Republik Cyber Projo : Tagar Ganti Presiden Dikondisikan

Republik Cyber Projo : Tagar Ganti Presiden Dikondisikan

Tagar kami pendukung Jokowi itu bervariasi tidak dikondisikan seperti tagar ganti presiden. Menaikan trending topik itu bisa dilakukan oleh siapa saja. Tidak bisa kita memaksakan orang lain untuk bikin tagar yang sama dengan kita. Yang pertama kali menggaungkan tagar 2019 ganti Presiden itu adalah PKS.

Demikian dikemukakan Cak Nur Sukarno dalam talkshow polemik bertema “Politik Tagar Bikin Gempar” di Jakarta belum lama ini seraya menambahkan, kita harus pahami bahwa tagar (Tanda Pagar) itu pengkelompokan yang ada di medsos. Jadi tagar dipakai untuk memberikan suatu pesan kepada masyarakat. Fenomena tagar yang ada sekarang masih wajar.

“Bagi Projo, itu dinamika. Yang penting seberapa besar masyarakat memahami itu. Spot-spot yang ada di tagar ganti presiden itu gaungnya hanya di Jakarta saja dan akun- akunnya atau buzzer-buzzernya itu-itu saja. Kita ini sekarang belum kampanye. Sejauh ini politik tagar ini masih sehat tetapi kami menyesalkan adanya intimidasi yang terjadi kemarin di Car Free Day (CFD),” ujar Presiden Republik Cyber Projo tersebut.

Menurutnya, saat ini kita mengalami era demokrasi yang sekarang ini lebih menarik. Perlu disadari bahwa ini tahun politik. Biarlah Jokowi bekerja. Kalau ada kritik membangun, pasti akan menjadi perhatian Jokowi. Kritisi yang bagaimanapun kami terima asalkan dalam koridor yang tepat. Kurangi ujaran kebencian di depan publik.

Sementara itu, Mustofa Nahrawardaya mengatakan, fenomena tagar ini seperti permainan sepak bola, ada aturan-aturannya. Jadi siapapun bisa bikin tagar. Dalam satu jam terakhir, ada 250 twitt tagar ganti presiden, sedangkan tagar Jokowi tetap presiden hanya 60 twitt. Kami juga sudah punya calon presiden juga. Soal calon jangan takut, banyak calon yang lebih bagus dari Jokowi.

“Jadi tagar ini sangat menarik. Karena kalau mengumpulkan massa bagi bagi sembako, itu berbahaya dan berpotensi kematian seperti yang terjadi di Monas kemarin. Jadi yang paling tepat adalah menggunakan tagar, karena dengan tagar bisa mengukur. Kalau menggunakan tagar, itu orang-orang yang berpindah pindah tagar atau berpindah pindah partai dan sebagainya akan
ketahuan. Jadi tagar ini juga bisa buat mapping kelompok. Jadi kompetisi tagar ini masih sehat,”ujar Relawan #2019 Ganti Presiden.

Sedangkan, Rachmat Bagja mengatakan, Bawaslu RI sebenarnya sangat senang dengan fenomena tagar yang ada sekarang. Kemudian yang kami harapkan setelah itu ada argumentasi yang dibangun oleh kedua belah pihak. Ini belum memasuki kampanye. Jadi kami harapkan adanya kampanye kampanye saat ini. Akan tetapi kalau ada deklarasi baik itu tetap presiden atau ganti presiden tidak ada masalah selama tidak ada unsur partai di dalamnya. Kalau ada logo logo partai itu masuk kampanye dan ada aturannya. Oleh sebab itu kami meminta apapun deklarasinya kalau sudah ada parpol yang terlibat, ini yang kami sebut kampanye di luar jadwal.

“Kami berharap ini masuk dalam kerangka kebebasan berekspresi atau berpendapat kadi tidak ada arahan arahan untuk mengarahkan orang lain untuk dipaksa berpindah pendapat. Kami harapkan juga pada CFD, kembali ke koridor peraguran daerah. Kami sudah berkoordinasi agar Pemprov mengembalikan CFD kepada fungsi asalnya,” ujar Komisioner Bawaslu RI ini.

Menurut Bagja, Bawaslu RI menghimbau silakan gunakan kebebasan berekspresi sesuai peraturan perundangan. Tetapi tolong berdayakan pendukung masing masing. Kami tunggu perdebatan masing masing kelompok di medsos. Kami akan menjaga agar ke depan sebelum masa kampanye tidak ada atribut parpol.

Arief Budiman, Ketua KPU RI mengatakan, kita harusnya berayukur karena ini membangkitkan kepedulian orang tentang pemilu. Yang dilarang itu kalau sudah mulai ada yang memfitnah, menghina atau mengganggu, itu yang tidak boleh. Kemudian kegiatan yang dikategorikan kegiatan kampanye, itu juga tidak boleh. Kegiatan kegiatan semacam ini seharusnya semua orang mau
berperan aktif.

“Silakan saja ada tagar yang penting tidak menghina, menghujat atau mengganggu. Biarkan saja tagar tagar kni bergerak, tidak ada yang saling memaksa, tetapi saling bergandengan tangan. Kalau saling memaksa, dampaknya adalah orang akan berpikir Pemilunya panas sehingga akan mengurangi partisipasi pemilu juga. Jadi silakan saja perang tagar tetapi harus ada
koridornya dan tahu batasan-batasan hak dan kewajibannya,” ujar Arief selanjutnya.

Sekarang ini, ujarnya, bukan sekedar oertarungan tetapi sudah peperangan yang melibatkan banyak aspek yaitu perang lewat media sosial, perang dalam hal diplomasi, sehingga peperangan ini juga merupakan seni, maka semua orang harus cerdas memaknai seni mereka berdiplomasi.

*) Bayu Kusuma, pemerhati masalah Indonesia. Tinggal di Jakarta Selatan

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent