Indikasi Beberapa Ancaman dan Panasnya Persaingan Politik Jelang 2024
JI-Jakarta, Perwakilan SAFEnet di Indonesia memprediksikan bahwa kebebasan digitan akan terganggu menjelang Pemilu 2024 dan serangan siber diprediksi akan meningkat seiring dengan upaya pihak-pihak yang berkompetisi untuk melakukan penggalangan calon pemilih.
Menurut SAFEnet, serangan digital Indonesia mengalami kenaikan selama dua tahun terakhir, dimana pada tahun 2020 sebanyak 147 serangan siber, sedangkan di tahun 2022 menjadi 302 kali serangan, dimana serangan siber meningkat di era pemerintahan keduakalinya Jokowi. Serangan siber diperkirakan akan meningkat pada Pemilu 2024.
Sementara itu, Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto mengatakan, Lemhanas meneliti adanya kecenderungan global untuk terjadinya kemunduran demokrasi termasuk di Indonesia dengan diperkuat beberapa hasil penelitian yang dilakukan beberapa institusi seperti Freedom House, Freedom in the World (2022), dan LAB 2045 (2022). Menurutnya, disinformasi dan ujaran kebencian berkontribusi menjelang Pemilu 2024 yang menurunkan demokrasi di Indonesia.
Pengamat politik Adi Prayitno mengatakan, alasan di balik fenomena berpindahnya kader partai dalam jumlah banyak ke satu partai lainnya karena dua faktor yaitu faktor pertama karena rendahnya party identity yang dimiliki oleh politisi. Kondisi ini menyebabkan berpindah partai dianggap menjadi suatu hak yang biasa di konstelasi politik Indonesia.
“Karena parpol sering dianggap sebagai kendaraan yang dirental dalam mobilisasi politik untuk maju dalam kontestasi baik itu pileg, pilpres atau pilkada, maka tidak mengherankan mudahnya elit politik berganti partai politik. Faktor kedua adalah penilaian parpol yang dianggap tidak menguntungkan elit secara politik,” ujar akademisi ini.
Sebelumnya, perwakilan koalisi dari NETGRIT, Hadar Nafis Gumay mengatakan, gabungan LSM yang mengatasnamakan diri Koalisi Kawal Pemilu Bersih yaitu Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Indonesia Corruption Watch, Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT), serta Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Constitutional and Administrative Law Society, Forum Komunikasi dan Informasi Organisasi Non Pemerintah, Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas, Themis Indonesia, dan AMAR Law Firm mendatangi kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk menyerahkan petisi yang intinya mendesak DKPP mengusut dugaan kecurangan tahapan verifikasi faktual partai politik calon peserta Pemilu 2024 yang disebut melibatkan jajaran KPU di tingkat pusat sampai daerah. Petisi ini telah menghimpun sedikitnya 10.000 tanda tangan secara daring via laman change.org.
Menurut Redaksi, warning yang disampaikan SAFAnet terkait kecenderungan meningkatnya serangan siber menjelang Pemilu 2024, serta prediksi terkait ancaman serius dalam Pemilu 2024 seperti yang terungkap dalam hasil penelitian Freedom House, Freedom in the World (2022), dan LAB 45 (2022) tentang politik identitas harus menjadi atensi semua pihak yang terkait dengan kelancaran Pemilu 2024, walaupun demikian juga tentunya tidak elok menggaungkan politik identitas untuk menyerang salah satu figur yang akan maju dalam Pilpres 2024, apalagi sudah ada pernyataan mantan Ketum PBNU, Said Aqil Siradj bahwa figur yang selama ini dipropagandakan sebagai bapaknya politik identitas (Anies Baswedan), ternyata menurut Komisaris KAI ini adalah sosok yang nasionalis dan agamis.
Redaksi melihat banyak kalangan memprediksi memprediksi Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) akan mengalami kebuntuan politik usai Partai Amanat Nasional (PAN) menyatakan dukungan mereka terhadap pasangan Ganjar Pranowo-Erick Thohir untuk Pilpres 2024, karena Partai Golkar selaku ‘motor’ di KIB akan gagal mengakomodasi kepentingan mereka, yakni mengusung Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto sebagai Capres 2024. Jika tidak ditemukan titik temu terkait masalah itu, maka KIB bisa saja bubar. Bermodal dukungan PAN, pasangan Ganjar-Erick menjadi memiliki daya tawar untuk poros yang belum menentukan capres-cawapres seperti KIB ataupun poros PDI-P.
Hanya saja dukungan PAN untuk Ganjar-Erick bisa menjadi bumerang politik buat mereka sendiri, karena Ganjar-Erick hingga PAN justru mendapat respons negatif dari pejabat teras PDI-P. Disamping itu, patut diduga dukungan untuk Ganjar-Erick hanyalah manuver PAN saja supaya bisa meningkatkan elektoral partai. Apalagi mengingat di sejumlah lembaga survei PAN selalu terancam tidak lolos ke DPR pada tahun 2024 mendatang. PAN hanya ingin mendongkrak elektabilitas mereka saja dengan cara mendukung Ganjar-Erick.
Sementara, secara ideologis Golkar, Demokrat, NasDem sama akarnya ‘beringin’ semua. Kombinasi antara NasDem-Demokrat-Golkar yang mempunyai nilai teknokratis sangat tepat berpadu dengan PKS yang berlandaskan nilai etik keadilan.
Menurut Redaksi, pola politik yang ada pada politikus saat ini adalah untung dan rugi, sehingga kalau partai lamanya sudah tidak menguntungkan secara politik, tidak kondusif secara politik, politisi bersangkutan pasti akan mencari pelabuhan partai politik baru. proses perekrutan kader parpol merupakan hal yang tidak bisa dianggap sepele. Untuk menghasilkan kader-kader berkualitas, proses rekrutmennya mesti berlangsung selektif, dimana kaderisasi dan rekrutmen politik harus ketat. Apabila proses seleksi dan kaderisasi yang ketat dilaksanakan suatu parpol maka tidak semua orang dapat keluar masuk partai (Red)