YANG MENGKAFIRKAN SEMAKIN FAKIR, YANG DIKAFIRKAN SEMAKIN TAJIR
Foto: Ilustrasi, sumber foto: Hidayatuna.com
Sebab kebencian adalah ‘Market Place’
Masih ingatkan yang teriak boikot produk China tapi teriaknya pakai toa buatan China atau agitasi di medsos benci China tapi pake ‘hape’ bikinan China.
Cuma mau ngasih tau, berdasarkan theory saya dari pengamatan selama ini, semakin dibenci, China itu semakin makmur.
Kenapa?
Karena yang benci tidak punya pilihan lain. Karena yang benci tidak mampu menciptakan tehnology apapun untuk dipakai sendiri. Karena yang benci tidak sanggup beli produk yang bukan buatan China. Kalaupun mampu beli misalnya HP berlogo apel ‘digigit’. Eh bikinan Yahudi yang ternyata ‘mbah’-nya kafir-kafir juga.
Jadi pada dasarnya Chinapun terus ‘memelihara’ kebencian orang pada mereka. Supaya yang benci tetap permanen mengabiskan waktu untuk membenci sehingga tidak sempat sadar kalau sebenernya waktu yang dihabiskan untuk membenci membuat dia tidak sempat berfikir dan menyadari bahwa dirinya hanya seorang fakir.
China terus ‘merawat’ kebencian itu agar yang membenci tetap tidak produktif dan agar yang membenci tetap menjadi konsumtif.
Kemudian, ‘image’ bahwa produk China tidak lebih bagus dari produk bangsa lain pun sengaja diciptakan oleh China. Istilah umumnya ‘KW-an’. Bukan cuma produknya saja yang sengaja dibuat tidak bagus. Tapi issue bahwa produk mereka di bawah standar juga sengaja mereka propagandakan sendiri. Toh parameter pasarnya akan tetap mengacu ke daya beli.
Untuk apa? Ya bagian dari ‘maintain’ kebencian. Sebab segmen pasar premium hanya sedikit di puncak piramid. Secara piramid segmen pasar paling banyak justru ada di bawah, yang daya beli dan kemampuannya sangat lemah alias fakir alias miskin alias melarat. Lebih parahnya lagi, masuk kategori bodoh.
Karena kebencian pada orang lain itu adalah sebab akibat dari kebodohan. Bahasa kekiniannya 11-12 alias beti, beda-beda tipis.
Justru, China akan khawatir jika pembencinya tidak lagi membencinya. Sebab, jika tidak membenci, yang membenci akan semakin pandai dan punya waktu untuk berkarya, mencipta bahkan berinovasi.
Inilah cerdiknya China dalam menghadapi persaingan pasar dalam bisnis retail berbasis tehnology, bahwa kebencian adalah ‘Market Place’.
Pernahkan mendengar pepatah klasik yang menyebutkan ‘Belajarlah hingga ke negeri China’..? Kalimat ini sangat populer di negeri ini. Kerap diucapkan oleh tokoh-tokoh bijak dan cendekiawan di negeri ini.
Ini adalah kalimat pendek yang sangat ditakuti China. Mereka sangat paranoid jika kalimat ini mengkristal menjadi semangat untuk berubah dan berkembang. China takut konsumennya sadar dan mau belajar. Mereka takut apa yang mereka lakukan akan dipelajari oleh bangsa-bangsa lain yang bodoh yang notabene adalah konsumen.
Kesimpulannya, China sangat hebat memanagement dan merawat kebencian itu, agar mereka tetap menjadi produsen.
Sebab kebencian adalah iklan paling murah bahkan gratis. Karena kebodohan adalah segmen pasar paling besar.
#pepememe
Partoba Pangaribuan
Disclaimer : Artikel ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.