Penilaian Kota Toleran dan Intoleran, ada kaitan dengan Pemilu 2024?
JI-Jakarta. SETARA Institute merilis laporan Indeks Kota Toleran (IKT) 2022. Kota Singkawang kembali dinilai menjadi kota paling toleran. Ada 10 kota yang meraih skor toleransi paling tinggi dari 94 kota yang menjadi objek kajian. Sebagai informasi, Indeks Kota Toleran 2022 merupakan laporan keenam SETARA Institute sejak 2015, 2017, 2018, 2020 dan 2021.
Dalam penelitiannya, Setara menetapkan empat variabel dengan 8 indikator. Adapu variabel yang dipakai antara lain, regulasi pemerintah, regulasi sosial, tindakan pemerintah dan demografi sosio keagamaan.
Hasilnya, Kota Singkawang, Kalimantan Barat kembali menjadi kota paling toleran di Indonesia versi SETARA Institute dengan skor 6,583. Pada tahun 2021, Singkawang juga menempati posisi pertama kota paling toleran dengan skor 6,483.
Duduk di peringkat kedua yakni Kota Salatiga, Jawa Tengah. Kemudian disusul Kota Bekasi, Jawa Barat, yang duduk di peringkat ketiga kota paling toleran di Indonesia.
Adapun 10 kota paling toleran di Indonesia versi SETARA antara lain: Singkawang, Kalimantan Barat dengan skor akhir 6,583; Salatiga, Jawa Tengah dengan skor akhir 6,417; Bekasi, Jawa Barat dengan skor akhir 6,080; Surakarta, Jawa Tengah dengan skor akhir 5,883; Kediri, Jawa Timur dengan skor akhir 5,850; Sukabumi, Jawa Barat dengan skor akhir 5,810; Semarang, Jawa Tengah dengan skor akhir 5,783; Manado, Sulawesi Utara dengan skor akhir 5,767; Kupang, Nusa Tenggara Timur dengan skor akhir 5,687 dan Magelang, Jawa Tengah dengan skor akhir 5,670.
Acara Peluncuran Hasil Riset Indeks Kota Toleran dan Pemberian Penghargaan Kepada 10 Kota dengan Skor Toleransi Tertinggi digelar hari ini, Kamis (6/4/2023) di Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat. Pemberian penghargaan dihadiri oleh para wali kota atau yang mewakili.
Peluncuran hasil riset dan pemberian penghargaan itu juga dihadiri oleh Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Ekonomi dan Pembangunan La Ode Ahmad.
Kota Cilegon menjadi kota yang mendapat skor toleransi paling rendah dalam laporan Indeks Kota Toleran (IKT) 2022 versi SETARA Institute. Gerindra mempertanyakan metodologi penemuan data tersebut.
“Saya nggak paham metodologi yang mereka gunakan, apakah sudah teruji secara ilmiah. Kalau survei pilihan politik, kita kenal multistage random sampling, lalu wawancara bisa by phone atau tatap muka. Nah, setiap kali SETARA launching temuannya, kita nggak pernah mendapat info clear soal metodologinya,” kata Waketum Gerindra Habiburokhman kepada wartawan, Jumat (7/4/2023).
Diketahui, Wali Kota Cilegon Helldy Agustian merupakan kader Gerindra. Menurut Habiburokhman, hasil temuan SETARA tersebut dapat dinilai publik menjadi bentuk stigmatisasi. “Karena itu, publik bisa saja menilai SETARA melakukan stigmatisasi kepada kota-kota tertentu,” kata Habiburokhman.
“Penilaian suatu kota toleran atau tidak harus dilakukan secara komprehensif, teliti, dan jelas. Tidak bisa hanya mengacu pada satu atau dua kebijakan pemerintah daerah setempat, tapi harus melihat praktik kehidupan berinteraksi masyarakat secara umum,” imbuhnya.
Menurut Habiburokhman, pemeringkatan ini justru dapat melemahkan semangat toleransi antarwarga di kota-kota terkait. Dia pun mengajak para pihak agar mengkritik apabila ada kebijakan pemerintah yang dinilai intoleran, bukan merundung.
“Pemeringkatan sepihak sangat tidak edukatif dan justru bisa melemahkan semangat toleransi antarwarga karena kotanya keburu distigma tidak toleran,” katanya.
“Kalau ada kebijakan pemerintah daerah tertentu yang dianggap tidak tepat dalam konteks toleransi, mari kita kritisi bersama, tapi jangan kota dan warganya ikut kita rundung,” lanjutnya.
Kota Depok kembali masuk dalam kategori kota intoleran dalam survei yang dikeluarkan oleh Setara Institute untuk yang ketiga kalinya. Wali Kota Depok Mohammad Idris membantah tudingan itu. Menurut dia, predikat kota intoleran yang disematkan pada Kota Depok tidaklah sesuai dengan kenyataan yang ada.
“Tetapi, dalam suasana damai di Kota Depok yang saya rasakan bersama warga, kita bisa minta statement atau realitanya langsung dari teman-teman FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), apakah memang ada diskriminasi?” kata Idris, dilansir dari TribunJakarta.com, Selasa (11/4/2023).
Idris berpandangan, apabila ada sejumlah kasus yang berkaitan dengan toleransi di Kota Depok, ia menegaskan, sejatinya tidak ada peraturan yang dilanggar. “Kalau memang ada kasus-kasus, kami juga enggak akan melanggar peraturan dari pusat. Misalnya, penyegelan Ahmadiyah ini dianggap sebagai sebuah kasus yang intolerir,” ujar Idris.
“Ini harus dipertanyakan apakah memang demikian karena memang kami melakukan penyegelan sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” sambungnya lagi. Dalam kasus penyegelan tersebut, Idris mengungkapkan yang sebenarnya terjadi adalah Pemkot Depok menyelamatkan Ahmadiyah dari kemungkinan ancaman hingga serangan warga setempat.
“Kami ingin menjaga dan menyelamatkan saudara-saudara kita Ahmadiyah yang memang pada saat itu mendapatkan serangan, dan kemungkinan ancaman-ancaman dari sebagian warga yang ada di Kota Depok,” ungkap Idris.
Terakhir, Idris mengungkapkan bahwa dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan Ahmadiyah sebagai aliran sesat hingga saat ini. “Memang Fatwa MUI pada saat ini masih memfatwakan mereka aliran sesat. Dari situ kami menjaga, untuk menjaga mereka kami segel,” kata dia. “Kalau itu dijadikan sebuah bukti intolerir, maka kami pertanyakan,” ujar Idris melanjutkan.
Salah seorang aktifis senior kepada Redaksi menuturkan ada kemungkinan benarnya penilaian Habiburrokhman atas penelitian yang dilalakukan SETARA dapat merusak citra Partai Gerindra dalam Pemilu 2024, karena kota yang dipimpin kadernya dicap kota intoleran. “SETARA dan Partai Gerindra perlu bertemu untuk menanyakan kevalidan hasil penelitian SETARA termasuk siapa donatur yang membiayai penelitian tersebut, agar tidak ada persepsi beragam,” ujarnya menyarankan.