Pembebasan Tanpa Syarat Abu Bakar Baásyir Melukai Perasaan Korban Terorisme
Pemerintah mengambil langkah yang mengejutkan dengan membebaskan Abu Bakar Ba’asyir. Walaupun dengan pertimbangan kemanusiaan seperti usia lanjut dan alasan kesehatan namun pembebasan tanpa syarat ini menjadi pertanyaan penting, mengingat Basyir belum saatnya bebas murni. Jika mengambil hak bebas bersyarat, Basyir tidak mau memenuhi salah satu syaratnya, yaitu taat pada Pancasila.
Ba’asyir dikabarkan menolak pembebasan bersyarat karena diwajibkan untuk menandatangi pernyataan taat pada Pancasila dan tidak mengulangi tindak pidananya. Berdasarkan Pasal 84 Permenkumham 3/2018, syarat ini diwajibkan untuk narapidana terorisme.
Keputusan pemerintah untuk membebaskan Ba’asyir tanpa syarat sangat aneh, mengingat Ba’asyir adalah napi terorisme yang sangat berpengaruh. Potensi ancaman radikalisme dan terorisme yang mungkin muncul sangat besar, apalagi Ba’asyir secara terang-terangan menolak untuk taat pada Pancasila.
Alih-alih berpihak pada korban aksi terorisme yang saat ini masih banyak yang menderita secara fisik dan psikis, pemerintah dengan alasan kemanusiaan justru tampak lebih berpihak pada Ba’asyir yang merupakan napi terorisme. Tentu saja tidak salah jika akhirnya publik menghubungkan ini dengan kepentingan politik terutama dengan adanya moment Pemilu 2019.
Padahal jika memang kemanusiaan yang akan menjadi isu utama, pemerintah dapat memberikan perhatian lebih pada korban terorisme, bahkan jika perlu menanggung biaya seumur hidup bagi korban yang cacat, dan biaya pemulihan hingga sembuh bagi korban lainnya.
Jika memang terpaksa harus memberikan perhatian kemanusiaan kepada Ba’asyir yang sudah berusia lanjut, maka tanpa mencederai Pancasila dan perasaan korban terorisme, pemerintah bisa memilih alternatif memindahkan Ba’asyir ke lapas yang terdekat dengan keluarga. Pilihan lainnya seperti menjadikan Ba’asyir sebagai tahanan rumah juga bisa dilakukan.
Akhirnya sangat penting bagi pemerintah untuk menunjukkan bahwa terorisme adalah kejahatan luar biasa yang harus ditanggulangi. Tentu saja caranya bukan dengan membebaskan tanpa syarat napi terorisme yang merupakan ideolog dan berpotensi menguatkan kembali paham radikal pada pengikutnya.
Radikalisme dan terorisme tidak bisa disepelekan.
*) Stanislaus Riyanta, pengamat terorisme