Prediksi dan Analisis Keamanan Tahun 2016 Bagi Korporasi
Faktor keamanan merupakan salah satu faktor penting bagi dunia bisnis. Perencanaan bisnis yang sudah matang kadang menjadi tidak menguntungkan karena adanya pendadakan dari faktor keamanan. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka dunia bisnis perlu melakukan kajian dan membuat perkiraan tentang situasi keamanan yang akan terjadi. Berikut ini akan disajikan perkiraan situasi keamanan bagi dunia bisnis di tahun 2016.
Keamanan di Indonesia pada tahun 2016 diperkirakan masih akan didominasi oleh terorisme. Kriminalitas tetap akan menjadi isu pokok selain terorisme, namun diperkirakan kriminalitas di DKI akan berkurang dan bergeser ke daerah lain mengingat semakin membaiknya kinerja Polri terutama Polda Metro. Selain itu akan ada konflik-konflik sosial dalam skala kecil yang bersumber dari sengketa lahan, SARA, dan politik yang merata di Indonesia. Masalah buruh tetap akan sedikit mewarnai tahun 2016, namun tidak sebesar pada tahun 2014 dan 2016, dan cenderung akan menurun.
Terorisme
Data BNPT (update September 2015) menyatakan bahwa antara tahun 2000-2015 tercatat 996 orang terjaring operasi penegakan hukum oleh Polri dalam kasus terorisme. Dalam operasi penegakan hukum ini 99 orang meninggal di tempat kejadian perkara, 12 tewas sebagai pelaku bom bunuh diri, 3 orang dieksekusi mati. Sebanyak 19 orang masih dalam proses penyidikan, 17 orang dalam proses sidang, dan 787 orang sudah menerima vonis.
Pelaku aksi terorisme yang masih dalam penjara saat ini sejumlah 246 orang, dan tercatat oleh BNPT bahwa 25 orang diantaranya masih berperilaku radikal. Sementara pelaku aksi teror yang sudah bebas sebanyak 541 orang. BNPT menyatakan bahwa saat ini tercatat ada kira-kira 500 WNI yang bergabung dengan ISIS di Suriah.
Peristiwa terbaru di penghujung 2015 dengan tertangkapnya terduga teroris, AH yang merupakan salah satu karyawan perusahaan swasta cukup mengejutkan. Terduga yang sudah bekerja selama lima tahun, dan berlatar belakang pendidikan teknik kimia ini, diduga sebagai perencana utama aksi teror akhir tahun 2015. Polisi bertindak cepat, AH ditangkap bersama jariangannya. Yang harus menjadi catatan penting adalah perilaku radikal sudah masuk ke dalam orang yang mempunyai posisi mapan.
Sebelumnya seorang oknum Polri (Brigadir Sy) pada Februari 2015 yang lalu diduga bergabung dengan kelompok radikal. Informasi dari berbagai sumber Brigadir Sy sudah berada di Suriah dan mengganti namanya dengan Abu Azzayn Al Indunisiy. Pejabat level Direktur di Pelayanan Terpadu Satu Pintu Badan Pengusahaan Batam bernama Dwi Djoko Wiwoho, dikabarkan sejak Agustus 2015 sudah tidak masuk kantor. Kuat dugaan bahwa Dwi Djoko Wiwoho sudah hijrah ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS.
Dunia bisnis terutama korporasi harus waspada dengan potensi terjadinya radikalisasi di tahun 2016. Perilaku radikal diperkirakan pada tahun 2016 akan semakin menguat. Hal ini disebabkan oleh semakin menguatnya sel-sel kelompok radikal hasil dari arus balik WNI simpatisan ISIS di Suriah. Arus balik tersebut disebabkan karena adanya serangan dari berbagai negara seperti Perancis dan Rusia yang semakin masif dan membuat ISIS di Suriah semakin tercerai berai. Dampaknya adalah para simpatisan ISIS yang berasal dari berbagai negara akan kembali ke negara asalnya.
Korporasi disarankan untuk melakukan deteksi dini masuknya faham radikal di lingkungannya. Biasanya indikasi yang muncul dari kelompok radikal kanan adalah kebencian kepada pemerintah, menolak mengikuti acara-acara yang bersifat menumbuhkan semangat nasionalisme seperti upacara bendera, menyanyikan lagu Indonesia Raya dan melakukan penghormatan kepada bendera Merah Putih.
Indikasi lain yang bisa dikenali adalah adanya kelompok-kelompok yang terbentuk dari kegiatan ideologis atau politik tertentu. Kelompok tersebut mempunyai ikatan emosional lebih kuat daripada ikatan emosional keluarga. Bahkan dalam kontek kelompok radikal dalam korporasi, perkataan pemimpin kelompok lebih dituruti daripada perkataan atasan kerja.
Kelompok radikal dalam korporasi biasanya akan melakukan pertemuan-pertemuan tertutup, di tempat tertentu. Pertemuan dilakukan tertutup dengan maksud ingin menunjukkan eksklusivitasnya sekaligus karena kegiatan mereka tidak ingin diketahui oleh orang yang bukan anggota kelompok. Dalam kelompok ini biasanya ada iuran-iuran tertentu dengan tujuan untuk misi kelompok, bahkan beberapa kelompok ada yang menarik iuran dengan dalih untuk menebus dosa (radikal kanan) atau sebagai solidaritas/rasa sosial (radikal kiri).
Dan ciri yang paling penting dalam mengetahui adanya kelompok radikal dalam korporasi adalah jika mulai ada orang atau kelompok yang mulai mengkafirkan orang lain, menghalalkan kekerasan, dan menebarkan kebencian bagi orang diluar kelompoknya
Saran untuk mencegah paham radikalisme masuk ke dalam korporasi adalah melakukan backgorund check bagi karyawannya. Instrument psikotes sebaiknya dilakukan untuk melihat apakah calon karyawan mempunyai indikasi kepribadian yang radikal. Secara umum langkah radikalisasi kanan dan kiri bisa dicegah oleh perusahaan dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang bersifat memupuk rasa nasionalisme. Dalam bentuk internal bisa dilakukan dengan olahraga dan kompetisi yang sehat.
Korporasi diharapkan lebih strategis dalam menempatkan karyawan agar tidak terjadi pengelompokkan aliran atau ideologi dalam suatu unit kerja. Hal ini akan menjadi tempat ideal menyuburkan paham radikal. Perusahaan harus melakukan komunikasi yang baik dan menjunjung pluralisme terhadap karyawannya. Dan yang paling penting adalah perusahaan mempunyai kultur yang dianut oleh karyawannya untuk menjunjung nilai-nilai damai yang positif terutama untuk mendukung eksistensi bangsa Indonesia.
Jika di dalam korporasi sudah terdapat orang atau kelompok yang menganut paham radikal dan mengganggu keharmonisan di korporasi serta berpotensi melakukan tindakan kekerasan maka sebaikya korporasi segera berkoordinasi dengen Polri atau BNPT untuk melakukan penanganan. Pencegahan dan penanganan yang terlambat terhadap paham radikalisme di korporasi akan mempertaruhkan citra dan keberlanjutan bisnis korporasi tersebut.
Kriminalitas
Pada tahun 2016 diperkirakan kriminalitas masih mendominasi isu-isu keamanan di Indonesia. Berbeda dengan terorisme yang bertempur untuk tujuan politik, sementara pelaku kriminal melakukan tindakannya karena kebutuhan atau kepentingan sesaat. Gerakan teroris dimotivasi oleh ideologi atau agama, berbeda dengan aksi kriminal yang lebih netral. Pola aksi teroris berorientasi pada kelompok, sementara kegiatan kriminal berorientasi pada kepentingan diri sendiri. Secara kemampuan, teroris adalah orang yang terlatih dan termotivasi oleh sebuah tujuan, berbeda dengan pelaku kriminal yang tidak terlatih. Tujuan dari aksi terorisme biasanya adalah sebuah serangan, sementara pelaku kriminal berorientasi untuk meloloskan diri.
Dari penjelasan tersebut di atas dapat terbaca dengan jelas bahwa aksi kriminal berbeda dengan aksi terorisme, walaupun dalam beberapa kasus ada persamaan dalam aksi terorisme dengan kriminal seperti sama-sama menggunakan kekerasan. Tindakan kriminal hanya salah satu cara teroris untuk mewujudkan tujuan utamanya.
Tren aksi kriminalitas seperti pencurian, perampokan, perampasan, asusila, diperkirakan akan masih menjadi berita sehari-hari. Khusus di DKI tren aksi kriminalitas konvensional tersebut diperkirakan akan sedikit menurun, hal ini disebabkan kinerja Polda Metro yang semakin membaik. Namun sebaliknya aksi kriminalitas modern dengan menggunakan teknologi, seperti penipuan dengan kejahatan cyber akan semakin meningkat.
Ancaman bagi korporasi dari sisi kriminalitas tidak sebesar terorisme. Sifat terorisme yang merupakan kejahatan luar biasa akan menjadi sorotan publik dan dunia internasional, semnetara aksi kriminal yang biasanya dilakukan oleh orang dari kelompok marjinal sudah dianggap berita sehari-hari.
Bagi korporasi terutama perbankan perlu mewaspadai aksi kriminalitas yang dilakukan oleh jaringan penjahat cyber yang bekerja sama dengan orang dalam. Aksi kriminalitas kerah putih ini dilakukan oleh orang yang cerdas, mempunyai akses, dan biasanya tidak mudah untuk langsung diketahui. Dampak dari aksi kriminalitas kerah putih ini bagi korporasi sangat besar karena akan mempertarukan citra korporasi di mata pelanggan.
Secara umum korporasi disarankan untuk lebih melakukan pembinaan dan meningkatkan kemampuan soft skill dan hard skill bagi petugas keamanannnya. Tidak hanya bagi petugas keamanan level guard, tetapi juga analis, manajerial, hingga direksi yang membidangi masalah keamanan agar mempunyai perspektif keamanan yang komprehensif dan strategis. Korporasi juga disarankan untuk meningkatkan update teknologi bagi security device di lingkungan kerjanya masing-masing.
Kriminalitas adalah suatu ancaman, yang bisa dilakukan agar ancaman tersebut tidak terjadi dan tidak berdampak terhadap korporasi adalah meminimalkan kerentanan atau celah-celah di internal korporasi, meningkatkan sistem pengamanan, dan selalu menyiapkan langkah tanggap darurat jika ancaman tersebut terjadi.
Konflik Sosial
Konflik sosial hampir sepanjang masa terjadi di Indonesia. Dengan basis negara yang manjemuk dan tingkat perbadaan suku, agama, ras di Indonesia maka potensi konflik tersebut tetap ada. Hal ini ditambah dengan kondisi politik yang sedang berkembang dipengaruhi masalah ekonomi yang masih menjadi tantangan. Situasi ekonomi yang sulit dan kemajemukan di Indonesia akan memicu karakteristik “sumbu pendek”, atau mudah terjadi konflik.
Korporasi terutama di bidang infrastruktur, pertambangan, perkembunan, sebaiknya mewaspadai adanya konflik sosial yang disebabkan oleh sengketa lahan, masalah lingkungan, dan tenaga kerja. Tiga masalah utama tersebut akan menjadi penyebab utama konflik sosial yang melibatkan korporasi.
Penumpang gelap dan pahlawan kesiangan akan selalu muncul dalam konflik-konflik yang melibatkan korporasi. Jika tidak hati-hati maka korporasi akan melakukan usaha yang cukup besar bahkan mengarah kerugian jika tidak bisa mengendalikan konflik yang terjadi. Kebutuhan politik para elit dalam beberapa situasi lebih banyak merugikan daripada menguntungkan korporasi. Untuk menghindari konflik yang berdampak kepada korporasi maka satu-satunya jalan adalah meningkatkan kemitraan dengan masyarakat sekitar dalam konteks Corporate Social Responsibility. Social protection akan menjadi benteng utama dari konflik yang akan menimpa perusahaan.
Social protection ini harus dilakukan sejak dini, kebiasaan perusahan ketika terjadi konflik menggunakan pendekatan keamanan jutsru akan membuat jurang sosial, dan dampaknya hanya akan menambah ranjau-ranjau yang siap meledak di lain waktu.
Kegiatan sosial harus diimbangi dengan membangun hubungan baik dengan pemerintah daerah termasuk Polri dan TNI. Dan sebaiknya korporasi mengurangi aktivitas yang dapat dinilai sebagai keberpihakan terhadap kelompok politik tertentu.
Buruh
Aksi jalanan buruh sudah mulai tidak menarik lagi bagi buruh sendiri. Aksi-aksi demonstratif ini diduga adalah kepentingan dari elit buruh untuk memenuhi hasrat politiknya. Skema upah yang telah dikunci oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan membuat salah satu alasan buruh untuk melakukan aksi jalanan tidak berlaku lagi.
Lambat laun aksi-aksi jalanan buruh akan berubah menjadi aksi konstitusi. Perlawanan buruh akan dilakukan secara hukum bukan dengan aksi jalanan. Namun tidak menutup kemungkinan aksi buruh dilakukan selektif terutama kepada korporasi tertentu sebagai bentuk solidaritas organisasi buruh jika terdapat buruh yang dianggap dilanggar haknya oleh korporasi. Isu utama yang bisa menyebabkan hal ini bisanya didominasi oleh status pekerja (tetap, kontrak), PHK dan THR.
Korporasi perlu mewaspadai jika ada konflik organisasi buruh dalam lingkungannya. Organisasi buruh yang berafiliasi dengan organisasi ekternal akan mudah memicu konflik, dan jika terjadi maka penanganannya lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan buruh yang berorganisasi secara internal. Kebutuhan politik elit buruh akan menjadi katalisator konflik di korporasi.
Kesimpulan
Secara umum tantangan keamanan korporasi di tahun 2016 terdiri dari empat hal yaitu ancaman terorisme, kriminalitas, konflik sosial, dan buruh. Faktor keamanan kadang menjadi entitas terakhir bagi korporasi untuk menentukan arah bisnisnya. Namun faktor keamanan tanpa diduga justru menjadi penentu laju bisnis korporasi. Korporasi perlu membuat langkah-langkah strategis dan skenario dalam berbagai kondisi jika ancaman-ancaman yang bersumber dari faktor keamanan terjadi.
Dengan prediksi situasi keamanan yang disajikan di atas diharapkan dapat membantu korporasi menyusun langkah tanggap strategi dan skenario untuk menghadapi dinamika keamanan yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2016. Pendadakan-pendakakan strategis dari ancaman keamanan hanya bisa diantisipasi jika perusahaan sudah menyiapkan skenario untuk terjadinya hal yang paling buruk.***
*) Stanislaus Riyanta, analis keamanan korporasi, menempuh studi Pascasarjana S2 Kajian Stratejik Intelijen di Universitas Indonesia)