AKSI KKB PAPUA BISA MASUK JERAT PIDANA TERORISME
Foto: KKB Papua, sumber foto: Suara.com
Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau separatis Papua terus meneror masyarakat. Kasus teror yang membuat situasi tegang di Papua ini masuk dalam jerat pidana aksi terorisme. Pengamat sosial politik, Universitas Pasundan Bandung, Tugiman, mengungkapkan aksi sadis dan brutal yang dilakukan oleh Separatis Papua berpotensi terjerat Pidana Terorisme.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 Jo Undang Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana terorisme. Kelompok separatis Papua telah melakukan sejumlah aksi teror sebagaimana dirumuskan dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana terorisme.
“Mengutip Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 , dikatakan bahwa terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, Iingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan,” katanya kepada wartawan, di Yogyakarta, Jumat (23/4/2021).
Bertolak dari hal tersebut kata dia, bahwa aksi-aksi teror yang dilakukan oleh KSP telah menimbulkan korban jiwa yang meluas, merusak fasilitas publik dan mengakibatkan kecemasan serta mengancam keselamatan dan keamanan masyarakat Papua dan Papua Barat.
“Tindak kekerasan yang dilakukan oleh Kelompok separatis Papua telah menimbulkan korban jiwa yang meluas, merusak pasilitas publik, mengancam keamanan dan keselamatan warga, membuat suasana mencekam dan mencemaskan serta mengancam stabilitas keamanan nasional,” ujarnya.
Tugiman melanjutkan, beberapa indikator tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh jaringan kelompok separatis Papua antara lain adalah pada tahun 2017, kelompok ini melakukan penyanderaan kepada sekitar 1.300 Warga Desa Binti dan Desa Kimbley, Kecamatan Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua. Kemudian, pada 3 Desember 2018 lalu, KKB melakukan pembantaian massal terhadap 31 pekerja PT Istaka Karya di Kali Yigi dan Kali Aurak, Kabupaten Nduga, Papua.
Para pekerja tersebut sedang melakukan kegiatan pembangunan jalan Trans Papua, sehingga mengakibatkan 24 orang meninggal dunia. “Selama 2019 -2020, KKB juga melakukan pembantaian dan pembunuhan terhadap puluhan personil TNI/Polri, dan melakukan penembakan terhadapi perawat pengangkut sipil serta berbagai aksi teror dan kekerasan bersenjata lainnya dengan korban warga sipil maupun aparat keamanan,” katanya.
Pada 8 Februari 2021, lanjut dia, KKB juga melakukan penembakan warga pendatang asal Makassar. Selain itu KKB juga melakukan aksi biadap menembak mati seorang guru di Kampung Yulukoma di Distrik Beoga Kabupaten Puncak.
Tidak berhenti di situ, KKB juga melakukan pembakaran rumah dinas Guru, bangunan SD Jambul, SMP 1 dan SMA 1 Beoga Kabupaten Puncak, melakukan pembunuhan terhadap guru honorer dan warga sipil lainnya. Begitu juga dengan kelompok yang mengatasnamakan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM) ini juga melakukan pembakaran Heli milik PT Ersa Air.
“Negara bisa menggunakan UU terorisme dalam hal ini karena Inti dari kegiatan terorisme adalah menyebarkan rasa takut dan cemas di tengah masyarakat untuk mencapai tujuan yang diinginkan, merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime Against Humanity), serta merupakan ancaman yang serius terhadap kedaulatan Negara, ini tinggal political will pemerintah untuk menyukapinya,” kata dosen yang juga mantan militer ini.(Inews)