SAID SALAHUDDIN : GUGATAN JUDICIAL REVIEW UU CIPTAKER PERLU SEGERA DIPERSIAPKAN

SAID SALAHUDDIN : GUGATAN JUDICIAL REVIEW UU CIPTAKER PERLU SEGERA DIPERSIAPKAN

Foto: Screenshot zoom webinar
“Judicial Review Omnibus Law : Untung Ruginya Bagi Buruh?”

Jakarta. Kalau ingin melakukan judicial review apakah elemen buruh ingin mengajukan gugatan formil dan gugatan materil, maka harus dilakukan berbeda gugatannya. Gugatan formil jika dimenangkan oleh MK berimplikasi dibatalkannya UU, namun preseden hal ini belum ada, sedangkan gugatan materil jika dimenangkan MK, maka hanya pasal yang diuji saja yang dibatalkan. Gugatan harus tetap dipersiapkan terutama kelengkapan alat bukti, agar gugatannya tidak ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).

Demikian dikemukakan Said Salahudin, SE, MH dalam webinar sarasehan setengah hari bertema “Judicial Review Omnibus Law : Untung Ruginya Bagi Buruh?” yang diadakan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di Jakarta (15/10) seraya menambahkan, judical review adalah proses pengujian undang-undang oleh lembaga peradilan. Legislative review adalah proses pengujian undang-undang oleh DPR dan Presiden untuk membatalkan sendiri UU yang dibuatnya. Sistem hukum kita memberi kewenangan kepada Presiden untuk membuat Perppu, dimana hal ini dilakukan dengan executive review.

Menurut Pengamat Hukum Tata Negara ini, UU Ciptaker baru selesai dalam tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan dan pengesahan material oleh DPR, sehingga UU Ciptaker ini belum tuntas.

“Sebaiknya pelaksanaan UU Ciptaker dimundurkan atau ditunda agar membuka ruang dialog antara pemerintah dengan elemen masyarakat lainnya. Kewenangan mengundurkan atau menunda pelaksanaan UU Ciptaker di tangan DPR RI dan Presiden, artinya walaupun diundangkan sekarang namun tidak langsung diberlakukan,” ujar Direktur Eksekutif Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA, red) ini.

Menurut Said, cara pembatalan dapat dilakukan dengan memohon kearifan Presiden dengan melalui executive review melalui dikeluarkan Perppu. Secara logis, langkah ini agak berat tapi karena Presiden terikat dengan sumpah jabatan untuk mengutamakan kepentingan rakyat, sehingga tidak apa-apa menerbitkan Perppu membatalkan UU Ciptaker, minimal dikeluarkan Perppu terkait 1 pasal dalam bab penutup, dimana kita meminta “pelaksanaan Ciptaker diberlakukan misalnya 10 tahun ke depan”.

“Jika Presiden tidak mau mengeluarkan Perppu, maka elemen buruh harus menekan DPR RI dengan membentuk UU baru yang ditujukan untuk membatalkan UU Ciptaker, hal ini disebut dengan legislative review. Menekan DPR RI itu boleh tapi jangan anarkis. Cara menekan DPR RI dapat melalui Partai Demokrat dan PKS dengan mengajukan legislative review melalui anggota-anggotanya menjadi inisiator sebagai bentuk dukungan yang konkrit,” ujarnya.

Selanjutnya Said menjawab pertanyaan dengan mengatakan, hakim MK ada 9 orang yaitu 3 orang dipilih DPR, 3 orang dipilih Presiden dan 3 orang dari MA, sehingga ada asumsi hakim MK yang dipilih DPR dan Presiden akan menolak judicial review UU Ciptaker. Komposisi hakim MK ini sudah ketentuan konstitusi. “Besar peluang judicial review diterima MK, karena banyak ujian material yang dibatalkan MK,” prediksnya (Wijaya)

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent