PENTINGNYA OMNIBUS LAW CIPTA LAPANGAN KERJA
Langkah Presiden Joko Widodo yang mengajak DPR untuk menerbitkan UU Cipta Lapangan Kerja, dalam konteks menjadi omnibus law, yaitu satu Undang-Undang yang sekaligus merevisi beberapa UU perlu didukung. Omnibus law cipta lapangan kerja akan memuat beberapa hal yang diatur (11 klaster) diantaranya adalah penyerdahanaan perizinan berusaha, kemudahan berusaha, pengadaan lahan, persyaratan investasi, dukungan riset dan inovasi, kemudahan proyek pemerintah, ketenagakerjaan, adminsitrasi pemerintahan, kawasan ekonomi, kemudahan dan perlindungan UMK-M dan pengenaan sanksi.
Tidak bisa dipungkiri bahwa kemudahan investasi, yang dampaknya adalah menciptakan lapangan kerja, masih terhambat dengan rumitnya perizinan yang berlaku di Indonesia. Hal ini juga terjadi bagi usaha-usaha baru yang dilakukan oleh pemula, yang terhambat oleh rumitnya birokrasi untuk prizinan.
Peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy menyebutkan bahwa hingga kini untuk mendapatkan izin usaha di Indonesia masih sulit (11/12/2018) menyebutkan bahwa yang mengungkapkan bahwa hingga kini untuk mendapatkan izin usaha di Indonesia masih sangat sulit, hal ini yang dihadapi para pemula dalam menjalankan usahanya.
Di sisi lain jika menyimak laporan Bank Dunia tentang Kemudahan Berusaha (Doing Business) 2019, posisi Indonesia masih belum menunjukkan hasil yang positif. Dalam laporan tersebut Indonesia turun satu peringkat dari 72 menjadi 73. Nilai tiap indikator dalam Kemudahan Berusaha yakni: Memulai Usaha atau Starting a Business (dari 77,93 ke 81,22), pengurusan perizinan mendirikan bangunan komersial atau Dealing with Construction Permit (66,08 ke 66,57).
Kemudian Pendaftaran properti atau Registering Property (59,01 ke 61,67), kemudahan memperoleh sambungan listrik atau Getting Electricity (83,87 ke 86,38), memperoleh pinjaman atau Getting Credit (65 ke 70), dan kemudahan penyelesaian proses kepailitan atau Resolving Insolvency (67,61 ke 67,89).
Indikator selanjutnta yaitu membayar pajak atau Paying Taxes (68,03), perlindungan terhadap investor minoritas atau Protecting Minority Investors (63,33), perdagangan lintas batas atau Trading Across Border (67,27) dan melaksanakan kontrak atau Enforcing Contract (47,23).
Omnibus law Cipta Lapangan Kerja adalah bentuk reformasi radikal yang akan dilakukan oleh pemerintah dengan inisiasi Presiden untuk mempermudah investasi dan kewirausahaan, dengan dampak yang diharapkan adalah lapangan kerja yang semakin luas bagi masyarakat.
Meskipun tujuan dari omibus law Cipta Lapangan Kerja adalah untuk mengundang investasi, meningkatkan kewirausahaan dan mempermudah masyarakat mendapatkan pekerjaan, namun tidak semua masyarakat melihat hal tersebut secara positif. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai unjuk rasa menentang omnibus law cipta lapangan kerja, terutama dari aspek ketenagakerjaan.
Salah satu pendapat dari kelompok buruh, Said Iqbal (KSPI) menyebutkan bahwa secara substansi, omnibus law cenderung merugikan kaum buruh. Said Iqbal berpendapat bahwa omnibus law tidak akan meningkatkan investasi, tetapi justru akan menurunkan tingkat kesejahteraan kaum buruh, sehingga mereka menjadi miskin. Penjelasan dari Said Iqbal adalah omnibus law hanya akan menghilangkan upah minimum, menghilangkan pesangon, outsourcing dan kontrak kerja yang bebas (fleksibilitas pasar kerja), hingga masuknya TKA yang tidak memiliki skill. Selain itu Said Iqbal juga menyoroti tentang persoalan hilangnya jaminan sosial, dan dihapuskannya sanksi pidana bagi pengusaha yang tidak memberikan hak-hak buruh.
Terkait dengan hal tersebut maka sebaiknya masyarakat terutama buruh tidak terburu-buru untuk berprasangka negatif terhadap omnibus law yang sedang disusun, namun pemerintah juga perlu mendengar suara-suara dari masyarakat. Mengingat omnibus law cipta lapangan kerja masih dalam penyusunan ada baiknya jika pemerintah melibatkan buruh melalui perwakilannya. Dengan pelibatan ini maka kelompok buruh bisa menyuarakan aspirasinya secara sehat serta mengkaji dengan kritis.
Melihat kerumitan peraturan di Indonesia yang memperpanjang proses dalam investasi dan kewirausahaan maka omnibus law cipta lapangan kerja yang terdiri dari sebelas klaster harus didukung. Pandangan negatif tentang omnibus law cipta lapangan kerja sebaiknya tidak disalurkan dengan aksi jalanan yang kontraproduktif namun disalurkan melalui kajian-kajian kritis sebagai masukan dalam penyusunan omnibus law.
*) Stanislaus Riyanta, mahasiswa doktoral Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia