Perkembangan DOB Papua

Perkembangan DOB Papua

JI-Jayapura. Dinamika situasi dan kondisi di Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan pasca pelantikan Pj Gubernur dan Pj Sekdaprov masih dalam kondisi kondusif, walaupun beberapa figur politik mengkritisi Pj Sekdaprov di 3 wilayah DOB tidak diisi OAP sempat dipersoalkan oleh Ketua Komisi I DPR Papua Elvis Tabuni, namun sampai saat ini belum ada riak-riak politik yang berarti.

Bahkan, syukuran dan pesta rakyat secara meriah sudah berlangsung di Papua Selatan dan Papua Tengah menyambut Pj Gubernurnya, hal ini menunjukkan tidak ada resistensi termasuk di Papua Pegunungan. Sejauh ini, kelompok TPNOPM-PB juga belum termonitor ada reaksi apapun terkait DOB Papua.

Situasi dan iklim politik di Papua masih dinamis pasca pengesahan DOB Papua yang disebabkan berbagai manuver kelompok kepentingan dan anasir pendukung TPNOPM-PB atau KSTP yang kecewa, marah serta merasa semakin disudutkan/dipinggirkan dengan berbagai kebijakan pemerintah yang diterapkan di Papua. Bahkan, HUT OPM setiap 1 Desember 2022 juga masih intens dilakukan oleh front klandestin Papua, yang juga diwarnai pengibaran bendera Bintang Kejora.

Foto: Ketua OPM Jeffrey Bomanak (tengah) besama Ken Mondiai (kiri) dan Tony Mafuka (kanan). sumber foto: WestPapuaNews.Org

Desakan agar Tim HAM PBB dan media internasional masuk ke Papua juga semakin kencang disuarakan karena kelompok separatis Papua menilai Dewan HAM PBB dan media internasional bagaikan “jembatan dan dewa penolong” memuluskan modus separatis mereka. Sementara itu, Pendeta Socratez Sofian Yoman yang terus bermanuver juga menimbulkan kesan bahwa sosok ini “tidak tersentuh hukum”.

Pj Gubernur dan Pj Sekdaprov di 3 wilayah DOB juga telah memetakan kebutuhan organisasi pemerintahan yang perlu segera dibentuk, jumlah ASN yang diperlukan sampai kepada perumusan awal terkait program-program kerja yang dijalankan. Diperkirakan permasalahan penetapan atau penunjukkan atau seleksi pejabat ASN masih akan diwarnai dikotomi diksi OAP dan non OAP, dan pejabat struktural eselon II sampai staf akan menjadi kunci sukses jalannya DOB di Papua Selatan, Papua Tengah dan Papua Pegunungan. Permasalahan lainnya adalah transparansi dalam anggaran APBD ketiga wilayah tersebut, termasuk penggunaan/pengelolaannya yang masih memerlukan literasi, pendampingan dan pemetaan atau mitigasi rencana anggaran yang jelas bersama Pemerintah Pusat agar dapat ditutup potensi terjadinya moral fraud, maladministrasi bahkan kemungkinan tersalurkannya APBD untuk kelompok separatis.

Daerah Otonom Baru (DOB) Papua

Jajaran pemerintahan di tiga wilayah DOB Papua jelas akan bekerja sangat keras untuk menyusun tata kelola pemerintahannya, rencana reformasi birokrasinya, renstra dan peta jalan di 3 wilayah DOB serta merumuskan kelengkapan supra dan infrastruktur politik termasuk menggenjot infrastruktur yang masih tertinggal serta tidak kalah penting meningkatkan kualitas dan daya saing jajaran pemerintahan di DOB Papua, sehingga pelayanan publik dan tugas-tugas pemerintahan berjalan lancar sesuai espektaksi dibentuknya DOB tersebut.

Usul pembentukan Provinsi Papua Barat Daya tersebut terlah bergulir sejak 2007 melalui deklarasi pertama di Kota Sorong pada 5 Januari 2007, dan deklarasi kedua di Jayapura pada 12 Januari 2007. Perjuangan pembentukan provinsi ini sesungguhnya telah mendapat titik terang pada 2009, di mana Provinsi Papua Barat Daya menjadi salah satu dari 33 RUU prioritas pembahasan di DPR RI. Namun, pada pembahasan 19 RUU Daerah Otonomi Baru (DOB) 2012-2014, usul RUU pembentukan Provinsi Papua Barat Daya tidak diikursertakan di dalamnya. Hingga akhirnya, dasar hukum pembentukan Provinsi Papua Barat Daya disahkan pada 2022. RUU terkait dengan Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya disahkan menjadi UU pada rapat Paripurna ke-10 DPR RI masa persidangan I tahun sidang 2022-2023.

Pasca disahkannya Provinsi Papua Barat Daya, perkembangan politik di Papua Barat Daya juga diwarnai dengan manuver kelompok aparatur dan non aparatur terkait Pj Gubernur Papua Barat Daya. Tidak sedikit oknum aparatur dan non aparatur yang mencoba bermanuver agar terpilih sebagai Pj, termasuk dengan memanfaatkan pengaruh Dewan Adat Papua, walaupun banyak kalangan di Papua Barat Daya juga menilai manuver seperti ini akan menyebabkan Pj terpilih terkekang secara politik dan memiliki janji-janji/hutang politik atau “komitmen” yang disepakati dengan pengusungnya.

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent