Kebijakan Indonesia terkait konflik Rusia-Ukraina tidak membebek negara lain

Kebijakan Indonesia terkait konflik Rusia-Ukraina tidak membebek negara lain

JI-Jakarta. Di Medsos disebutkan bahwa Indonesia mengekor ke Barat terkait sikap mendukung resolusi konflik. Yang memutuskan pro dan kontra terhadap resolusi di PBB adalah Dubes RI di New York tentu dibawah arahan Menlu dan Presiden. Para diplomat berpatokan pada UUD 1945 yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia (sabda konstitusi/magic word), sehingga diplomat tidak dapat melenceng dari ini. Political notionnya adalah berkontribusi pada perdamaian dunia dengan prinsip kemerdekaan.

Demikian dikemukakan Dr. Darmansyah Jumala, SE, MA dalam diskusi bertema “Dampak konflik Rusia-Ukraina pada perekonomian dunia dan nasional RI” secara zoom di Jakarta (8/6/2022) seraya menambahkan mayoritas anggota PBB dalam voting mendukung resolusi konflik atau menyerang Rusia (141 negara), abstain (35 negara) dan against (5 negara yaitu Suriah, Rusia, Belarusia, Korut dan Eriteria), International and psychological mood adalah mengecam Rusia.

Menurut mantan Dubes Indonesia di Austria, Slovenia, Polandia, dan Wakil Tetap PBB ini, UU Nomor 37 Tahun 1999 pasal 3 yaitu bebas aktif sebagai asas legalitas. Sebelum pro atau tidak, kita memiliki mekanisme yaitu internal Indonesia sudah menetapkan prioritas yaitu penghentian kekerasan (cease fire), solusi damai melalui dialog dan bantuan kemanusiaan dapat disalurkan, ketiga prioritas merupakan turunan dari Pembukaan UUD 1945.

“Sikap Rusia atas sikap Indonesia mendukung resolusi konflik adalah adem-adem saja, dan tidak akan mempengaruhi persahabatan. Dampak ekonomi adalah normal. Bargaining Indonesia harus kuat. Jika bargaining tidak kuat, maka perlu dibentuk forum,” ujar lelaki kelahiran Palembang ini.

Menurut Darmasyah, power dan bargaining bukan satu-satunya syarat jadi mediator. Peran Indonesia di G-20 agar dicarikan mekanisme untuk mendamaikan Ukraina dan Rusia, dimana kedua negara ingin hadir di Bali. “Realitasnya perang masih berlangsung, apa mungkin Presiden kedua negara hadir di Bali,” ujarnya.

Sementara itu, pembicara lainnya Bagas Hapsoro mengatakan, penduduk Rusia menderita akibat sanksi ekonomi oleh negara-negara lain. Dampak pada dunia yaitu inflasi, gejolak pasar saham dll. Komoditas melambung, saham-sama melemah, harga Migas telah melonjak karena kekhawatiran pasolan, termasuk pangan/gandum, suku bunga naik dan pertumbuhan ekonomi melambat.

“Barat ingin Rusia kalah dan lumpuh. Sanksi ekonomi saat ini lebih berat untuk melumpuhkan Rusia dengan meningkatkan economic costnya. Rusia yang pertumbuhan ekonominya minus 7 sampai 15% akibat konflik dengan Ukraina. Rusia tergantung kepada Tiongkok dan 4 negara lainnya. Indonesia-Rusia perdagangan hanya 2 milyar dollar, Indonesia-USA (26 milyar dollar), Indonesia-Tiongkok (100 milyar dollar),” ujar mantan Dubes Indonesia Swedia dan Latvia ini.

Menurut Bagas yang menyelesaikan sarjananya di Universitas Indonesia, akibat konflik ini adalah mempengaruhi APBN terutama menaikkan subsidi LPG, BBM, minyak tanah, sehingga membuat dampak yang dahsyat. “Energi, pangan, komoditas dan pariwisata, harus diperhitungkan. Turis Rusia yang ke Indonesia juga sangat sulit untuk balik ke Indonesia,” ujarnya.

Bagas Hapsoro yang memperoleh Master di Amerika Serikat ini menegaskan, Indonesia bukan musuh Rusia dan Ukraina karena Menlu RI terus melakukan pendekatan agar konflik segera damai. Konflik telah mempengaruhi ekonomi global, sanksi ekonomi, ekspor kita terganggunya rantai pasokan, peredaan ketegangan konflik global, Indonesia adalah jangkarnya ASEAN.

Sedangkan, Tulus Tambunan mengatakan, dampak krisis Rusia vs Ukraina, maka jika terus terjadi maka akan seperti krisis Yonkipur tahun 1973 dengan kenaikan Migas karena selama ini mengimpor. Dampak lainnya yaitu inflasi, harga pangan dan Migas meningkat serta ekspor Indonesia turun akibat ekonomi Eropa semakin menderita. Wisatawan Eropa ke Indonesia kemungkinan berkurang.

“Dampak global pasokan gas alam dan bahan makanan menurun sehingga harga naik, distorsi perdagangan, sewa kapal mahal, ekspor berkurang dll. Bunga matahari di Belanda harganya sudah naik 100%,” ujar Profesor yang mengajar di Universitas Trisakti ini (Red).

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent