SKB 6 MENTERI TIDAK MENJELASKAN DOSA HUKUM FPI
Foto: Narasumber webinar
Di Indonesia sebagai penganut negara demokrasi harusnya menganut rule of the law. Sebagai pilar demokrasi harus memiliki rule of the law, kemudian penegakan hukum, ada HAM. Akan tetapi yang kita saksikan, Pemerintah beberapa hari yang lalu telah menetapkan atau memberikan surat keputusan bersama pelarangan ormas FPI, ini kejadian kedua pasca dibubarkannya HTI. Sebagai negara hukum, Pemerintah seharusnya mengedepankan supremasi hukum. Sebagai ormas, FPI diatur oleh undang-undang ormas. Kalau memang menyimpang dari undang-undang ormas yang ada, biarlah hukum yang akan menentukan. Akan tetapi proses-proses hukum dilangkahi dengan adanya SKB 6 Menteri yang telah ditetapkan oleh Pemerintah, ujar Ketua LBH Pelita Umat Madura Verdi Sandiyanto, dalam webinar yang diadakan oleh Islamic Lawyer Forum Madura belum lama ini.
Dalam perspektif ketatanegaraan kita gunakan saja parameter bernegara yakni melanggar undang-undang. Apa yang dilanggar FPI? Dan pelanggaran ini harus dibuktikan oleh suatu proses atau bisa kita sebut Due Process of Law. Sehingga kalau FPI itu dibubarkan, berdasarkan misalkan putusan pengadilan nomor sekian, tentang ini yang amarnya mengatakan demikian, putusan pengadilan yang amarnya anggota FPI terlibat terorisme, ini tentu saja kita bisa anggap FPI punya dosa. Sementara kita bisa saksikan bahwa semua narasi, lata belakang alasan yang disampaikan Pemerintah melalui SKB 6 Menteri, tidak ada satu pun yang bernilai sebagai dosa hukum, jelas advokat muslim Ahmad Khozinudin
Menurut Prof. Dr. Suteki, tentang penegakan hukum di Indonesia, akhir-akhir ini memang ada kesan ekploitasi hukum untuk kepentingan politik. Dari sisi teori itu memang sangat memungkinkan, karena perkembangan kekuasaan itu ada yang perkembangan kekuasaan yang sangat represif, kemudian nanti juga sampai pada yang responsif. Dan ini nanti akan berakibat pada hukum yang dianut, misalnya akibat kekuasaan yang represif atau otoritarian, maka hukumnya juga represif. Ketika hukumnya represif, maka hukum itu hanya akan digunakan sebagai alat untuk melegitimasi kekuasaan.
Ulama Aswaja Jawa Timur K.H. Thoha Yusuf Zakariya mengungkapkan bahwa terkait dengan legalitas ormas, jamaah dakwah dalam pandangan Islam untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Ayat-ayat dan hadist ini sebenarnya merupakan legalitas ormas, legalitasnya partai dan legalitasnya jamaah dakwah. Partai dakwah, ormas dakwah, dan jamaah dakwah, legalitasnya itu ada didalam Al Quran dan hadist-hadist itu didalam menjalankan amar ma’ruf dan nahi munkar.
Setelah kita cermati kemana arah supremasi hukum yang saat ini sedang berl;angsung ini memang tidak bisa dipungkiri. Bahwa undang-undang tersebut adalah merupakan sebagai palu godam untuk membungkam dari aktitifitas-aktifitas ormas Islam. Jadi ormas-ormas Islam ada yang semacam keistimewaan dalam aktifitas ornas islam ini, yang tidak lain tujuannya adalah yakni berusaha untuk menjalankan ajaran Islamya. Ajaran Islam itu ketika mau diterapkan dalam kehidupan seorang muslim, itu dilindungi oleh undang-undang, terang ketua LBH Pelita Umat Korwil Jawa Timur Budiharjo