah) yang menyebut, bahwa UMAM merupakan universitas Indonesia pertama yang berdiri di luar negeri. Keberadaan UMAM menjadi kebanggan tersendiri bagi Bangsa Indonesia, dan warga Muhammadiyah. Sementara dari Sony Zulhuda (Ketua PCIM Malaysia) menegaskan, berdirinya UMAM adalah bentuk konsistensi Muhammadiyah yang telah lebih seabad lamanya mengawal dan mencerahkan dunia pendidik.
(Muhammadiyah.Or.Id, 23/08/2021).

Sebuah laporan dari Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Muhammadiyah pada Tahun 2017 menyebutkan, Persyarikatan mengelola hampir 21 juta meter persegi tanah wakaf. Istimewanya, seluruhnya atas nama Persyarikatan. Di atas lahan tersebut sekurangnya 19.951 sekolah, 13.000 masjid dan musala, 765 bank perkreditan rakyat syariah, 635 panti asuhan, 457 rumah sakit dan klinik, 437 baitul mal, 176 universitas, dan 102 pondok pesantren. Seluruh aset Muhammadiyah itu ada yang mencoba menaksir nilainya mencapai Rp320 triliun. Kalau ditambah dengan kekayaan kas yang dimiliki amal usaha yang tersimpan di bank, jumlah total kekayaannya bisa lebih dari Rp1.000 triliun (Media Indonesia, 21/12/2021).

*Komitmen Kedermawanan*

Sejak masalah pandemi global Covid-19 muncul, Muhammadiyah telah mendistribusikan dana lebih dari 1,2 Triliun dalam berbagai bentuk layanan penanggulangan Covid-19 dan melibatkan 76 ribu relawan di seluruh Indonesia, mulai Papua sampai Aceh. Dari angka itu lebih dari 32 juta masyarakat Indonesia tercatat secara rapi dalam data MCCC sebagai penerima manfaat (Muhammadiyah.Co.Id, 26/08/2021).

Kita juga tak tau, apa sampai hari ini pemerintah sudah membayar uang penanganan pasien Covid-19 dan tunggakan BPJS yang ratusan miliar ke semua RSU Muhammadiyah di seluruh Indonesia.. ? Tunggakan biaya pembayaran itu sebagian besar terjadi pada periode pertama Covid-19 tahun 2020 lalu. Mungkin urusan itu bairlah pemerintah dan Muhammadiyah yg menyelesaikannya. Toh, jauh sebelum negara ini ada, organisasi ini kerap kali hadir di tengah-tengah rakyat dalam menjalankan misi kemuatamanya, dan bahkan hampir tidak pernah absen.

Mengenai pandemi ini tak mungkin bisa di selesaikan oleh pemerintah semata, apa lagi Muhammadiyah. Dalam hal ini butuh keteladanan dan kewibawaan dari para pemimpin dan elit diatas, terutama mereka yang diamanahkan untuk mengurus negara dalam pemerintahan agar rakyat lapisan bawah tak menentang dan mengebaikan kebijakan yang di putuskan pemerintah. Apapun bentuk bantuan yang diberikan Muhammadiyah terhadap bangsa dan negara ini tak membuatnya jumawa, malah merasa masih kurang berbuat dan kalau di hitung kontribusinya pasti nilainya sangat tinggi, bahkan mungkin tak terhingga. Sangat kontras dengan kebanyakan elit kita yang mengurus negara dan kekuasaan, mereka pamer kesana-kemari dan rasanya kurang afdol kalau tidak di gembar-gemborkan.

Dalam hal kepedulian atas kemanusiaan sepertinya telah mengalir dalam DNA warga Muhammadiyah dan bisa jadi sudah menjadi sebagai pandangan hidupnya. Penguatan pendapat tersebut terkonfirmasi dalam hasil survei Lembaga Kajian Strategis dan Pembangunan (LKSP) tentang organisasi kemasyarakatan yang menyatakan Muhammadiyah menjadi lembaga paling peduli dalam penanggulangan COVID-19 di Indonesia. Dalam survei tersebut mengatakan sebesar 17,26 persen dari 2.047 responden menjawab Muhammadiyah sebagai ormas paling peduli dalam mitigasi COVID-19, kemudian Ikatan Dokter Indonesia (16,51 persen), Nahdlatul Ulama (12,55 persen) dan Relawan Indonesia Bersatu Lawan Corona (10,47 persen). Adapun survei dilakukan pada 20-27 Mei 2020 melibatkan 2.047 responden di 34 provinsi seluruh Indonesia yang tersebar secara proporsional (AntaraNews, 30/06/2020).

Kedermawanan orang Indonesia telah di akui dunia, bahkan survei terbaru dari Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index 2021, menempatkan Indonesia pada peringkat pertama sebagai negara paling dermawan di dunia. Sepanjang 2020, Indonesia mencatatkan total skor sebesar 69 atau naik dari skor sebelumnya sebesar 59 pada 2018, saat terakhir kali Indeks tahunan diterbitkan. Di masa pandemi Covid-19, Indonesia juga menjadi negara dengan tingkat sukarelawan tertinggi. Kita patut bangga, di tengah situasi seperti ini kita masih bisa saling bahu dan bahu untuk meringkan kesusahan dan kesedihan sesama anak bangsa (Kontan.Co.Id, 28/07/2021).

Mengenai hal diatas Munurut Mukt’i Ali salah satu bukti paling kentara mengenai tradisi kedermawanan warga Muhammadiyah. Hampir di setiap permasalahan umat dan bangsa, Muhammadiyah berlomba-lomba memberikan kontribusi terbaik. Mungkin itulah salah doktrin pendiri Muhammadiyah, KH.Ahmad Dahlan yang masih melekat dalam sanubari setiap warga perserikatan. Selain dari itu ada lagi pesan Ahmad Dahlan yang menarik menjelang wafatnya “Hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah”. Bagi saya pesan itu sebagai pengingat bahwa Muhammadiyah merupakan sebuah organisasi sosial keagamaan yang membutuhkan keikhlasan dalam beraktivitas di dalam organisasi Muhammadiyah.

*Prank Dana Covid-19*

Masih segar dalam ingatan publik mengenai bantuan dana Rp 2 triliun untuk penangan Covid-19 yang sempat membuat orang bercetak kagum, bahkan ada yang bilang dalam situai pandemi begini masih ada orang secara pribadi menyumbangkan uang yang cukup besar, dan serimonial pemberian bantuan sampai di lakukan dalam hotel berbintang yang melibatkan para petinggi daerah, Kapolda, Gubernur dan Muspimda lainnya.

Ternyata bantuan dana itu hanya prank atau lelucon yang dipernakan oleh Haryanti, anak pengusaha asal Sumatra Aini Kaidah. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah melakukan analisis dan pemeriksaan terkait janji donasi Rp 2 triliun dari keluarga Akidi Tio. PPATK menyimpulkan bilyet giro Rp 2 triliun itu tidak ada alias bodong. Sejumlah pihak bahkan menyebut kisah itu sebagai “prank of the year” alias lelucon terbesar tahun ini (DetikCom, 04/08/2021).

Prank adalah lelucon praktikal atau sebuah trik yang dimainkan oleh orang yang umumnya menyebabkan korbannya kaget, tidak nyaman atau keheranan. Diksi prank ini saya mengutip dalam KBBI versi online, lelucon hasil melucu; tindak (perkataan) yang lucu, penggeli hatiaka. Kalau dalam Urban Dictionary online yang di akses (27/08/2021) dan di terjemahkan dalam bahasa Indonesia secara bebas. Prank mengatakan omong kosong yang provokatif kepada seseorang, sambil secara diam-diam merekam mereka, lalu kemudian berteriak itu sebuah lelucon ketika mendapat respons negatif. Arti lain dari prank itu mempermainkan orang lain hingga orang tersebut terlihat bodoh.

Berkembangnya teknologi dan infromasi tak di ikuti dengan pikiran terbuka dan rasional. Malah terkadang mundur jauh ke belakang. Jadi, mengenai Prank bukan fenomena baru. Jauh sebelum misteri warisan dan harta karun presiden Sukarno beredar sejak era presiden Soeharto dan bahkan sampai sekarang masih di percaya harta Karun tersebut tersimpan dalam Bank Swiss. Mengenai masalah itu, pernah suatu kesempatan saya pernah bertemu dan diskusi langsung dengan salah satu orang yang masih percaya dengan keberadaan harta karun itu. Saya bertemu baru-baru ini di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Saking percayanya sampai dia berangan-angan kalau dapatkan uang dari harta Karun itu bisa beli apa saja. Pokoknya dalam otaknya akan kaya mendadak. Ternyata bukan ke saya saja dia bercerita dan hampir ke semua orang yang dekat dengannya juga di caritakan. Kesimpulan saya mengenai orang tersebut terlalu berhalusinasi dan menjadi bahan tertawaan beberapa temannya.

Cerita fiktif ala Orde Baru dan keluarga Akidi diatas pernah kita lihat pada masa pemerintahan SBY dan Jokowi. Tahun 2008, muncul “penemuan” Blue Energy: teknologi yang mampu mengubah air menjadi bahan bakar. Pada tahun yang sama, lahir pula Supertoy, padi yang diklaim mampu menghasilkan panen hingga 15 ton per hektare atau empat-lima kali lipat jenis lain. Lingkaran dalam kekuasaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempromosikan dua teknologi itu yang nyatanya hanya omong kosong alias “zonk”. Pada awal pemerintahan, Presiden Joko Widodo pernah terpesona oleh tawaran “minyak murah” dari Angola, yang diklaim bisa menghemat pengeluaran negara hingga Rp 30 triliun per hari. Perjanjian bahkan sudah ditandatangani di Istana Kepresidenan. Apa yang di lakukan oleh oran-orang itu tidak bisa terima oleh akal sehat dan pembodohan publik (Majalah Tempo, Edisi 9-15/08/2021).

Sebelum mengahiri tulisan ini saya kembali mengingatkan buat kita semua, khususnya saya pribadi. Kadang anak bangsa kita sekarang tak mau belajar dari sejarah. Sejarah terus berulang walaupun berganti generasi, tetapi kontenya hampir sama, selalu membuat kegaduhan dan kebohongan di tengah negara yang sedang berduka dengan berbagai masalah yang terus menderanya, dan sedang membutuhkan uluran tangan kebaikan tanpa imbalan, layaknya seorang Pahlawan.

Kita terlalu terlalu sering mendengar negara kita dibuat tak berdaya oleh informasi bohong. Percuma pemerintah memiiki alat negara dan sumber daya yang melimpah kalau tidak di perdayakan dengan baik. Tetapi kekurang negara itu bisa di isi oleh kelebihan yang dimilki Muhammadiyah. Saya tidak bisa bayangkan seandainya Indonesia tidak ada Muhammadiyah. Mungkin Negara ini akan kelimpungan menghadapi badai masalah yang datang silih berganti, dan pada akhirnya bangsa ini patut berterimakasih atas keberadaan warga Muhammadiyah. Mereka selalu berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan, atau dalam bahasa Al-Qur’an, Fastabikul Khairat demi Indonesia berkeajuan dan menuju Indonesia tangguh.

Disclaimer : Artikel ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent