Beragam tuntutan tenaga honorer

Beragam tuntutan tenaga honorer

JI-Jakarta. Ketua Forum Honorer K2 Provinsi Sulawesi Tenggara Andi Melyani Kahar mengatakan Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (SE MenPAN-RB) Nomor B/ISII IM SM.01.OO/2022 tertanggal 22 Juli memiliki nilai positif serta negatif.
Dia menyebut nilai positifnya adalah dengan pendataan itu mencegah masuknya honorer bodong.

“Saya mencermati lampiran yang ada di SE MenPAN-RB tersebut sangat detaul formatnya, karena kami diminta memasukkan nomor ujian saat tes CPNS 2013,” kata Sean, sapaan akrab honorer K2 tenaga administrasi ini kepada JPNN.com, Senin (1/8). Dengan format tersebut, Sean optimistis tidak akan ada honorer siluman yang mengaku K2, karena datanya sudah ada di Badan Kepegawaian Negara (BKN). Sementara, Sean menjelaskan, sisi negatifnya ialah syarat sumber gaji berasal dari APBN/APBD. Tertulis riwayat pekerjaan honorer dari tahun ke tahun yang bersangkutan kerja di mana saja.

Ada keterangan di bawah setiap tahun harus wajib melampirkan SK pengangkatan dan bukti pembayaran honorarium dari APBN/APBD, bukan dari pihak ketiga atau pribadi. “Bagaimana bagi honorer K2 yang pengajiannya bukan dari APBD,” ujarnya. Sean menyebutkan rerata honorer K2 baru mendapatkan insentif dari APBD setelah 2015 sampai sekarang.

Namun, ada juga honorer K2 khususnya di daerah terpencil yang masih digaji dari sukarelawan, karena anggaran daerahnya kecil. “Logikanya honorer K2 itu kan diangkat yang bekerja di instansi pemerintah dengan batas 1 Januari 2005 dan digaji bukan dari APBN atau APBD,” ujarnya.
Sean makin heran pada keterangan di bawah lampiran SE MenPAN-RB tersebut, tertulis wajib melampirkan bukti pembayaran gaji.
Kalau sistemnya seperti itu, lanjut Sean, jelas banyak yang bakal gugur dan tidak terdata lagi. “SE ini ada sisi baiknya, tetapi asli bikin bingung di format lampirannya,” ucapnya.

Dia berharap saat disosialisasikan ke daerah, BKN atau KemenPAN-RB bisa memberikan penjelasan kepada pejabat pembina kepegawaian (PPK) dengan detail. Jangan sekadar terbitkan SE lalu tidak ada penjelasan.
“Iya kalau kepegawaiannya paham format itu. Kalau enggak paham, bisa bahaya. Bisa-bisa banyak yang tidak terdata, kasihan teman-teman,” pungkas Sean.

Rencana pemerintah untuk menghapus honorer pada 28 November 2023 dibahas dalam rapat koordinasi nasional (Rakornas) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada 28 Juli.

Seluruh pengurus PGRI di semua tingkatan secara nasional meminta agar rencana pemerintah tersebut dibarengi pengangkatan aparatur sipil negara (ASN), baik PNS maupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

“Sebelum honorer dihapus, alihkan mereka ke PNS dan PPPK dengan memprioritaskan pengangkatan dari seluruh guru honorer yang ada,” kata Ketum Pengurus Besar PGRI Unifah Rosyidi di Jakarta, Jumat (29/7). Dia melanjutkan, dalam pengangkatan PPPK, pemerintah harus mengalokasikan gaji dan tunjangan dari APBN, dikarenakan kemampuan APBD yang terbatas. PGRI juga meminta pemerintah pusat dan daerah melakukan pemetaan serta kajian secara komprehensif tentang kebutuhan guru dalam jangka pendek, menengah.

Dalam proses perekrutan guru sebagai ASN, PGRI mendesak agar seleksi untuk honorer dibuat terpisah. Jangan digabungkan honorer dengan pelamar umum.

“Seleksinya harus dibuat terpisah dengan memprioritaskan guru honorer, mengingat kebutuhan akan tenaga guru sangat mendesak dan memerlukan penanganan cepat dan progresif,” tegasnya.

Unifah mengungkapkan keadaan darurat kekurangan guru dalam jangka waktu lama dan berlarut-larut dalam proses penanganannya sangat merugikan dunia pendidikan di tanah air.

Akselerasi peningkatan kualitas pendidikan sulit terwujud apabila pemenuhan jumlah guru dan peningkatan kualitasnya tidak segera terwujud. Unifah mengatakan, PGRI sejak lama mengharapkan agar pemerintah fokus pada tata kelola guru yang lebih substansial, komprehensif, dan berkelanjutan.

“Pemenuhan jumlah guru, distribusi, dan peningkatan kompetensinya harus menjadi perhatian utama pemerintah untuk segera ditindaklanjuti,” ucapnya.


Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) mendesak pemerintah segera menuntaskan pengangkatan honorer menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Saat ini, Indonesia sudah darurat guru ASN terutama yang berstatus PNS.
Sementara, rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang dialokasikan 1 juta orang belum terpenuhi dalam dua tahun terakhir ini. “Pemerintah jangan mengulur-ulur pengangkatan guru honorer menjadi ASN, baik PNS maupun PPPK,” kata Ketum PB PGRI Unifah Rosyidi di Jakarta, Jumat (29/7). Dia menyebutkan pernyataannya tersebut merupakan salah satu hasil rapat koordinasi nasional PGRI pada 28 Juli 2022.

PGRI mengingatkan pemerintah bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia memerlukan peran penting dunia pendidikan. Guru berperan sangat strategis dan sentral dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Guru adalah profesi yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Dia memaparkan, dari berbagai survei yang dilakukan banyak lembaga,terungkap bahwa para siswa merindukan sekolah karena bisa bertemu sesama teman dan guru. Para orang tua pun banyak yang menginginkan agar sekolah dibuka dan pembelajaran tatap muka kembali dilaksanakan. “Peran guru masih sangat dirindukan dan dibutuhkan dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan pendidikan,” ucapnya.

Lebih lanjut dikatakan Indonesia mengalami darurat kekurangan guru.
Hal itu bisa dilihat berdasarkan data yang pernah dirilis dalam RDP Komisi X DPR RI dengan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudistek) pada 2021 bahwa guru saat ini berjumlah 2.735.784.
Dari jumlah tersebut sebanyak 1.226.460 merupakan guru PNS dan 1.509.324 bukan merupakan guru PNS. Khusus untuk sekolah negeri jumlah guru adalah 2.063.230 terdiri dari 1.236.112 (60%) guru PNS, 742.459 (36%) guru non-PNS, 63.264 (3%) guru CPNS, dan 34.954 (1%) guru PPPK.
Jumlah itu, kata Unifah, masih kurang dari kebutuhan seharusnya jumlah guru di sekolah negeri yang seharusnya berjumlah 2.268.716.
Artinya, masih terjadi defisit guru sejumlah 947.945.

Kondisi itu makin diperparah jika memprediksi jumlah guru yang pensiun antara 2022 sampai 2024 ini diperkirakan mencapai 222.081 guru dengan rata-rata 74.027 guru yang pensiun setiap tahunnya.

Belum lagi melihat kemungkinan guru-guru mengalami mutasi, bahkan wafat sebelum masuk usia pensiun membuat laju penurunan guru makin menunjukkan disparitas jumlah dan penyebaran yang kurang merata di seluruh Indonesia.

“Jika ketersediaan guru mengalami kelambatan, bahkan tidak terpenuhi, maka bisa dipastikan akan terjadi stagnasi kualitas pendidikan di Indonesia,” tegas Unifah Rosyidi.

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent