Peran Intelijen Keamanan Polri di Era Industri 4.0
Memasuki era Industri 4.0, secara fundamental terjadi perubahan cara manusia berpikir, bertindak dan berhubungan satu sama lain. Disrupsi terjadi di berbagai bidang, tidak hanya teknologi, tetapi juga sosial, ekonomi, budaya, bahkan kejahatan. Selain beragai kemudahan, Industri 4.0 juga berdampak negatif, antara lain seperti adanya otomatisasi yang implikasinya terjadi pengurangan tenaga kerja manusia, eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, dan mudahnya penyebaran informasi termasuk hoax yang bisa menjadi sumber dari konflik di masyarakat.
Disrupsi di era Industri 4.0 terjadi juga pada model kejahatan dan gangguan keamanan. Berbagai kejahatan konvensional akan berkembang memanfaatkan teknologi. Tidak hanya itu, kejahatan luar biasa seperti terorisme, penyalahgunaan narkoba, dan korupsi akan ikut berubah memanfaatkan kemajuan teknologi. Perubahan model kejahatan dan gangguan keamanan ini tentu menuntut Polri sebagai institusi yang bertanggung jawab atas terpeliharanya keamanan dalam negeri, untuk ikut berubah.
Salah satu unsur dari Polri yang perlu menyesuaikan diri dalam era Industri 4.0 adalah intelijen. Fungsi strategis dari Intelijen Keamanan Polri adalah untuk melakukan deteksi dini atas ancaman dan gangguan keamanan. Deteksi dini tersebut dilakukan dengan pengumpulan bahan keterangan dan mengolahnya menjadi informasi yang digunakan sebagai pengambilan keputusan. Dalam berbagai hal, fungsi intelijen juga bisa digerakkan untuk melakukan pencegahan. Tindakan tersebut misalnya dengan melakukan penggalangan, kontra propaganda, dan cara-cara lain sesuai kaidah intelijen yang intinya adalah membatalkan niat seseorang atau kelompok tertentu untuk melakukan aksi kejahatan atau gangguan keamanan.
Untuk melakukan perubahan sesuai konteks tersebut di atas, maka perlu dipahami definisi dari intelijen tersebut. Prunckun (2010) menyebutkan bahwa intelijen mempunyai empat arti yaitu: (1) tindakan-tindakan untuk menghasilkan pengetahuan, (2) badan untuk menghasilkan pengetahuan, (3) organisasi yang menangani pengetahuan; dan (4) laporan serta uraian yang dihasilkan oleh proses atau organisasi[1]. Prunckun (2010) selanjutnya menjelaskan lebih detail definisi dari intelijen sebagai proses mempunyai serangkaian prosedur atau langkah yang membentuk suatu lingkaran atau siklus. Hal ini biasa disebut sebagai siklus intelijen (intelligence cycles).[2] Dalam siklus intelijen ini, Prunckun menjelaskan bahwa siklus terdiri dari tujuh langkah yang lima langkah awalnya merupakan fokus dari intelijen yaitu : direction setting; information collection; data collation; data manipulation and processing; dan data Analysis Kemudian lima siklus tersebut akan diikuti oleh dua langkah selanjutnya yaitu : report writing; dan dissemination to decision makers. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa intelijen adalah rangkaian kegiatan untuk mencari dan menganalisis data dan informasi, serta menyajikannya menjadi suatu produk intelijen yang berguna bagi pendukung pengambilan keputusan suatu organisasi.
Terkait dengan tugas untuk mencari dan menganalisis informasi yang berkaitan dengan ancaman gangguan keamanan, maka seiring dengan perkembangan zaman yang memasuki era Industri 4.0, Intelijen Keamanan Polri perlu melakukan berbagai upaya peningkatan kemampuan sebagai upaya perubahan. Salah satu upaya peningkatan kemampuan tersebut adalah dengan menguasai teknologi. Penguasaan teknologi ini tentu tidak hanya penguasaan yang biasa sebagai pengguna, tetapi harus lebih jauh hingga mampu mengendalikan dan memahami prinsip-prinsip dari teknologi tersebut. Dalam konteks terjadinya sebuah kejahatan dengan menggunakan teknologi, maka Intelijen Keamanan Polri harus mampu untuk melakukan patroli di ruang siber untuk melakukan deteksi dini dan cegah dini ancaman gangguan keamanan.
Kemampuan untuk melakukan deteksi dini dan cegah dini ancaman kejahatan yang menggunakan siber, mutlak dikuasi oleh Intelijen Keamanan Polri mengingat trend ancaman yang berubah seiring dengan perkembangan zaman di era Industri 4.0. Beberapa fakta menunjukkan bahwa kejahatan luar biasa berkembang karena didukung oleh teknologi, contohnya terorisme.
Model perekrutan kelompok radikal pelaku teror yang pada era sebelumnya dilakukan dengan tatap muka dan dalam ruang tertutup, saat ini sudah berubah. Kelompok radikal melakukan propaganda secara terbuka melalui bantuan internet. Dengan propaganda ini terjadilah proses radikalisasi secara mandiri, yang ditambah dengan tutorial untuk melakukan aksi teror, maka munculah bibit-bibit teroris yang siap melakukan aksinya secara mandiri, atau dikenal dengan lone wolf.
Kejahatan lain yang memanfaatkan perkembangan teknologi adalah penyebaran berita-berita bohong (hoax) yang didesain untuk tujuan tertentu termasuk untuk kepentingan politik. Beredarnya hoax cukup meresahkan masyarakat terutama pada saat kontestasi politik seperti Pilkada dan Pilpres. Hoax tersebut bisa memecah belah masyarakat sehingga terjadi polarisasi yang jika semakin kuat bisa memicu konflik horizontal.
Melihat ancaman kejahatan yang semakin berubah memanfaatkan kemajuan zaman, maka mau tidak mau Intelijen Keamanan Polri sebagai garda terdepan dalam pencegahan ancaman dan gangguan keamanan harus berbenah. Tuntutan zaman yang serba cepat dan sifat kejahatan yang semakin asimetris (dari segala arah), harus dimbangi dengan kemampuan personil dan sistem kerja yang modern, mengikuti perkembangan teknologi.
Era Industri 4.0 sudah tidak bisa ditunda atau dihindari, demikian pula dampak negatif serta ancaman dan gangguan keamanan yang terjadi. Intelijen Keamanan Polri yang mempunyai tugas pokok untuk melakukan deteksi dini dan cegah dini ancaman gangguan keamanan dalam negeri harus ikut berbenah dan berubah menyesuaikan perkembangan zaman.
Dengan kembali kepada hakekat intelijen serta penguasaan teknologi seiring dengan kemajuan di era Industri 4.0, maka diharapkan Intelijen Keamanan Polri mampu melakukan deteksi dini ancaman gangguan keamanan. Selain itu diharapkan Intelijen Keamanan Polri dapat melakukan pencegahan dengan cara tertentu sehingga membatalkan niat seseorang atau kelompok untuk melakukan aksi kejahatan atau gangguan keamanan. Peran vital Intelijen Keamanan Polri dalam deteksi dini dan cegah dini ancaman gangguan keamanan, terutama di era Industri 4.0 perlu menjadi perhatian serius.
*) STANISLAUS RIYANTA, alumnus S2 Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia, saat ini sedang menyelesaikan studi Doktoral di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia.
[1] Prunckun, Hank (2010), Handbook of Scientific Methods of Inquiry for Intelligence Analysis, Scarecrow Press, Inc, p 3.
[2] Ibid., p 4-5