TIDAK ADA PASAL YANG MENYATAKAN KALAU PANDEMI SEMUA PERSIDANGAN DARING

TIDAK ADA PASAL YANG MENYATAKAN KALAU PANDEMI SEMUA PERSIDANGAN DARING

Foto: Tangkapan layar webinar tentang “Persidangan Online HAERES, Ada Apa ?”, Minggu (21/03)

Menyoroti Perma no 4 2020, yang diundangkan September 2020. Perma ini memuat 2 hal Penting. Yaitu memuat bahwa persidangan dilakukan offline, dihadiri hakim, jaksa penuntut umum, terdakwa, baik didampingi atau tidak didampingi penasehat hukum. Kemudian juga menyatakan bahwa sidang bisa dilakukan secara elektronik atau daring. Yang harus dipahami, tidak ada pasal ini menyebut karena Pandemi maka sidang dilakukan online. Bunyinya persidangan elektronik, demikian dikatakan oleh pakar hukum pidana Muhammad Taufik, dalam webinar yang mengangkat tema “Persidangan Online HAERES, Ada Apa ?”, Minggu (21/03).

Perma tidak menggugurkan UU. UU menyebut pembuktian yang kuat adalah saat terdakwa atau saksi hadir di persidangan. Orang yang di BAP harus hadir. Premis mayor persidangan harus dilakukan. Lalu sikap jaksa dan hakim seolah menyatakan HRS benda mati. Jangan lupa terdakwa di persidangan belum dinyatakan bersalah. Dinyatakan bersalah kapan? Jika sudah sidang, ada pernyataan saksi, bukti, dan sudah diputus oleh hakim, jelas Taufik.

Vonis seseorang adalah putusan terakhir, HRS berlaku disparitas pidana. Hak seseorang di persidangan berbeda antara satu dengan yang lain. Bukan diskriminasi. Lihat bedanya dengan Gisel dan yang menghadirkan 2 polisi berbintang. Kalau alasannya Pandemi, ybs yakin hakim tidak membaca Perma secara utuh. Tidak ada pasal yang menyatakan kalau Pandemi lalu semua persidangan online. Ini disebut disparitas. Lalu mereka ini belajar darimana? Terang pakar hukum pidana tersebut.

HRS didatangi banyak jaksa berpakaian bebas, mencoba mendorong HRS dari kursinya. Ada perselisihan, dorong mendorong. Rekan ybs ditarik, seperti dipukul, HRS lalu marah. HRS bereaksi mengejar orang yang membawa rekan saya. Lalu HRS ikut dibawa secara paksa, ujar huasa hukum HRS Azis Yanuar

Ybs berpandangan kalau manusia bisa diajak bicara, mereka tidak bisa. Argumen dan surat-surat kita tidak digubris. Surat tentang keberatan persidangan online. Kita sudah sampaikan ke MA, Majelis Hakim, Ketua Pengadilan negeri. Banyak kejanggalan, ada satu yang krusial. Yaitu pihak jaksa hadir di ruang sidang online. Padahal di Perma pasal 2, sidang elektronik itu hakim, majelis hakim, hadir di ruang pengadilan dan penuntut umum hadir di ruang kantor penuntut umum. Jadi terdakwa yang hadir di rutan atau lapas didampingi penasehat hukum. Persidangan harus memperhatikan HAM, ungkap Azis.

Aktivis Gerakan Islam Ahmad Khozinuddin mengatakan bahwa Presiden ketika rakyat mengkritik malah tidak mau dengar. DPR perwakilan rakyat tapi arogan. Lalu ini di peradilan, tempat cari keadilan, bukan penghakiman, dan malah tidak dihadiri oleh yang dihakimi. Kita sama di muka hukum. Kita kan bicara nasib terdakwa. Tapi tidak dihadirkan karena alasan pandemi. Padahal aturannya tidak ada alasan Pandemi yang melatarbelakangi Perma no. 4 2020. Perma ini jalan keluar, bukan belenggu keadilan.

Persidangan ada karena terdakwa yang melakukan tindak pidana, untik cari kebenaran materil. Lalu baru majelis hakim memutuskan.

HRS bukan berstatus penjahat, utamakan asas praduga tak bersalah. Putusan tingkat kasasi. Ini masih ada banding. Kendalanya bukan bersifat pandemi, jangan gunakan pandemi sebagai alat untuk menzolimi rakyat, jelas Ahmad Khozinuddin, yang juga merupakan seorang advokad tersebut.(Red)

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent