Perang Rusia vs Ukraina: Dampak Terkini Oleh Toni Ervianto

Perang Rusia vs Ukraina: Dampak Terkini Oleh Toni Ervianto
Sejak Presiden Vladimir Putin memerintahkan untuk menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022, Angkatan Darat Rusia bergerak cepat dan dalam beberapa minggu untuk menguasai wilayah yang sangat luas di Ukraina dan telah memperluas wilayah yang digempurnya diseputaran Kyiv. Tentara Rusia terus mengebom Kharkiv, dan mereka telah mengambil alih wilayah di Timur dan Selatan seperti Kherson, dan mengepung kota pelabuhan Mariupol. Tetapi mereka menghadapi perlawanan serius dari tentara Ukraina serta menghadapi masalah serius terkait kekurangan logistik, air dan amunisi di kalangan tentara Rusia. Tentara Ukraina juga telah mendapatkan bantuan senjata yang disuplai beberapa negara Barat seperti sistem anti tank Nlaw, yang memiliki ketepatan tinggi menghadapi serangan Rusia. Sampai October 2022, Rusia menarik pasukannya dari wilayah Utara Ukraina. 

Serangan-serangan Rusia dilaporkan terjadi di sejumlah kota Ukraina termasuk Berdyansk, Chernihiv, Kharkiv, Odesa, Sumy, dan ibukota Kyiv. Kantor United Nations High Commissioner for Human Rights (OHCHR) memverifikasi sekitar 9.200 orang warga sipil Ukraina tewas akibat perang sampai Juni 2023. Perang telah melahirkan krisis kemanusiaan dan ribuan warga Ukraina kehilangan tempat tinggi, mengungsi dan lari keluar negeri. Polandia tercatat menerima pengungsi Ukraina sebanyak 12,7 juta sampai Juni 2023, diikuti Rusia, Hungaria, dan Rumania.
Lebih dari setahun pasca invasi, Ukraina berusaha melakukan serangan balasan secara ofensif atau besar-besaran untuk membalikkan hasil peperangan. Perang juga menciptakan situasi perekonomian yang suram di Ukraina dan Rusia. Perang juga terus menimbulkan dampak mengerikan dan merusak bagi kedua negara dan seluruh dunia.

Perbandingan kekuatan militer dan anggaran antara Rusia dan Ukraina serta NATO

Kemampuan militer Russia jelas bukan tandingan militer Ukraina dari sejumlah indikator di tahun 2023. Sebagai contoh, jumlah pesawat tempur Rusia mencapai 4.200 buah sedangkan Ukraina hanya memiliki 310 pesawat. Angkatan laut Russia 16 kali lipat lebih besar dibandingkan Ukraina. Lebih dari itu, Russia salah satu negara yang memiliki senjata nuklir. Sampai tahun 2022, Russia adalah negara terbesar pemilik hulu ledak nuklir. Tentara Ukraina tercatat kira-kira 500 ribu orang di tahun 2023, dimana 200 ribu adalah staf militer. Russia diperkirakan memiliki personil militer aktif mencapai 2 juta orang dan cadangan militer dengan jumlah yang sama. Tentara Russia yang masih aktif jumlahnya masuk lima besar dunia. Angkatan Darat Ukraina memiliki 1.900 tank di tahun 2023, jumlah ini hanya 1/6 dari jumlah tank yang dimiliki Rusia. Untuk mendukung Ukraina selama invasi Rusia, beberapa negara Barat membuat komitmen membantu Ukraina dengan mengirim tank seperti Leopard 2, Challenger 2, dan M1 Abrams. Selain itu, Ukraina mendapatkan sejumlah kendaraan tempur dari negara-negara Barat seperti M133 dari Amerika Serikat dan Mastiff (6×6) dari Inggris.

Di tahun 2023, NATO diperkirakan memiliki 3,36 juta personil militer dibandingkan dengan 2 juta militer personil aktif Rusia. Kekuatan persenjataan 30 negara NATO bukan saingan Rusia seperti NATO memiliki 20.633 pesawat tempur dibandingkan Rusia hanya memiliki 4.182, dan Angkatan Laut NATO memiliki 2.151 kapal perang sedangkan Rusia memiliki 598. AD Russia memiliki 12.566 tank tempur dibandingkan NATO hanya 12.408. Jumlah senjata nuklir milik United States, United Kingdom, dan Perancis mencapai 5.943, sedangkan Rusia memiliki senjata nuklir lebih banyak mencapai 5.977.

