BERSIAP HADAPI PERTARUNGAN GEO POLITIK PERTANIAN

BERSIAP HADAPI PERTARUNGAN GEO POLITIK PERTANIAN

Foto: Ilustrasi, sumber foto: Tribunnews.com

By. Tyo Saputro

“Dari Sabang Sampai Merauke berjajar pulau-pulau sambung menyambung itulah Indonesia”. (Lagu Wajib Indonesia Karya R. Suharjo)

Cara sederhana mengenalkan Indonesia kepada generasi muda adalah dengan mengajak mereka mengetahui letak geografis dimana Bangsa dan Negara Indonesia berada, dari Sabang Sampai Merauke berjajar pulau-pulau yang sambung menyambung menjadi satu, itulah Indonesia. Di atas jajaran kepulauan ini Indonesia berdiri sebagai sebuah negara dan bangsa. Manusia-manusia Indonesia secara riil beraktifitas dari ekonomi, sosial, kebudayaan dan juga politik di atasnya. Sebuah negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lautan seluas 5,8 Juta kilometer persegi yang merupakan 75 persen dari keseluruhan luas permukaan nasional yang diakui Internasional. Dengan hanya menyisakan 25 persen adalah daratan terdiri dari pulau besar dan kecil kurang lebih 17.840 pulau dengan kekayaan vegetasi dan agrarianya yang meliputi darat laut dan udaranya. Di atas fakta geografi yang riil aktivitas politik terjadi dan selayaknya berbasis, dengan begitu geopolitik juga secara alami muthlak berlaku.

Geopolitik disini mengacu pada kaitan politik dengan kondisi geografis tempat aktivitas politik itu berjalan dan saling mempengaruhi. Geopolitik semakin jarang dibahas karena banyak oknum pemangku kebijakan (geograf, negarawan sipil dan militer) yang merahasiakan kaitan kondisi politik dengan kondisi lingkungan tempat tinggalnya (geografisnya) hal ini untuk menjaga kedudukan atau kewenangan jabatan resminya, sedang rakyat atau publik tidak tahu apa-apa atau sengaja dibuat tidak tahu. Contoh semacam ini pernah dilakukan rezim komunis Soviet dimana di sekolah tidak diajarkan peta bumi Rusia karena dianggap rawan bagi pertahanan Soviet (Daoed Joesoef: 2014: 30). Geopolitik mempercepat sikap tanggap terhadap segala sesuatu yang mengancam kepentingan nasional kita. Di ranah pemikiran tentang ketahanan nasional tentu ini sangat dibutuhkan.

Diantara kunci ketahanan nasional bagi khususnya Indonesia dan juga masih berlaku universal sesungguhnya adalah ketahanan pangan, air dan energi: food, water dan energy security. Indonesia sejauh ini tidak mengalami krisis air, kendati demikian tetap penting untuk bertindak bijak menjaga sumber air tetap bisa mencukupi, jaga debit air, hutan dan tidak boleh ada penguasaan sumber air oleh kepentingan modal privat karena tidak semata aspek bisnis tetapi juga yang lebih urgen adalah aspek pertahanan. Apalagi air adalah sumberdaya alam atau natural resources.

Adapun sektor energi sifatnya dinamis: bersumber dari alam dan energi terbarukan. Lebih terbuka bagi bisnis, problemnya karena energi mampu jadi kunci peradaban maka harus dalam kontrol negara agar tidak  menjadi kelemahan.

Sektor ketahanan pangan sangat urgent sebab langsung berkaitan dengan hidup matinya penduduk. Jika terjadi krisis pangan maka bisa dipastikan akan dengan cepat melahirkan krisis politik, krisis sosial dan keamanan negara hingga keruntuhan kekuasaan. Pangan merupakan sektor vital yang harus selalu dibawah kendali langsung negara, ia mewakili unsur vital logistik dalam kebijaksanaan ketahanan nasional dan perang.

Sekilas Melihat Kenyataan Obyektif Pertanian Kita

Dari hal yang sederhana dan keseharian dialami rakyat seharusnya begitu arus informasi utama didapati. Siapa yang tahu gelisahnya rakyat dan harapannya rakyat ia akan memenangkan pertarungan politik dan dukungan. Sembako kita banyak berasal dari impor, padahal termasuk komoditas yang semestinya bisa kita produksi seperti pajale atau padi jagung kedelai. Ironis karena semestinya kita sudah melampaui semua hal basic itu dan harus beranjak pada perdagangan pertanian lain misalnya rempah. Tentu ini bukan soal semata kepentingan bisnis sektor privat atau swasta melainkan sudah dalam level perhatian ancaman ketahanan pangan atau food security kita. Sehingga kebiasaan importasi komoditas yang kita sudah surplus perlu dihilangan. Sebagaimana surplus beras pada  tahun 2018 lalu dimana produksi beras nasional mencapai 33 juta ton sementara, tingkat konsumsi mencapai 29 juta ton. Komoditas pertanian lain yang berpotensi menguatkan eksistensi Indonesia perlu digenjot.

Indonesia sebagai negeri kepulauan yang agraris dan subur semestinya diunggulkan oleh alam untuk menguasai sektor pangan dan komoditas pertanian. Selain keunggulan SDA yang disediakan alam juga harus ada up grade kapasitas SDM unggul manusia pertanian Indonesia dengan kelengkapan skill ekonomi dan bisnis memanfaatkan kemajuan teknologi informasi yang berkembang.

Pemerintah perlu berbesar hati untuk tampil menjadi regulator dan fasilitator yang bijak agar rakyat mencapai keadilan dan kemakmurannya dengan geliat usahanya. Kelembagaan ekonomi yang mendukung tercapainya cita-cita rakyat meraih keadilan dan kemakmuran sebagaimana koperasi perlu bebas pajak karena ia sudah menjalankan fungsi sosial kerjasama dan demokrasi ekonomi sesuai amanat pendirian negara UUD 1945 pasal 33. Peran semacam itu perlu diberikan kemudahan insentif ekonomi dan dukungan politik negara. Sebab ia menjalankan fungsi perusahaan berwatak sosial yang kedepankan kerjasama, gotong royong dan berbagi keuntungan secara demokratis dan profesional. Dalam sisi yang lain stimulan ekonomi politik yang mendukung usahawan sektor pertanian perlu dibantu negara mengingat dampak ekonominya langsung pada petani/ pertanian.

Namun ironis tahun 2020 negara dengan potensi penguasaan sektor pertahanan dari sumberdaya pertanian seperti Indonesia justru harus mengalami krisis sumber daya manusia pertanian. Banyaknya fakultatif pertanian di universita-universita namun krisis petani perlu menjadi catatan kritis oleh negara. Bila perlu pemangku kepentingan negara memberikan warning atau peringatan keras akan membubarkan lembaga tinggi pendidikan yang mengajarkan pertanian namun tidak bisa kontribusi terhadap lahirnya SDM pertanian yang unggul di negara ini.Secara psikologis hal itu menjadi penting menunjukkan kehadiran negara.

Dari data Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) tahun 2020, saat ini diperlukan komunitas anak muda yang memiliki loyalitas dan integritas untuk memajukan sektor pertanian Indonesia secara modern dan berorientasi ekspor agar Indonesia menjadi negara agraris yang mandiri pangan. Menyedihkan sebagai negara agraris dengan banyak memilik fakultas pertanian jumlah pertanian milenial yang umurnya 19-39 tahun terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Dalam catatan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah petani milenial yang umurnya 19-39 tahun itu menurun terus, untuk contoh seperti tahun 2017 ke tahun 2018 ada penurunan kurang lebih 415 ribu petani milenial. 

Bersiap Hadapi Pertarungan Geopolitk Pertanian

Mengapa dalam tulisan ini saya pilih istilah geopolitik pertanian bukan pangan. Karena lebih mewakili aspek geografis negara Indonesia yang agraris. Selain itu pertanian juga utuh mewakili kultur Bangsa Indonesia, mencakup aspek ekonomi dan juga sangat berekses besar pada politik negara di Indonesia karena jumlah penduduk yang berkecimpung di sektor pertanian mencapai 87,50 persen di Indonesia yang terus mengalami penurunan dari 2017 sebesar 88,50 persen, tahun 2018 sebesar 88,27 persen (BPS: 2019). Mengapa isu sektor pertanian yang menyangkut lebih dari 2/3 penduduk Indonesia justru  kalah dengan isu SARA? Tentu karena sektor pertanian terabaikan. Padahal kalau kita kembali ke sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia petani adalah unsur utama dalam perjuangan. Bahu membahu antara prajurit dan petani menunjukkan kemanunggalan tentara dan rakyat dalam melawan penjajah. Tentu sedang ada yang salah jika salah satu unsurnya mengalami pelemahan pada gilirannya akan melemahkan negara.

Secara kritis wajib kita analisa, minimal menyuguhkan pertanyaan menggali (eksplanatori) mengapa isu dan politisasi SARA itu lebih ramai dan berhasil menjadi ancaman keutuhan nasional. Hal yang sangat tidak produktif untuk kemajuan Bangsa Indonesia. Situasi semacam ini adalah gejala kerawanan akut keselamatan nasional.

Sektor pertanian dan terutama unsur petani adalah unsur utama dalam keamanan pangan negara dan terutama sekali relevan dan berdampak besar bagi kuat atau lemahnya ketahanan negara. Bukan hanya dari sisi komposisi penduduk yang bermata pencaharian petani di Indonesia tetapi juga keberadaan aspek strategis sektor pertanian dalam menjamin terpenuhinya ketahanan pangan yang juga menjadi faktor kunci dalam ketahanan nasional.

Trend ke depan, paska pandemi Covid-19 yang telah berhasil mencipta resesi global dan “keterkejutan  atau gagap masa depan” banyak negara hebat sekalipun seakan penanda baru bahwa “everithing is possible” segala sesuatunya mungkin terjadi. Wajah dunia baru berubah. Negara-negara besar di dunia yang selama ini tampil seakan tak tersentuh kedigdayaannya nampak kusut tak berdaya hadapi Covid-19. Sebuah pendadakan strategis untuk dunia.

Kondisi global ini menjadi refleksi penting bagi pemikiran strategis negara agar bersiap bangkit sebelum mengalami pendadakan strategis baru lain misal terjadinya krisis pangan global akibat hal yang tidak terjangkau kapasitas teknologi dan akal kita misalkan akibat bencana alam global perubahan iklim ekstrim yang membuat kegagalan panen komoditas pangan. Sungguh ancaman nyata potensial di masa mendatang. Semestinya potensi ancaman itu menjadi peluang besar menaikkan kedigdayaan Bangsa Indonesia di mata dunia.karena kita agraris Akhirnya tulisan ini harus mengingatkan pentingnya kesadara keunggulan dan kelemahan kita dari alam dari posisi geografis Indonesia. “Mereka yang tidak mengenal konfigurasi hutan dan gunung, padang dan rawa tidak akan menggerak maju bala tentaranya” (Sun Tzu).

Disclaimer : Artikel ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent