ASPEK INDONESIA: PP TAPERA, BEBAN BARU UNTUK RAKYAT
Foto: Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat, SE, sumber foto: Industry.co.id
Jakarta, 19 Juni 2020. Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) meminta Pemerintah untuk mengkaji kembali isi dan pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (PP Tapera), yang mewajibkan rakyat untuk membayar iuran Tapera sebesar 3 persen dari gaji bulanannya kepada Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Demikian disampaikan oleh Mirah Sumirat, SE, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) dalam keterangan pers tertulis Dewan Pimpinan Pusat ASPEK Indonesia (19/06).
ASPEK Indonesia menilai PP Tapera akan membebani rakyat karena iurannya yang bersifat wajib. Dalam Pasal 5 ayat (3) disebutkan “Setiap Pekerja dan Pekerja Mandiri yang berpenghasilan paling sedikit sebesar upah minimum wajib menjadi Peserta”. Bahkan dalam PP Tapera juga disebut bahwa Peserta adalah setiap warga negara Indonesia dan warga negara asing (WNA) pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
Mirah Sumirat mempertanyakan, buat apa mewajibkan WNA menjadi peserta Tapera? Padahal mereka tidak diperbolehkan memiliki rumah atau tanah di Indonesia? Apakah Pemerintah sengaja menyiapkan landasan hukum agar WNA di masa depan dapat memiliki rumah atau tanah di Indonesia?
Jika pertimbangan Pemerintah mewajibkan pekerja WNA karena mereka mendapatkan penghasilan di Indonesia, seharusnya bukan dengan mewajibkan WNA menjadi peserta Tapera, tapi bisa dilakukan dengan membebani pajak penghasilan yang lebih besar bagi pekerja WNA. Dari penerimaan pajak atas penghasilan pekerja WNA, Pemerintah tidak perlu mengembalikan pengembangan dana kepada WNA tersebut apabila mereka kembali ke negara asalnya. Sedangkan di PP Tapera, dana iuran Tapera yang terhimpun nantinya akan dikembalikan beserta hasil pemupukan selama WNA tersebut menjadi peserta, ketika mereka kembali ke negaranya masing-masing. Lantas Negara dapat apa dari iuran Tapera yang dibayarkan oleh WNA tersebut? Jangan jadikan BP Tapera sebagai lembaga investasi untuk WNA, karena tujuan Tapera adalah untuk perumahan rakyat, tegas Mirah Sumirat.
ASPEK Indonesia juga menyoroti tentang manfaat yang akan diterima oleh Peserta Tapera. Pasal 37 ayat (1) dan (2) PP Tapera menyebutkan bahwa pemanfaatan dana Tapera dilakukan untuk pembiayaan perumahan bagi Peserta, yang meliputi pembiayaan untuk pemilikan rumah, pembangunan rumah atau perbaikan rumah. Sedangkan untuk bisa mendapatkan pembiayaan perumahan, Peserta harus memenuhi persyaratan; mempunyai masa kepesertaan paling singkat 12 (dua belas) bulan; termasuk golongan masyarakat berpenghasilan rendah; belum memiliki rumah; dan/atau menggunakannya untuk pembiayaan pemilikan rumah pertama, pembangunan rumah pertama, atau perbaikan rumah pertama. Artinya, karena iurannya bersifat wajib sedangkan persyaratannya dibatasi maka akan ada Peserta yang tidak akan pernah bisa mendapatkan manfaat sesuai tujuan program Tapera ini. Tujuan program Tapera disebutkan untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan layak huni dan terjangkau bagi peserta. Ternyata tidak semua peserta akan dapat memanfaatkan pembiayaam perumahan ini.
Mirah Sumirat menegaskan, jika sifatnya wajib, maka program Tapera ini tidak layak disebut sebagai “tabungan” tapi lebih tepat disebut sebagai “pungutan paksa”. Jika program ini berbentuk tabungan, seharusnya bersifat sukarela bukan diwajibkan.
Selain itu, program Tapera ini tumpang tindih dengan program sejenis yang sebetulnya sudah ada di BPJS Ketenagakerjaan. Program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) perumahan untuk peserta BPJS Ketenagakerjaan merupakan salah satu program yang ada di empat program BPJS Ketenagakerjaan seperti Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian, Jaminan Kecelakaan Kerja dan Program Pensiun. Manfaat Program MLT BPJS Ketenagakerjaan, ada tiga program yaitu Fasilitas Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), Fasilitas Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMP) serta Pinjaman Renovasi Rumah (PRP).
Buat apa mewajibkan seluruh rakyat untuk menjadi peserta Tapera jika ternyata sudah ada program sejenis yang dapat dimanfaatkan oleh pekerja? Apalagi dalam situasi saat ini banyak pekerja yang di-PHK, dirumahkan tanpa dibayar upahnya, karena terdampak pandemi covid 19. Iuran Tapera sebesar 3 persen dengan perincian 0,5 persen dibayar oleh pemberi kerja dan sisanya sebesar 2,5 persen ditanggung oleh pekerja, akan menjadi beban baru bagi rakyat. Padahal pekerja sudah dibebani iuran BPJS Kesehatan yang semakin tinggi, iuran BPJS Ketenagakerjaan, Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21). Bahkan khusus untuk peserta mandiri, wajib menanggung iuran 3 persen dibayarkan sendiri, tutup Mirah Sumirat.