Russia menghabiskan anggaran militer mencapai 86.4 miliar US $ selama tahun 2022, atau meningkat 31 persen dari tahun 2021. Russia juga tercatat memiliki kekuatan militer kedua setelah Amerika Serikat/the United States. Rusia dan Amerika Serikat juga tercatat memiliki pesawat tempur terbanyak didunia.

Pengeluaran anggaran militer Ukraina mencapai 7 kali lebih besar antara tahun 2021 dan 2022. Di tahun 2022, ketika invasi Rusia dimulai, Ukraina diestimasi menghabiskan 44 militer US $ untuk pertahanan atau menghabiskan 1/3 gross domestic product (GDP) Ukriana di tahun 2022.

Selama perang melawan Ukraina, Russia telah melipat gandakan anggaran militernya sebesar lebih dari ½ GDP di tahun 2023 sesuai laporan dokumen milik pemerintah. Pengeluaran untuk pertahanan terus meningkat setiap bulan sejak Presiden Vladimir Putin mengirimkan militernya ke Ukraina.
Sebanyak 5.59 triliun rubel atau $59 miliar telah dihabiskan untuk anggaran pertahanan dari Januari sampai Juni 2023 dimana jumlah ini meningkat 12% dari jumlah anggaran yang direncanakan sebelumnya yaitu 4.98 trilliun rubel atau $54 miliar selama tahun 2023. Sebanyak 1 triliun Rubel untuk gaji tentara Rusia dimana jumlah ini meningkat dua kali lipat jika dibandingkan Juni 2022.

Akibat penjualan sektor energi Rusia yang menurun, menyebabkan defisit anggaran bagi Rusia mencpaai $28 miliar di pertengahan tahun 2023. Anggaran militer Russia di tahun 2023 secara resmi diumumkan sebesar 4.98 triliun Rubel.

Dampak perang terhadap sektor ekonomi

International Monetary Fund telah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Rusia sebesar 0,3% selama tahun 2023. Pada Januari 2023, defisit ekonomi Rusia mulai terjadi dengan gap yang tinggi dibandingkan tahun 2022. Defisit anggaran Russia diperkirakan mencapai 3 triliun Rubel atau $43 miliar di tahun 2023. Analis bidang ekonomi Bloomberg, Alexander Isakov mengatakan, defisit anggaran Rusia di tahun 2023 diperkirakan dapat mencapai 6.9 triliun Rubel atau $97 miliar.

Defisit anggaran Russia mencapai 1.76 triliun Rubel atau $24.8 miliar di Januari 2023, berdasarkan data Menkeu Rusia sebagai efek sanksi negara Barat yang memotong pendapatan Migas selama masa perang. Pendapatan Migas Rusia jatuh 35% sebesar 1.356 trilliun Rubel atau $19 miliar, sedangkan pengeluaran naik 59% sebesar 3.117 triliun Rubel atau $44 miliar dibandingkan periode Januari 2022. Pendapatan Migas turun 46% atau sebesar 426 miliar Rubel atau $6 miliar, sedangkan pendapatan non Migas turun 28% atau 931 miliar Rubel atau $13 miliar.

Russia mengalami defisit anggaran sebesar 3.3 triliun Rubel atau $47 miliar tahun 2022, atau negara kedua yang mengalami defisit anggaran terbesar sepanjang sejarah. 2.3% gap anggaran meningkat di tahun 2020, dan mencapai 4.1 triliun Rubel atau $58 miliar atau 3.8% dari GDP Rusia selama pandemic Covid 19.

Russia memproyeksikan defisit anggaran dapat mencapai 3 triliun Rubel atau $43 miliar tahun 2023, walaupun para analisis memperkirakan defisit dapat mencapai 4.5 triliun Rubel atau $64 miliar. Ditengah perang melawan Ukraina, setidaknya 1/3 pendapatan Rusia akan digunakan untuk pertahanan dan keamanan. Pendapatan dari penjualan Migas naik 28% tahun 2022 atau mencapai total 2.5 triliun Rubel atau $36.5 miliar.

Perang juga memicu harga-harga meningkat sejak sanksi negara Barat di awal 2022, walaupun inflasi Rusia turun mencapai 11.9%. Ekonom seperti Milov mencatat sejumlah kenaikan harga kebutuhan pokok di Rusia. Bank Sentral Rusia juga meningkatkan suku bunganya sejak terjadi perang, walaupun secara gradual menurunkannya sampai akhir tahun 2022 mencapai 7.5%. Bank Sentral Rusia memprediksikan harga kebutuhan pokok akan naik 7% di tahun 2023.

Foto diambil dari Pixabay

Transfer uang dari Rusia juga melonjak sebagai imbas mengungsinya ribuan orang akibat protes terhadap perang atau mencari suaka politik. Negara-negara bekas Soviet menjadi tujuan imigrasi warga Rusia menunjukkan pendapatan yang meningkat dari transfer uang mencapai 600% selama tahun 2022.
Pasca mencatatkan rekor keuntungan mencapai 2.4 triliun Rubel atau $34 miliar di tahun 2021, Perbankan Russia menghadapi tahun keberuntungan yang menurun atau kurang menarik di 2022. Mereka mencatat keuntungan hanya 203 miliar Rubel atau $2.9 miliar akibat sejumlah pemilik deposito hengkang dari Rusia dan sanksi negara Barat sebagai penyebab utamanya. Bank Sentral Rusia mencatat pada Juli 2023, keuntungan sektor perbankan mencapai 1 triliun Rubel.

Potret energi global pasca lebih 1 tahun invasi Rusia

Setahun setelah invasi Rusia ke Ukraina, landscape ketahanan energi global berubah secara dramatis. Wilayah-wilayah di seluruh dunia menerapkan kenaikan harga energi yang menghantam para konsumen. Selebihnya, ketergantungan dunia terhadap konsumsi Migas dari fosil disertai kenaikan harga dan sumber dayanya yang terus berkurang, akan menjadi perhatian serius masyarakat global.

Kerugian ekonomi yang disebabkan perang di Ukraina telah meluaskan upaya-upaya untuk mempercepat transisi energi. Perubahan dilakukan sejumlah negara dari sumber energi yang dapat menciptakan polusi akut diganti dengan energi low carbon, energi baru terbarukan termasuk nuklir. Setidaknya di Eropa, dimana dampak berlipat akut dari perang dan impor gas dari Rusia yang mendominasi dalam sejarahnya. Uni Eropa berpotensi menghadapi shortfall mencapai 30 miliar kubik meter gas alam selama tahun 2023. Tetapi gap dapat ditutup dan risiko dapat dihindari melalui sejumlah upaya besar untuk mengembangkan efisiensi energi, menyalurkan energi baru terbarukan (deploy renewables), membangun pompa-pompa Migas, mrmpromosikan simpanan energi dan meningkatkan suplai gas.

Harga energy terus bergejolak sejak pertengahan tahun 2021. Harga energi dan Migas di Uni Eropa meningkat sebagai konsekuensi agresi militer Rusia ke Ukraina, yang jelas akan mempengaruhi pasokan ketahanan energi global. Keputusan Rusia untuk menunda mengimpir energi dan gas ke sejumlah negara Uni Eropa yang membantu Ukraina jelas memiliki dampak signifikan dan mengerikan.

Komitmen Uni Eropa pada Maret 2022 dalam deklarasi Versailles yang akan menghentikan impor Migas dari Rusia akan dilakukan ”secepatnya” adalah menciptakan wilayah energi dan pasar gas beberapa tahun ke depan, dengan implikasi-implikasinya terkait perdagangan global dan dinamika pasar (implications for global trade and market dynamics).

Ketergantungan Uni Eropa atas impor gas Rusia terus meningkat beberapa decade terakhir. Pengurangan konsumsi gas pernah terjadi secara minim dan produksi gas turun dua sampai tiga kali sejak 2010 dan kekurangannya ditutup dengan meningkatkan impor gas dari Rusia. Hasilnya, Rusia memenuhi permintaan gas dari kebutuhan total gas negara Uni Eropa meningkat dari 26 % ditahun 2010 mencapai rata-rata lebih dari 40% selama tahun 2018-2021.

Dengan deklarasi Versailles yang disetujui pada Maret 2022, 27 kepala pemerintahan dan kepala negara dari Uni Eropa sepakat untuk menghentikan ketergantungan Migas dari Rusia secepatnya. Pada 30-31 Mei 2022, Dewan Eropa sepakat untuk melarang setidaknya 90% dari seluruh impor Migas Rusia sampai akhir tahun 2022. Pada 27 Juni 2022, EU mengadopsi regulasi baru penyimpanan gas yang dipresentasikan Komisi Eropa pada Maret 2022. Aturannya terkait menciptakan negara-negara EU memiliki fasilitas penyimpanan gas sebelum musim dingin. Pada 5 Agustus 2022, EU mengadopsi regulasi pengurangan permintaan gas sebesar 15% melalui prosedur tertulis. Adopsi ini mengikuti kesepakatan politik yang dicapai pada Juli 2022. Pada 6 October 2022, negara-negara EU mengadopsi aturan emergensi terkait naiknya harga gas dan membantu warga negara serta perusahaan yang terimbas masalah ini. Regulasi menyangkut 3 jenis emergensi yaitu mengurangi penggunaan listrik; Produsen listrik ditarik penghasilannya dari listrik dan mengamankan kontribusi solidaritas dari usaha bahan bakar fosil. Pada 24 November 2022, Uni Eropa sepakat dengan isi ukuran-ukuran menciptakan keamanan dan pembagian pendistribusian gas di Uni Eropa/EU. Beberapa kesepakatan akan meningkatkan solidaritas atas kasus kekurangan gas jika terjadi di beberapa negara EU; Memastikan koordinasi lebih baik penjualan bersama gas dan batas gas dan harga kelistrikan; Menciptakan benchmark harga gas yang layak. Pada 19 December 2022, para Menteri bidang energi EU sepakat dengan aturan baru untuk mengoreksi mekanisme pasar untuk melindungi warga negara dan ekonomi menghadapi kenaikan harga yang eksesif. Pada December 2022, EU memutuskan oil price cap dari minyak mentah dan minyak petroleum yang diekspor dari Rusia sebesar USD 60 per barrel. Pada February 2023, EU memutuskan ukuran-ukuran tambahan terkait harga cap dinamakan two price caps untuk produk-produk petroleum yang asli atau diimpor dari Rusia dibawah CN code 2710.

Dampak terhadap ketahanan pangan globaI

Agresi militer Rusia terhadap Ukraina berdampak langsung pada ketahanan dan keterjangkauan pangan global. Berkat kebijakan pertanian bersama (the common agricultural policy/CAP), ketersediaan pangan, pakan dan pupuk tidak menjadi perhatian utama di UE. UE sebagian besar merupakan negara yang swasembada dan pasar tunggalnya diharapkan dapat membuktikan perannya dalam meredam guncangan, memastikan keamanan pangan bagi warga negara UE dan menjamin dukungan pendapatan bagi petani Eropa. Meskipun demikian, pengurangan impor jagung, gandum, minyak lobak dan minyak bunga matahari serta tepung dari Ukraina mempunyai dampak, khususnya pada harga pakan dan industri makanan Uni Eropa. Dengan harga pasar yang tinggi dan tren inflasi akibat perang di Ukraina, kekhawatiran utama di UE tetaplah pada keterjangkauan. Pada pertemuan Dewan Eropa yang diadakan pada 23-24 Juni 2022, para pemimpin UE menekankan bahwa Rusia bertanggung jawab penuh atas krisis pangan global dan mendesak Rusia untuk segera berhenti menargetkan fasilitas pertanian dan mengizinkan ekspor biji-bijian Ukraina. Pada tanggal 20 Juni 2022, UE mengadopsi kesimpulan mengenai respons Tim Eropa terhadap kerawanan pangan global. Para menteri menekankan bahwa: Perang agresi Rusia yang tidak beralasan dan tidak dapat dibenarkan terhadap Ukraina mempunyai konsekuensi yang sangat buruk bagi masyarakat di Ukraina, dan juga secara global.

Agresi Rusia telah memperburuk krisis ketahanan pangan secara dramatis. Sanksi UE terhadap Rusia dirancang khusus untuk tidak menargetkan pangan dan produk pertanian. UE menyerukan negara-negara anggota untuk bekerja sama mengatasi kerawanan pangan global melalui empat rangkaian tindakan: solidaritas melalui bantuan darurat dan dukungan terhadap keterjangkauan; meningkatkan produksi berkelanjutan, ketahanan dan transformasi sistem pangan; memfasilitasi perdagangan dengan membantu Ukraina mengekspor pertanian melalui berbagai rute dan mendukung perdagangan global; multilateralisme yang efektif dan dukungan kuat terhadap peran sentral Kelompok Respons Krisis Global PBB untuk mengoordinasikan upaya global. Para pemimpin UE juga membahas ketahanan dan keterjangkauan pangan pada pertemuan Khusus Dewan Eropa, yang berlangsung pada 30-31 Mei 2022. Mereka mengutuk keras penghancuran dan perampasan ilegal produksi pertanian di Ukraina oleh Rusia dan meminta Rusia untuk mengakhiri serangannya. tentang infrastruktur transportasi di Ukraina; mencabut blokade pelabuhan Laut Hitam Ukraina dan mengizinkan ekspor pangan, khususnya dari Odessa.

Permasalahan keamanan insani (human security)

Invasi ke Ukraina berdampak signifikan terhadap mobilitas orang dan barang di UE melalui semua moda transportasi. Permasalahan utamanya adalah pasokan bahan bakar dan harga bahan bakar, serta tantangan logistik terkait penyeberangan perbatasan dan pembatasan wilayah udara. Selain itu, impor barang dan masuknya pengungsi Ukraina dalam jumlah besar ke negara-negara UE telah menimbulkan tantangan operasional bagi sektor ini.

Dalam hal solidaritas terhadap pengungsi Ukraina, negara-negara anggota UE telah menerapkan sejumlah langkah, seperti membangun pusat transportasi dan informasikan di penyeberangan perbatasan utama dan memfasilitasi transportasi bantuan kemanusiaan. Para menteri transportasi UE sepenuhnya mendukung inisiatif Komisi UE dalam hal ini: jalur solidaritas untuk mengoptimalkan rantai pasokan dan kontrol antara Ukraina dan UE dan menciptakan rute transportasi baru; rencana darurat untuk memperkuat ketahanan transportasi pada saat krisis; Perjanjian untuk meliberalisasi sementara operasi angkutan jalan raya tertentu antara UE, Ukraina, dan Moldova mulai berlaku pada awal Juli 2022.

Potensi kebangkrutan global beberapa tahun ke depan

Berdasarkan laporan Financial Times (FT), Perusahaan-perusahaan Eropa telah menderita kerugian langsung setidaknya 100 miliar Euro ($110 miliar) dari operasi di Rusia sejak Moskow melancarkan invasi ke Ukraina. Sebuah survei terhadap perusahaan-perusahaan besar Eropa menunjukkan bahwa total 176 perusahaan yang telah menerbitkan laporan tahunan untuk tahun 2022 dan laporan keuangan tahun ini mencatat berbagai kerugian dari operasi mereka di Rusia, kata FT. Perusahaan-perusahaan Inggris, Jerman dan Perancis mencatat kerugian terbesar – mencapai lebih dari 20 miliar euro, menurut FT.

Para analis yang diwawancarai oleh Financial Times mengatakan bahwa keputusan Rusia baru-baru ini untuk mengambil kendali atas perusahaan-perusahaan Eropa menunjukkan “lebih banyak penderitaan yang akan terjadi” bagi perusahaan-perusahaan yang memilih untuk tetap berada di Rusia. Sejak Desember 2022, Rusia telah memaksa perusahaan asing yang meninggalkan negaranya untuk menjual aset mereka kepada pembeli Rusia dengan diskon 50% dan membebankan biaya keluar minimal 10% dari nilai transaksi.

Menurut FT, tiga grup minyak dan gas terbesar BP, Shell dan Total Energies mencatat kerugian sebesar 40,6 miliar Euro ($44,5 miliar). Namun harga energi yang lebih tinggi membantu mereka melaporkan keuntungan sebesar 95 miliar Euro ($104 miliar) pada tahun 2022. Lebih dari separuh dari 1.871 perusahaan milik Eropa yang beroperasi di Rusia sebelum perang masih tetap berada di negara tersebut setelah invasi Moskow ke Ukraina, menurut analisis data FT dari Kyiv School of Economics.

Penulis adalah analis masalah ekonomi dan Hankam internasional. Alumnus Fisip Universitas Jember (Unej) dan pasca sarjana KSI Universitas Indonesia.

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent