Reformasi Intelijen sebagai Antisipasi Pendadakan Strategis
PENDAHULUAN
Pasca reformasi 1998 lembaga intelijen menjadi sorotan berbagai kalangan. Keresahan terhadap intelijen pada masa orde baru menuntut banyak pihak untuk melakukan reformasi intelijen. Gerakan reformasi intelijen tersebut akhirnya menghasilkan produk UU No 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.
Perkembangan intelijen di Indonesia tidak bisa hanya dilihat dari munculnya produk Undang-Undang yang mengaturnya. Selain Undang-Undang, Intelijen Negara di Indonesia memerlukan penguatan dan penataan lembangnya. Dengan penguatan dan penataan lembaga intelijen diharapkan bahwa Intelijen Negara dapat berfungsi sebagai organisasi yang memberikan informasi-informasi intelijen kepada user (Presiden) sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan strategis dalam konteks menjaga kedaulatan bangsa.
Hal yang paling penting untuk dikuatkan dalam konteks Intelijen Negara di Indonesia adalah kemampuan sumber daya manusia (humint). Kemajuan teknologi dan arus keterbukaan informasi menuntut insan intelijen berkerja lebih cerdas dan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia. Selain sumber daya manusia maka infrastruktur intelijen harus terus disesuaikan seiring dengan perkembangan teknologi dan kemajuan zaman.
DINAMIKA PENDADAKAN STRATEGIS INDONESIA
Dalam sejarah perkembangan bangsa, Indonesia mengalami beberapa kali pendadakan strategis yang dampaknya cukup fatal. Beberapa pendadakan strategis tersebut adalah terorisme, konflik agraria, dan separatisme dan masalah perbatasan.
1. Terorisme
Ratusan jiwa tewas dan lebih banyak lagi korban luka di Indonesia akibat aksi teroris. Tahun 2001 bom meledak di Bali, disusul serangan Bom di Hotel J.W Marriot pada tahun 2003. Kedutaan Australia di Jakarta tak luput dari serangan bom teroris pada tahun 2004. Tahun 2005 Bali mengalami serangan bom dari teroris untuk kedua kalinya. Hotel J.W Marriot dan Ritz-Carlton pada tahun 2009 juga menjadi sasaran bom teroris.[1]
Kasus-kasus pada era orde baru yang dapat dimasukkan dalam kategori terorisme seperti Komando Jihad (1980), Cicendo (1981), Woyla (1981) dan Borobudur (1985) merupakan bukti kaum teroris ingin menunjukkan eksistensinya. Dari beberapa kasus di atas maka aksi terorisme yang sangat terkenal adalah aksi pembajakan pesawat Garuda DC 9 Woyla pada 28 Maret 1981.
Aksi pembajakan pesawat tersebut berhasil ditumpas oleh RPKAD dengan pimpinan Benny Moerdani dan komandan lapangan Sintong Panjaitan. Pembajakan pesawat Woyla ini menujukkan bahwa keinginan mendirikan Negara Islam Indonesia sangat kuat dan menggunakan cara-cara kekerasan dengan senjata.[2]
Gerakan ISIS di Timur Tengah juga patut diwaspadai sebagai potensi pendadakan strategis terhadap Indonesia. Ada beberapa warga negara Indonesia turut hijrah ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Para simpatisan ISIS ini jika kembali lagi ke Indonesia tentu akan sangat berbahaya.
Ancaman terorisme di Indonesia tidak hanya dari dalam negeri tetapi juga luar negeri. Sebagian besar pelaku terorisme di Indonesia adalah warga negara Indonesia yang sudah hijrah ke luar negeri untuk mendapatkan pengalaman dan membangun jaringan secara global.
2. Konflik Agraria
Lampung adalah daerah dengan tingkat konflik agraria yang sangat tinggi. Kasus Mesuji yang memakan korban tewas adalah salah satu konflik agraria antara masyarakat dengan perusahaan. Konflik agraria Mesuji di register 45 (Desa Sungai Buaya Moro Moro, Sungai Buaya Simpang B, Sungai Buaya Talang Gunung) Kabupaten Mesuji, Lampung, tanggal 21 April 2011, antara warga dengan PT Silva Inhutani. Konflik ini bermula sejak tahun 1986 dan hingga kini belum selesai. Tercatat dua orang tewas dalam kasus ini[3].
Di Kalimantan Tengah, Juni 2013, terjadi konflik antara masyarakat dengan PT Indo Muro Kencana di Kabupaten Murung Raya. Masyarakat berjumlah sekitar 2000 orang memasuki area perusahaan dan menjarah batu berlapis emas. Masyarakat berasumsi bahwa lahan yang ditambang oleh PT IMK adalah hak ulayat. Akibatnya masyarakat dihadang oleh Brimob dari Polda Kalteng dan terjadi benturan. Meskipun tidak ada korban jiwa tetapi bentrokan yang melibatkan ribuan masa ini adalah suatu potensi konflik yang bisa mempunyai dampak signifikan.
Potensi konflik agraria di Indonesia disebabkan lemahnya regulasi tata ruang dan tata wilayah pemerintah yang tidak dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat dan investor. Konflik agraia ini bisa terjadi kapanpun dan biasanya hanya dipicu oleh hal kecil lalu meledak, bahkan bisa menjurus kepada konflik sara.
3. Separatisme dan Masalah Perbatasan
Separatisme terbesar yang dihadapi pemerintah Indonesia adalah di Aceh dan Papua. Walaupun separatisme di Aceh oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sudah berhasil diatasi tetapi potensi separatisme di Aceh tatap dimungkinkan mengingat tidak semua pihak puas dengan penyelesaian yang sudah terjadi.
Di Papua gerakan Organisasi Papua Merdeka sampai saat ini masih gencar melakukan aksinya melawan aparat Indonesia. Otonomi khusus yang ditawarkan oleh pemerintah Indonesia belum bisa menjawab kebutuhan masyarakat Papua. Banyak pihak merasa ditinggalkan dan tidak dilibatkan. Kelompok separatisme Papua, diluar pengaruh provokasi pihak asing, merasa akan lebih baik jika berdiri sebagai negara sendiri, daripada menjadi bagian negara Indonesia.
Selain separatisme, di daerah-daerah pedalaman Indonesia sangat rawan dengan masalah perbatasan. Kalimantan Barat dan Timur yang berbatasan dengan Malaysia mempunyai kerawanan sosial yang tinggi dan jika tidak dikelola dengan baik maka akan berpotensi menjadi masalah. Di Nunukan sudah terdengar kabar bahwa beberapa warga desa eksodus ke Malaysia. Alasan warga Indonesia yang eksodus di Malaysia adalah alasan ekonomi.
Di Indonesia masyarakat sangat kesulitan memperoleh pendapatan mengingat kondisi geografis dan infrastruktur yang kurang mendukung bagi dunia usaha. Sebaliknya warga Indonesia yang eksodus ke Indonesia akan memperoleh pekerjaan dengan jaminan kerabat yang terlebih dahulu bekerja di Malaysia. Masyakarat di Indonesia yang tinggal di perbatasan lebih mudah memperoleh kebutuhan pokok sandang dan pangan dari Malaysia daripada di negeri sendiri.
Dari tiga pendadakan strategis yang terjadi di Indonesia tersebut tidak bisa dipungkiri ada pengaruh dari pihak asing. Kasus perbatasan dengan negara tetangga sangat jelas melibatkan pihak asing. Separatisme terutama di wilayah Papua dapat dipastikan melibatkan pengaruh asing dengan bukti gencarnya gerakan politik OPM di Australia. Dalam perkembangannya OPM membuka kantor perwakilan di Belanda dan Inggris. Pembiaran pembukaan kantor OPM di Belanda dan Inggris merupakan suatu bukti pengaruh asing dalam gerakan separatisme di Indonesia.[4]
Pendadakan strategis yang sudah terjadi harus diwaspadai polanya sehingga bisa dilakukan tindakan pencegahan. Dalam konteks negara Indonesia, institusi yang paling tepat untuk mempelajari dan mencegah pendadakan strategis adalah intelijen. Sesuai dengan fungsinya penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan, maka Intelijen Negara diharapkan dapat lebih aktif untuk mempelajari dan mencegah pendadakan strategis dengan cara-cara yang lebih humanis dan menghargai hak asasi manusia.
Perubahan paradigma intelijen perlu dilakukan seiring dengan reformasi intelijen di Indonesia agar intelijen lebih meningkatkan kemampuan dan peranannya dalam memberikan informasi kepada user (Presiden) terutama dalam mencegah pendadakan strategis.
Reformasi intelijen tidaklah cukup hanya dengan membuat Undang-Undang No 17 Tahun 2011, reformasi intelijen harus dilakukan hingga paradigma insan intelijen.
REFORMASI INTELIJEN INDONESIA
Pasca reformasi 1998 lembaga intelijen menjadi sorotan berbagai kalangan. Fobia terhadap intelijen pada masa orde baru menuntut banyak pihak untuk melakukan reformasi intelijen.
Gerakan reformasi intelijen tersebut akhirnya menghasilkan produk UU No 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Dalam Undang-undang tersebut (pasal 5) menyatakan bahwa tujuan Intelijen Negara adalah mendeteksi, mengidentifikasi, menilai, menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan Intelijen dalam rangka memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan bentuk dan sifat ancaman yang potensial dan nyata terhadap keselamatan dan eksistensi bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kepentingan dan keamanan nasional.
Selain tujuan Intelijen Negara, Undang-Undang juga mengatur fungsi BIN sebagai koordinator Intelijen Negara seperti tertulis pada pasal 28 ayat 2 UU No 17 Tahun 2011 : Selain menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Intelijen Negara menyelenggarakan fungsi koordinasi Intelijen Negara.
BIN selaku lembaga Intelijen Negara, tidak memiliki kewenangan dalam bidang penegakan hukum. Jika intelijen menemukan alat bukti yang menyangkut tentang pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan ancaman keamanan nasional maka dilakukan koordinasi dengan pihak lain seperti kepolisian untuk penegakan hukum. Kerjasama antar organisasi intelijen dipayungi oleh BIN sebagai koordinator perlu ditingkatkan secara maksimal.
Tuntutan reformasi intelijen sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2011 membuat BIN harus segera bergerak. Stereotip intelijen yang menakutkan dalam benak masyarakat harus segera diubah. Merujuk kepada fungsinya BIN harus melambangkan kecerdasan, bukan kekuasaan atau kekuatan. BIN harus bisa menyajikan perkiraan, skenario, peringatan dan deteksi dini ancaman terhadap negara.
Dalam konteks reformasi intelijen di Indonesia, maka terdapat beberapa unsur yang sebaiknya dilakukan perbaikan yaitu, paradigma intelijen, kewenangan intelijen, metode kegiatan /operasi intelijen, anggaran dan pembiayaan intelijen, pengembangan dan perlindungan profesi intelijen, dan kerahasiaan intelijen.
1. Paradigma Intelijen
Paradigma Intelijen yang mendarah daging sebagai aparat negara yang mempunyai kewenangan dan kekuasaan yang sangat besar harus segera diubah. Intelijen harus menggambarkan kecerdasan yang mampu memberikan peringatan dan deteksi dini terhadap ancaman, bukan menggambarkan suatu kekuatan dan kewenangan tidak terbatas sebagai alat penguasa. Intelijen harus sadar bahwa tugasnya adalah memberikan informasi kepada user dengan menggunakan cara-cara yang cerdas dan dalam koridor menghargai hak asasi manusia.
Hal utama dalam reformasi intelijen adalah mengubah paradigma intelijen dari alat penguasa dengan kewenangan dan kekuasaan yang tak terbatas menjadi organisasi dengan kcerdasannya memberikan informasi terkait potensi ancaman negara kapada user.
2. Fungsi dan Kewenangan Intelijen
Fungsi Intelijen Negara di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku adalah penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan[5]. Bagian yang paling menarik untuk dicermati adalah tentang fungsi pengamanan. Secara hukum yang tertuang dalam Undang-Undang tugas intelijen dalam bidang pengamanan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencegah dan/atau melawan upaya, pekerjaan, kegiatan Intelijen dan/atau Pihak Lawan yang merugikan kepentingan dan keamanan nasional. Di negara lain fungsi keamanan diemban oleh organisasi kontra intelijen.
Fungsi pengamanan dalam Intelijen Negara terutama untuk mendeteksi sumber ancaman dari pihak luar yang berpotensi melakukan operasi intelijen di Indonesia, yang antara lain adalah:
a. Negara Lain
Indonesia mempunyai daya tarik yang sangat besar bagi negara lain terutama menyangkut kekayaan sumber daya alam dan lokasi Indonesia yang sangat strategis. Selain itu jumlah penduduk yang cukup besar menjadi salah satu faktor ancaman bagi negara lain terutama jika ada ideologi yang bertantangan.
Masuknya agen intelijen dari negara lain biasanya melalui :
- Diplomat yang bertugas di kantor kedutaan
- Pekerja expatriat
- Turis
b. Kelompok-kelompok non negara
Kelompok ini biasanya mempunyai kepentingan ideologis/politis dan melakukan operasi intelijen di Indonesia dengan cara desdruktif / terorisme. Personel dari kelompok ini adalah :
- WNI yang ingin memaksakan ideologinya dan menentang/melawan negara.
- WNI yang digalang oleh kelompok dari luar negeri (misalnya mahasiswa yang menuntuk ilmu di luar negeri, atau warga negara yang bekerja di luar negeri) dan kembali ke Indonesia
- orang dari luar negeri yang menyusup di Indonesia
Titik utama yang perlu dilakukan reformasi dalam fungsi intelijen adalah fungsi pengamanan dalam hal ini perlu dilakukan pembentukan organisasi kontra intelijen.
Untuk melakukan operasi kontra intelijen maka diperlukan langkah-langkah sebagai berikut :
- Bekerjasama dengan pihak imigrasi guna mendata dan mengawasi keberadaan orang asing di Indonesia termasuk diantaranya lalu lintas warga negara dengan tujuan dan nagara asal yang berpotensi menjadi oposisi.
- Meningkatkan Early Warning System dan Early Detection di tingkat masyarakat terhadap adanya keberadaan orang asing terutama yang mekakukan kegiatan bertentangan dengan hukum dan konstitusi bangsa Indonesia terutama di masyarakat perbatasan yang sangat rawan dengan masuknya orang dari negara lain.
- Jika ditemukan indikasi bahwa ada agen intelijen pihak luar yang melakukan operasi intelijen maka perlu dilakukan operasi kontra intelijen untuk mencegah, mengantisipasi, dan menghalau operasi intelijen pihak lawan.
- Jika diperlukan dan sudah terdapat bukti maka dapat bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk menangkap.
- Jika memungkinkan dapat dilakukan penggalangan sehingga agen tersebut berubah menjadi membela NKRI.
- Bekerja sama dengan organisasi Intelijen Negara lain yang telah mempunyai hubungan baik dan komitmen.
Kewenangan Intelijen Negara dibatasai pada memberikan informasi sebagai deteksi dini. Intelijen Negara tidak mempunyai kewenangan hukum. Jika intelijen mempunyai informasi tentang suatu ancaman terhadap negara maka Intelijen Negara wajib untuk berkoordinasi kepada aparat keamanan untuk melakukan tindakan hukum.
3. Metode Kegiatan/Operasi Intelijen
Reformasi Intelijen dalam konteks metode kegiatan/operasi yang harus dilakukan adalah penekanan akan penghormatan kepada hak asasi manusia sekaligus taat pada aturan bahwa intelijen bukan penegak hukum.
Beberapa operasi intelijen Indonesia pernah menuai keberhasilan dan pujian seperti operasi intelijen diplomasi dalam rangka mewujudkan perdamaian Indonesia –Malaysia pada konflik 1963-1966. Beberapa peristiwa yang melibatkan intelijen seperti pembebasan sandera pesawat Woyla dan pembebasan kapal MV Sinar Kudus yang berhasil sukses merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi intelijen.
Kegiatan/operasi Intelijen tidak selamanya mulus dan sukses. Terlepas masih terjadinya perdebatan, kasus Munir merupakan kasus kegagalan intelijen. Fakta-fakta persidangan menunjukkan bahwa ada keterlibatan BIN dalam peristiwa tewasnya Munir.
Kasus penculikan oleh Tim Mawar terhadap aktivis adalah sebuah kegiatan intelijen yang masuk dalam pelanggaran HAM. Walaupun masih terjadi kontrovensi terhadap aktivis yang hilang, maka operasi seperti ini sebaiknya tidak dilakukan. Jika Intelijen Negara mengetahui informasi tentang seseorang atau kelompok yang mengancam negara maka sebaiknya berkoordinasi dengan penegak hukum untuk dilakukan tindakan lebih lanjut.
Ketika Intelijen Negara mempunyai kepentingan terhadap aksi-aksi vokal Munir, maka sebaiknya yang dilakukan Intelijen Negara bukan pembunuhan tetapi penggalangan terhadap Munir. Cara-cara yang lebih cerdas dan menghargai hak asasi manusia dalam koridor pencarian informasi bagi user harus diterapkan dalam metode kegiatan/operasi inteijen.
Kegiatan/Operasi Intelijen perlu difokuskan kepada ancaman-ancaman terhadap negara yang spesifik seperti terorisme, separatisme, narkotika, sengketa perbatasan, konflik komunal, konflik agraria, dan ancaman lain yang dapat menggangu stabilitas negara dan bersifat pendadakan strategis. Intelijen Negara dalam konteks BIN dalam kegiatannya sebaiknya bekerja sama dengan intelijen lembaga dan kementrian lain agar mempunyai informasi yang komprehensif dan akurat. Misalnya dalam mencari informasi tentang sengketa perbatasan, maka Intelijen Negara sebaiknya bekerja sama dengan Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan, Imigrasi, POLRI dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme .
Reformasi intelijen dalam hal metode kegiatan/operasi intelijen harus menyentuh pada kerjasama dengan organisasi intelijen di kementrian atau lembaga negara lain dengan menempatkan BIN sebagai koordinator atau membentuk suatu lembaga gabungan intelijen.
4. Anggaran dan Pembiayaan Intelijen
Anggaran Intelijen Negara dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Setiap anggaran pasti memerlukan pertanggungjawaban. Kegiatan intelijen adalah kegiatan yang menyangkut rahasia negara, mengingat hal tersebut maka pertanggungjawaban anggaran intelijen harus diberlakukan secara khusus tanpa mengurani akuntabilitasnya.
Dalam UU No 17 Tahun 2011 Pasal 42, laporan pertanggungjawaban Intelijen Negara disampaikan secara tertulis kepada Presiden.
Akuntabilitas dan transparansi anggaran intelijen harus diberlakukan secara khusus. Pertanggungjawaban kepada presiden selaku kepala pemerintahan dan selaku kepala negara (user) jika dirasakan tidak cukup maka perlu dibuat dewan pengawas yang independen yang mampu menjaga rahasia intelijen.
5. Pengembangan dan Perlindungan Profesi Intelijen
Sumber daya manusia menjadi kunci dalam reformasi intelijen terutama unsur pengembangan dan perlindungan profesi intelijen. Reformasi ini harus dimulai dari proses rekrutment petugas Intelijen Negara. Sesuai dengang Undang-Undang yang berlaku, rekrutmen anggota Badan Intelijen Negara bersumber dari lulusan Sekolah Tinggi Intelijen Negara dan orang lain yang dianggap mampu. BIN juga melakukan perekrutan dari TNI/POLRI. Dalam hal ini tentu BIN sebagai organisasi sipil harus menanamkan paradigma intelijen sipil kepada anggota yang direkrut dari TNI yang biasanya mempunyai paradigma intelijen tempur, atau kepada anggota POLRI yang mempunyai paradigma intelijen kriminal/keamanan.
Perekrutan dan pengembangan profesi Intelijen Negara sudah diatur dalam Undang-Undang, namun dalam aturan tersebut kiranya perlu dijabarkan dalam sebuah peraturan yang lengkap.[6] Selain perekrutan masalah sumber data Intelijen Negara adalah pengembangan profesi.
Pengembangan profesi intelijen tidak bisa dilepaskan dari pendidikan intelijen. BIN sudah mempunyai Sekolah Tinggi Intelijen Negara. TNI yang mempunyai organisasi intelijen di bidang pertahanan/militer sudah mempunyai lembaga pendidikan intelijen. BAIS TNI menyelenggarakan pendidikan intelijen bagi seluruh matra (TNI-AD, TNI-AL, TNI-AU) melalui Satinduk BAIS TNI yang berlokasi di Cilendek Bogor. Selain itu setiap angkatan juga mempunyai pendidikan intelijen dengan kekhasan matra masing-masing.
Pendidikan Intelijen diharapkan dapat dilakukan secara berjenjang. STIN yang menjadi sumber tenaga untuk BIN menghasilkan sarjana yang diproyeksikan untuk menjadi agen atau analis di BIN. Sementara BAIS TNI menyiapkan tenaga intelijen untuk TNI mulai dari level Bintara (Sarba Intel), Perwira (Sarpa Intel) hingga ke level perwira menengah (Intelstrat). Bahkan saat ini TNI sudah mempunyai Sekolah Manajemen dan Analis Intelijen di Satinduk BAIS TNI Cilendek Bogor yang pesertanya adalah perwira menengah. Sekolah ini bahkan diklaim setara dengan Sesko Angkatan. Lulusan dari Sekolah Manajemen dan Analis Intelijen ini diproyeksikan untuk menduduki jabatan Asintel Kodam.
Untuk meningkatkan kemampuan di bidang intelijen stratejik, maka insan intelijen dapat melajutkan pendidikan pada level S2 yang saat ini sudah terbuka untuk umum di Universitas Indonesia. Jenjang pengembangan profesi Intelijen Negara di Indonesia pada dasarnya sudah tertata dengan baik.
Reformasi Intelijen sebaiknya dilakukan juga pada perlindungan personel Intelijen Negara. Seorang petugas Intelijen Negara yang menjalankan tugas sesuai dengan intsruksi atasan seharusnya tidak bisa dikenai tindakan pidana. Jika kegiatan/operasi tersebut terbukti melanggar hukum maka yang bertanggung jawab adalah pemberi perintah operasi. Dalam beberapa kasus kebutuhan politik akhirnya menyerat pelaku-pelaku kegiatan/operasi intelijen untuk diadili namun tidak pernah menyentuh level user. Sesuai dengan pasal 24 UU No 17 Tahun 2011 maka negara wajib memberikan perlindungan terhadap setiap personel Intelijen Negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi Intelijen, yang meliputi perlindungan pribadi dan perlindungan terhadap keluarganya.
6. Kerahasiaan Intelijen
Di negara manapun produk intelijen adalah suatu rahasia negara. Suatu keberhasilan kegiatan/operasi intelijen tidak akan pernah terekspose, namun kegagalannya akan menjadi bahan bulan-bulanan pihak oposisi. Indonesia menerapkan hukum bahwa rahasia intelijen merupakan rahasia negara.[7]
Rahasia intelijen mempunyai masa retensi selama 25 tahun. Namun kebutuhan politik sering kali memaksa lembaga intelijen untuk membuka rahasia intelijen. Dalam konteks reformasi maka intelijen harus dilindungi dari kebutuhan politik yang melakukan intervensi terhadap rahasaia intelijen.
Kegiatan/rahasia intelijen yang berhasil dan memberi manfaat positif tanpa adanya kekerasan akan didiamkan dan jarang sekali ada pihak yang melakukan ekspos. Sebaliknya operasi intelijen yang memberi dampak negatif apalagi jika terjadi pelanggaran HAM maka akan menjadi konsumsi publik sekaligus bulan-bulanan oposisi. Dampaknya adalah rahasia intelijen harus dibongkar, walaupun sebenarnya Intelijen Negara sudah dibekali untuk melakukan pengamanan terhadap kegiatan/operasi intelijen.
Reformasi intelijen terkait dengan kerahasiaan intelijen harus mampu menyentuh kebijakan politik. Seringkali karena kebutuhan politik rahasia intelijen harus dibongkar dan dibeberkan secara umum. Hal ini akan menurukan moral insan intelijen.
Kerahasiaan intelijen harus dipatuhi dengan masa retensi 25 tahun, kecuali jika memang ada indikasi penyalahgunaan kewenangan intelijen, maka perlu diadakan evaluasi. Fungsi organisasi pengawas sangat penting untuk mengetahui apakah ada penyimpangan atau tidak. Jika memang rahasia intelijen perlu disampaikan karena kebutuhan politik, maka perlu dilakukan sumpah kepada pendengar untuk tetap menjaga rahasia tersebut.
Selain 6 poin pokok (a-f) di atas, maka reformasi intelijen perlu dilakukan tidak hanya dalam organisasi intelijen tetapi juga terhadap kewenangan politik yang cenderung karena kebutuhannya akan melakukan intervensi terhadap organisasi intelijen.
Kewenangan politik terutama DPR harus dibatasi untuk tidak membuka rahasia intelijen. Presiden sebagai usersebaiknya diberi kewenangan penuh untuk menggunakan Intelijen Negara sebagai lembaga yang menghasilkan informasi sebagai pendukung pengambilan keputusan.
PENUTUP
Dalam konteks reformasi intelijen di Indonesia maka seharusnya perubahan paradigma mampu membawa intelijen menjadi pemberi informasi yang akurat dan cepat kepada user. Pencarian informasi yang dilakukan oleh intelijen harus dilakukan dengan cerdas, tidak semata menunjukkan kekuasaan, dan tetap menjaga rambu-rambu penghargaan terhadap hak asasi manusia.
Kesimpulan
- Intelijen berfungsi sebagai penyaji informasi yang cepat dan tepat kepada user/ presiden. Intelijen Negara sering digunakan sebagai alat penguasa (negara) untuk memaksakan kepentingannya. Reformasi intelijen harus mampu meletakkan Intelijen Negara dalam fungsi sebagai pemberi informasi yang akurat kepada user dalam konteks deteksi dini terhadap ancaman negara terutama ancaman pendadakan strategis dari oposisi.
- Intelijen berfungsi sebagai pelopor perdamaian. Secara umum perdamaian antar negara yang sedang bertikai bisa diselesaikan jika antar negara tersebut mempunyai kesepakatan dan kesepahaman. Untuk menuju jalan kesepakatan dan kesepahaman diperlukan diplomasi. Seringkali jalur diplomasi untuk negara yang sedang bertikai menemui jalur buntu karena ego masing-masing negara. Peran intelijen untuk memulai diplomasi antar negara yang bertikai sangat tepat karena karakteristik operasi intelijen yang tertutup sehingga bisa melunturkan ego masing-masing negara. Peristiwa konflik Indonesia-Malaysia (1963-1966) yang diakhiri dengan perdamaian tidak lepas dari peranan intelijen yang dimotori oleh Ahmad Yani dan Benny Moerdani. Ini adalah bukti bahwa intelijen dapat digunakan untuk mewujudkan perdamaian tanpa kekerasan.
Saran-saran
- Intelijen Negara dalam konteks organisasi Badan Intelijen Negara diharapkan segera melakukan fungsi sebagai koordinator intelijen sesuai dengan amanat undang-undang. Banyaknya organisasi intelijen dan dengan adanya ego sektoral organisasi intelijen bisa menyebabkan informasi intelijen yang ada di masing-masing organisasi tidak terkelola dengan baik. Jika ada koordinasi yang dilakukan oleh BIN maka fusi informasi yang lebih konprehensif akan sangat membantu Presiden sebagai single user intelijen untuk mengambil keputusan.
- Indonesia perlu membuat lembaga kontra intelijen. Aktivitas intelijen dari negara asing di Indonesia diduga sangat aktif. Hal ini sangat rawan dan menjadi ancaman tersendiri bagi kedaulatan bangsa Indonesia. Badan Intelijen Negara perlu diimbangi oleh lembaga kontraintelijen untuk mencegah tindakan-tindakan dari pihak oposisi yang menghambat aktivitas intelijen Indonesia sekaligus mencegah kegiatan/operasi intelijen asing yang mengancam Indonesia.
- Intelijen Indonesia perlu lebih erat menjalin hubungan dengan pihak intelijen dan kontra intelijen dari negara lain. Hubungan yang baik dengan pihak lain ini diharapkan dapat mencegah ancaman-ancaman yang terjadi di negara lain menyebar di Indonesia.
Reformasi Intelijen di Indonesia merupakan suatu langkah strategis untuk menata organisasi intelijen. Dengan reformasi intelijen diharapkan pendadakan startegis yang telah terjadi tidak terulang, dan ancaman-ancaman pendadakan strategis dapat diantisipasi.
Catatan kaki :
[1] ditulis juga oleh penulis dalam artikel Peran Intelijen Dalam Penanggulangan terorisme dipublikasikan dihttps://kajianintelijen.wordpress.com/category/terorisme-2/page/4/
[2] Julios Pour, Benny Tragedi Seorang Loyalis, hal 228: Diungkapkan juga olek Pangkopkamtib, surat dari Imran Muhammad Zein, pimpinan pembajak Wolyla, kepada Ayatollah Khomeini, surat minta bantuan dengan menggunakan nama Dewan Revolusi Islam Indonesia. Mereka mengaku sebuah gerakan bawah tanah yang ingin menggulingkan rezim Soeharto dan menjadikan Indonesia Negara Islam.
[3] lih http://news.okezone.com/read/2011/12/22/337/545926/ahmad-yani-sebut-jumlah-korban-tewas-di-mesuji-9-orang
[4] Organisasi Papua Merdeka resmi membuka kantor di Oxford Inggris. Pembukaan kantor itu dihadiri oleh anggota parlemen Inggris Andrew Smith, Walikota Oxford Moh Niaz Abbasi, mantan Walikota Oxford Elise Benjamin dan koordinator Free West Papua Campaign (FWPC) Benny Wenda. Mei 2013 Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa memprotes dengan keras pembukaan kantor Organisasi Papua Merdeka, apalagi peresmian markas tersebut dilakukan oleh Wali Kota Oxford Moh Niaz Abbasi. Berita tersebut dapat dibaca di media online Tempo Sumberhttp://www.tempo.co/read/news/2013/05/05/078477991/Menlu-Marty-Protes-Keras-Ada-Kantor-OPM-di-Inggris
[5] Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Inteijen Negara Pasal 6
[6] Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara pasal 22 menyebutkan bahwa perekrutan sumber daya manusia Intelijen Negara terdiri atas (a) Badan Intelijen Negara berasal dari lulusan Sekolah Tinggi Intelijen Negara, serta perseorangan yang memenuhi syarat dan berasal dari pegawan negeri di masing-masing penyelenggara Intelijen Negara.
[7] lih Undang-Undang No 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, pasal 25 ayat 1, Rahasia Intelijen merupakan bagian daria rahasia negara.