JOKO WIDODO DAN ASPIRASI POLITIK ISLAM

JOKO WIDODO DAN ASPIRASI POLITIK ISLAM

 

Foto: Aksi unjuk resa di depan Kedubes India, Jum’at (06/03), BK

Oleh : Suroto Yitno Suprayogitomo

Merespons kerusuhan yang terjadi di Ibu Kota New Delhi pada bulan lalu tersebut menewaskan 42 orang yang mayoritas adalah umat Islam di India, termasuk perusakan beberapa masjid dan musholla di India, maka sejumlah ormas Islam melakukan unjuk rasa di depan kantor Kedutaan India di Jakarta.

Mereka menuntut negara itu menghentikan diskriminasi dan pembunuhan terhadap kaum muslim. Ini merupakan demonstrasi pertama mengecam kekerasan terhadap kaum muslim India sejak kerusuhan agama itu meletup bulan lalu.
Lebih dari 500 orang dari beragam organisasi, termasuk Front Pembela Islam (FPI), Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama, dan Persaudaraan Alumni 212, sehabis salat Jumat (6/3) menggeruduk kantor Kedutaan Besar India di Jakarta. Mereka mengecam pembantaian dan pembakaran rumah serta perusakan harta benda kaum Muslim di India, yang dilakukan oleh orang-orang nasionalis Hindu.

Dalam pernyataan sikap yang dibacakan oleh Ketua Umum FPI Ahmad Sobri Lubis, massa umat Islam itu menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pemerintah India.

“Kami menyatakan satu, menuntut pemerintah India segera menghentikan berbagai tindakan persekusi terhadap umat Islam di India. Dua, menuntut pemerintah India mencabut Undang-undang Kewarganegaraan India yang sangat diskriminatif terhadap umat Islam,” ujar Ahmad Sobri Lubis

Para pengunjuk rasa meminta kepada pemerintah Indonesia mengajukan Perdana Menteri India Narendra Modi ke ICC (Mahkamah Kejahatan Internasional) dengan alasan Modi telah mensponsori pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat terhadap umat Islam di negaranya.

Demonstran juga mengimbau lembaga-lembaga kemanusiaan dan HAM nasional dan internasional untuk memberi perhatian yang proporsional atas pelanggaran HAM berat terhadap kaum Muslim di India. Umat islam di Indonesia diserukan untuk terus berunjuk rasa di kantor Kedutaan India sampai tidak ada perlakuan diskriminatif bagi kaum Muslim di India.

Perwakilan pengunjuk rasa tadinya ingin bertemu Duta Besar India untuk Indonesia, Pradeep Kumar, namun tidak berhasil karena kantor kedubes India menyatakan ia sedang tidak ada di tempat. Surat dari demonstran akhirnya disampaikan melalui seorang lelaki Indonesia yang mewakili pihak Kedutaan India.

Perwakilan pengunjuk rasa memberi tenggat waktu Jumat pekan depan bagi Duta Besar India Pradeep Kumar, untuk menerima perwakilan demonstran. Kalau tidak, mereka mengancam, akan merusak kantor Kedutaan India dan menyisir orang-orang India di Jakarta.

Para pengunjuk rasa membawa berbagai spanduk, termasuk di antaranya yang bergambar wajah Perdana menteri India Narendra Modi dan bertulisan “Modi is A Terrorist”. Juga ada spanduk bertulisan “Jangan Biarkan Kekerasan terhadap Muslim India”.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengungkapkan pihaknya telah memanggil Duta Besar Pradeep Kumar untuk meminta informasi menyeluruh mengenai kekerasan terhadap umat Islam di India sekaligus menyampaikan keprihatinan Indonesia (https://www.voaindonesia.com/a/kecam-diskriminasi-muslim-sejumlah-ormas-demo-kedubes-india-di-jakarta-/5318135.html).

Hormati umat Islam dimanapun

Ancaman yang dilontarkan perwakilan pengunjuk rasa memberi tenggat waktu Jumat pekan depan bagi Duta Besar India Pradeep Kumar, untuk menerima perwakilan demonstran. Kalau tidak, mereka mengancam, akan merusak kantor Kedutaan India dan menyisir orang-orang India di Jakarta jelas menggambarkan kegundahan, kegelisahan dan kegeraman umat Islam di Indonesia, terutama bagi mereka yang menginginkan agar ajaran dan keberadaan umat Islam dihormati, dihargai dan duduk bersama dengan umat agama lainnya, khususnya di negara-negara yang Islam menjadi minoritas seperti di India, yang mayoritas penduduknya beragama Hindu.

Toleransi umat beragama secara global harus dikembangkan, dan sikap pemerintahan Modi jelas tidak menggambarkan toleransi global tersebut, apalagi sebelumnya Modi mengeluarkan undang-undang yang membahayakan eksistensi umat Islam di Indonesia, sehingga masyarakat Islam dimanapun menyebutnya sebagai UU anti Islam.

Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar didunia, dan dipimpin oleh Presiden yang beragama Islam jelas harus berada dibelakang aspirasi politik umat Islam. Adalah sebuah blunder yang menyengsarakan akhirnya jika pemerintahan saat ini tidak merespons secara tegas kejadian di India, dan sikap yang ditunjukkan oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia masih dinilai “biasa-biasa saja, normal dan wajar” belum selaras dengan ajakan Jokowi agar kementerian/lembaga tidak bekerja secara linear saja, dan gerakannya harus bersifat “out of the box”.

Ke depan, akan lebih baik jika kejadian seperti ini terjadi lagi, Jokowi perlu bersikap lebih tegas dan terukur, agar menutup celah framing issue yang dicoba dikembangkan berbagai kelompok bahwa pemerintahan saat ini kurang respek terhadap Islam.

*) Penulis adalah pemerhati politik dan gerakan Islam.

Disclaimer: Setiap opini di media ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent