PENDIRI OPM BUKA SUARA, SEMUA BERAWAL DARI ‘ADU DOMBA’ BELANDA
Foto: Nicolaas Jouwe, sumber foto: Wikipedia
Sejarah mencatat cikal bakal lahirnya Organisasi Papua Merdeka (OPM). Ternyata berawal dari ‘adu domba’ pemerintah Belanda yang tak rela melihat Papua bergabung dengan NKRI.
Hal itu diceritakan langsung oleh mantan tokoh OPM, Nicolaas Jouwe. Ia adalah seorang pemimpin Papua yang terpilih jadi Wakil Ketua Dewan Nugini dan mengatur koloni Belanda di Nugini Belanda.
Sejak konferensi perundingan menyerahkan Irian Barat (kini Papua) ke Indonesia pada Oktober 1962, Nicolaas bertolak ke Belanda. Ia tak ingin kembali ke tanah kelahiran, sebelum masih terikat dengan Indonesia.
Hingga akhirnya ia mendapat kejelasan dari Presiden Amerika John F Kennedy, terkait silsilah cerdiknya Belanda menguasai Sabang-Merauke.
Belanda Bungkam dan Melarang Informasi Masuk Papua
Pada 17 Agustus 1945 yang diresmikan sebagai hari kemerdekaan Indonesia, di dalam sudah termasuk Irian Barat atau Papua. Tapi pemerintah Belanda berusaha membungkam informasi masuk ke sana. Mereka tak ingin orang Papua tahu bahwa Indonesia telah merdeka, termasuk mereka.
“Kemerdekaan itu sudah pernah diproklamasikan oleh Bapak Soekarno dan Bapak Hatta itu sudah termasuk Papua juga. Kami sama sekali tidak boleh bicara dengan orang luar negeri. Kami tidak boleh tahu kalau kami ini orang Indonesia. Belanda larang,” kata Nicolaas seperti dikutip dari laman Instagram akun @tnilovers18.Kabar Palsu untuk Membenci Indonesia
Tak berhenti di situ, Belanda membuat siasat supaya Papua dan Indonesia bermusuhan. Mereka mendoktrin bahwa bangsa Melayu itu berbeda dan tidak layak bergabung.
“Belanda bilang, ‘Kamu itu orang Papua, mereka itu orang Melayu. Itu bukan bangsa kamu’. Belanda sengaja bikin ngana supaya permusuhan kami dengan Indonesia itu timbul,” ungkap Nicolaas.
Selain itu, Belanda juga menjanjikan kemerdekaan pada Papua. Pembelotan itu dengan memancing penghuni asli di sana membuat organisasi militer baru.
“Saya harus mengaku bahwa Indonesia itu musuh. Pemerintah Belanda bilang bahwa, ‘Kamu akan merdeka nanti. Jadi kamu mesti dirikan militer sendiri’. Orang Papua didorong dan dipaksa untuk ambil bagian di organisasi,” terangnya.
Kedekatan Nicolaas dengan pemerintah Belanda, menjadikannya sebagai orang kepercayaan. Dibentuklah kelompok kecil yang awalnya bergerak sebagai sukarelawan, yang berujung organisasi militer kecil.
“OPM lahir bukan dari keinginan bangsa Papua. Tapi dari pikiran beberapa orang serdadu, semua orang Papua tidak tahu. OPM dibentuk oleh suatu golongan kecil, awalnya korps sukarelawan,” ujar Nicolaas.
Presiden Soekarno Minta Bantuan Amerika
Kepemimpinan Tanah Air di bawah Soekarno, ia merintis negara dengan apik. Tak tanggung-tanggung, demi menyatukan kembali Papua dari tangan Belanda, ia sampai bertandang ke Amerika.
Soekarno meminta tolong untuk mengembalikan Papua ke Indonesia. Sesuai dengan wilayah kekuasaan Hindia Belanda. Akhirnya tanggal 15 Agustus 1962 di New York, Belanda-Indonesia dihelat konferensi perundingan. Setuju bahwa kepulauan Papua kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi
“Presiden Soekarno bertemu rombongan ke Massachusetts, bertemu Presiden Kennedy. Lantas pertemuan itu menjadi pertemuan yang baik sekali. Presiden Kennedy bilang, ‘What can i do for you?’. Presiden Soekarno minta Irian dikembalikan ke kita. Lantas Kennedy perintahkan dia punya wakil, susun suatu rencana konferensi Indonesia-Belanda yang harus diakhiri dengan penyerahan kedaulatan dari Papua,” ucap Nicolaas.
Belanda Gencar Mengembangkan OPM
Berkat konferensi tadi, tanggal 1 Mei 1963 United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA) resmi menyerahkan wilayah Irian Barat (sekarang Papua) ke Indonesia.
Seraya masih tak terima dengan keputusan itu, Belanda kembali mengadu domba. Mereka menguatkan OPM, mendoktrin untuk membuat bangsa sendiri. Nicolaas termasuk tokoh besar di dalamnya.
“Justru karena politik Belanda yang tak mau lihat Papua masuk Indonesia dia jalankan suatu politik di luar kemauan bangsa. Mereka mau Papua bergabung dengan bangsa lain di Pasifik Selatan. Mereka meluaskan bangsa Papua dan menyiapkan lambang kebangsaan. Di antara lain saya ditunjuk untuk tanggung jawab bendera Bintang Kejora,” papar Nicolaas.
Kekuasaan Nusantara dari Sabang sampai Merauke
Semenjak Papua resmi masuk wilayah Indonesia, Nicolaas tak terima. Ia angkat kaki dan menetap di kota Delft, Belanda. Sebuah momen luar biasa baginya, berjumpa dengan Presiden Amerika John F Kennedy.
Pikiran Nicolaas menjadi lebih terang. Presiden Kennedy menceritakan awal mula Belanda datang, serta kelicikan yang disusunnya selama ini. Ditambah lagi, penjelasan aturan resmi mengapa Papua bisa masuk di dalam Indonesia. Karena masih di wilayah Sabang-Merauke.
“Kennedy bilang kepada saya, ‘Ya saya bisa ceritakan itu. Pada tanggal 24 Agustus 1828, pemerintah Belanda memerintahkan gubernur jenderal Hindia Belanda di Batavia, ambil itu Pulau Papua dengan satu proklamasi, terangkan itu daerah, masukkan kerajaan Belanda dan masukkan dalam sejarah Hindia Belanda’. Dengan kata lain, Hindia Belanda diperluas dari Sabang ke Merauke,” pungkasnya.
Di tahun 2010 akhirnya Nicolaas kembali ke tanah kelahiran dan menjadi WNI. Sebelumnya yang pro-kemerdekaan Papua, beralih menjadi pro-Indonesia. Sebelumnya di tahun 2008, kisah hidup Nicolaas Jouwe ditayangkan sebagai film dokumenter di Belanda. Mengenai sikap tegasnya yang menolak kedudukan Indonesia atas Papua Barat.(Merdeka)