SEMMI: “SATU TAHUN KEGAGALAN REZIM JOKOWI-MA’RUF”
Foto: Pengurus SEMMI, sumber foto: Ist
Sistem presidensial yang di anut Negara Republik Indonesia menghendaki presiden sebagai pemangku kepentingan tertinggi negara mengeksekusi kebjikan-kebijakan nasional. Presiden dibantu Wakil Presiden dan Menteri harus mampu menggerakkan roda pemerintahan sesuai amanat UUD NRI 1945.
Kita tahu bahwa pada 20 Oktober 2019, Jokowi dan Ma’ruf Amin mengambil sumpah untuk melaksanakan semua amanat rakyat sesuai konstitusi. Namun satu tahun berlalu kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf, masih banyak persoalan-persoalan fundamental yang tidak mampu di tuntaskan, sehingga kami Pengurus Cabang
SEMMI beserta seluruh kader SEMMI se-Jakarta Timur kemudian merangkum persoalan-persoalan tersebut
sebagai berikut :
Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf seperti mengabaikan dengan munculnya COVID 19 di Wuhan Cina pada awal tahun 2020 sehingga langkah-langkah untuk menghambat masuknya COVID 19 berupa Lockdown tak di hiraukan alhasilnya indonesia menjadi salah satu negara yang tingkat penularan virus Covid 19 termasuk paling tinggi di dunia.
Dari kecolongan inipun pemerintah berupaya untuk menanggulangi Covid 19 berupa, penyaluran bantuan berupa, sembako,Apd obat-obatan dan lain2 sehingga anggaran pendapatan belanja negara ( APBN ) pun terkuras habis.
“Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas” telah istilah paling kesohor dalam praktik penegakkan
hukum kita. Bagaimana tidak, seorang pencuri ayam (karena alasan ekonomi) dapat di vonis jauh lebih berat dari seorang pejabat yang menyalahgunakan uang negara dengan jumlah miliyaran rupiah. Penegakkan hukum yang tidak proporsional tersebut tidak hanya terjadi di tingkat Pengadilan Negeri saja, tetapi juga Pengadilan Tinggi hingga Mahkamah Agung. Fenomena ketidakadilan ini terus terjadi dalam praktik hukum di negeri ini.
Penegakkan hukum barbagai kasus di negeri ini sering kali mengingkari rasa keadilan, praktik peradilan sesat (unfair trial) kerap dipertontonkan oleh penegak hukum kita. Yang lebih ironis ketika anak seorang pejabat tinggi tersangka kasus tabrakan yang menewaskan dua orang tida di tahan oleh penyidik, yang mana sangat menyimpang dari Pasal 27 ayat (1) UUD NRI 1945, dimana semua orang berkedudukan sama di depan hukum (equality before the law).
Dalam amanat reformasi, pemberantasan korupsi menjadi satu variabel yang sangat penting. Keberhasilan meneruskan semangat reformasi sangat bergantung pada upaya pemberantasan korupsi.
Namun, 20 tahun setelah reformasi bergulir, upaya pemberantasan korupsi justru semakin menampakkan
wajah buramnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi terhegomoni oleh ralasi kekuasaan dan dibuat tidak berdaya. Akibatnya, tidak sedikit para koruptor kelas kakap yang upstand oleh tangan KPK. Pun banyak pelaku kasus mega korupsi yang pada akhirnya lepas dari jangkauan KPK. Artinya bahwa visi dan misi Jokowi-Ma’ruf dalam upaya pemberantasan korupsi gagal.
Di sisi yang lain, akibat dari paket rugulasi Omnibus Law yang di ajukan oleh Presiden, yang mana sebagian telah di paripurnakan, diantaranya klaster Cipta Lapangan Kerja, yang merugikan masyarakat, khususnya buruh dan mahasiswa (yang terkena dampak langsung).
Paket regulasi tersebut kemudian memangkas hak-hak buruh dalam menerima pesangon, Perjanjian Kontrak Kerja Waktu Tertentu (PKWT)yang tidak diberi batas waktu sampai kapan di angkat menjadi pekerja tetap, hak cuti kerja yang dikurangi sementara lembur di tambah, akses UMKM dibuka selebar-lebarnya sampai pemodal-pemodal besar pun ikut di dalamnya (karena tidak dibatasi soal peruntukan UMKM), serta pendidikan yang di komersialisasi.
Kerancuan dari paket regulasi Omnibus Law tersebut dipertegas oleh proses pembentukannya yang cacat secara formil/prosedur. Dimana setelah UU Cilaka tersebut di paripurnakan, belum ada satu dari empat naskah undang-undang yang terverifikasi sebagai undang-undang.
Disamping itu, aksi brutal aparat kepolisian terhadap para aktivis mahasiswa yang menyampaikan
aspirasi pada 8 Oktober yang lalu menunjukan batapa HAM masih dalam cita-cita saja. Pembungkaman terhadap hak menyampaikan pendapat di muka umum sebagaimana termaktub di dalam pasal 28 E ayat (3) UUD NRI 1945 tidak seharusnya terjadi. Apalagi represifitas itu dilakukan oleh aparat kemanan yang jelas-jelas tugas pokoknya adalah melindungan, mangayomi dan melayani masyarkat.
Dengan demikian, kami segenap kader SEMMI se-Jakarta Timur menyatakan sikap sebagai berikut :
1. Bahwa Jokowi-Ma’ruf gagal dalam melaksanakan amanat UUD Negara Republik Indonesia
tahun 1945.
2. Mengutuk keras pembentukan paket regulasi Omnibus Law hasil usulan Presiden.
3. Bahwa presiden harus segera mengeluarkan PERPPU pembatalan Omnibus Law.
4. Mengutuk keras brutalitas aparat keamanan dalam mengawal hak menyampaikan pendapat.
5. Bahwa Kapolri harus di evaluasi total, jika tidak harus mundur dari jabatannya.
6. Bahwa SEMMI se-Jakarta Timur akan terus mengawal semua praktik penyimpangan terhadap
sistem kenegaraan Indonesia.
7. Mendesak BPK RI untuk mengaudit anggaran COVID 19.
Gawi Yaur
Ketua Cabang SEMMI Jakarta Timur