URGENSI PEMEKARAN WILAYAH DI PAPUA
Foto: Ilustrasi, sumber foto: Parstoday.com
Oleh : Erlangga Pratama *)
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian bertemu dengan MPR RI. Dalam pertemuan itu, mereka membahas soal Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) hingga pemekaran wilayah di Papua.
“Pertama adalah kelanjutan daripada UU Otsus terkait dana otsus dan tata kelola yang harus lebih baik ke depan dan sasaran yang harus lebih jelas dan lebih menyejahterakan masyarakat Papua,” ujar Bamsoet seusai pertemuan. Isu lainnya yang dibahas dalam pertemuan itu adalah soal pemekaran wilayah di kawasan Papua. Menurut dia, adanya pemekaran ini guna menyejahterakan masyarakat Papua.
“Isu soal pemekaran wilayah yang telah menjadi amanat UU 21 tahun 2001 jadi 5 wilayah nanti. Ini tujuannya adalah untuk lebuh fokus menyejahterakan rakyat Papua, karena Papua merupakan bagian tak terpisahkan dari Indonesia dan Indonesia bukan Indonesia tanpa Papua,” kata Bamsoet.
Selain itu, politikus G0lkar ini mengatakan ada pembahasan soal instruksi presiden (inpres) bagi pembangunan di Papua. Menurut Bamsoet, hal ini sedang disiapkan pemerintah.
“Inpres itu penting untuk pembangunan yang lebih terintegrasi, tidak sendiri-sendiri seperti sekarang, Kementerian Hukum dan HAM membangun ini, nanti terintegrasi sehingga pembangunan jelas tampak nyata dan dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat Papua,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Mahfud menegaskan tidak ada perpanjangan otonomi khusus Papua. Ia menekankan yang ada hanya terkait perpanjangan dana otsus Papua.
“Saya hanya memberi garis bawah, pertama, tidak ada narasi perpanjangan otonomi khusus Papua. Jadi otonomi khusus itu tidak perlu diperpanjang, tetap berlaku. Terkait RUU Nomor 21 tahun 2001 itu hanya akan direvisi pasal 34 yaitu perpanjangan dana otsusnya, bukan otonomi khususnya,” ungkap Mahfud. Mahfud juga menekankan adanya penambahan tiga daerah pemekaran di Papua. Menurutnya, itu tercantum dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
“Revisi juga akan dilakukan atau penegasan terhadap Pasal 76 tentang pemekaran daerah Papua yang rencananya dimekarkan menjadi 5, ditambah 3 dari yang ada sekarang. Karena itu ada lah amanat dari undang-undang,” ujar Mahfud.
Mahfud juga mengatakan pemerintah dan MPR RI bersepakat membentuk satu kaukus bernama For Papua. Nantinya, kata Mahfud, kaukus ini akan menjadi media komunikasi antara pemerintah dan masyarakat Papua.
“Kemudian ketiga kami bersepakat tadi untuk mengefektifkan hubungan komunikasi satu kaukus organ di MPR, namanya For Papua, yang terdiri atas wakil-wakil rakyat yang tergabung dari orang Papua Barat dan Papua di sini. Untuk mengkomunikasikan perbedaan pendapat, mendekatkan kembali hubungan yang mungkin masih belum jelas tentang berbagai isu itu dengan pemerintah,” jelasnya.
Menurut penulis, ada sejumlah urgensi mengapa pemekaran wilayah di Papua perlu dilaksanakan antara lain : pertama, pemerintah berniat baik untuk merespons usulan beberapa delegasi atau komunitas asal Papua yang bertemu dengan sejumlah K/L dan mereka menginginkan adanya pemekaran wilayah.
Kedua, untuk mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat sehingga gap pembangunan dan kesejahteraan dapat teratasi, dan hal ini jelas akan meningkatkan sense of belonging masyarakat Papua terhadap NKRI.
Ketiga, pemekaran wilayah adalah hak prerogratif pemerintah pusat khususnya yang dimiliki oleh Presiden, sehingga Kepala Negara dapat melakukan diskresi melakukan pemekaran dengan alasan untuk kepentingan strategis nasional yang harus dibaca sebagai kepentingan untuk “menghadirkan negara” di Papua.
Oleh karena itu, penulis juga merespons baik revisi UU Otsus Papua yang hanya ditekankan kepada 2 pasal saja yaitu pasal 34 dan pasal 76, dan sebaiknya pembahasannya nanti di tingkat K/L dalam proses pembuatan Surpres tidak diwarnai “kepentingan sempit” yang dapat mengganjal proses revisi, sehingga revisi UU Otsus Papua harus dapat selesai pada Desember 2020 atau selambat-lambatnya sebelum April 2020. Semoga
*) Penulis adalah pemerhati masalah Papua.
Disclaimer : Artikel ini menjadi tanggung jawab penulis. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai aturan pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis dan Redaksi akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang.