PSI Tolak Perda Syariah
Identitas sejatinya bukanlah sebuah variabel yang dalam dirinya selalu buruk bagi politik. Sebab tak mungkin ada sebuah komunitas politik, dalam skala apapun, yang tak memiliki landasan identitas tertentu. Ia menjadi persoalan ketika menjadi orientasi ideologis dan praksis politik yang melahirkan sikap-sikap anti demokrasi dan pengabaian terhadap kemanusiaan. Jika politik identitas melahirkan fanatisisme, kebencian, sektarianisme, bahkan sistem politik otoriter dan totaliter, maka ia harus ditolak dan dicegah. Apalagi di negara seperti Indonesia yang didirikan berdasarkan Pancasila dan Konstitusi, UUD 1945, yang diametral berlawanan dengan hal-hal tsb.
Di era globalisasi saat ini, kebangkitan dan pengaruh politik identitas juga bukan hanya terjadi di negara seperti Indonesia dan, fakanya, telah dan sedang berkecamuk, dengan berbagai ekspresinya, di berbagai negara di dunia, termasuk negara-negara maju. Itu sebabnya sikap waspada, kritis, dan proporsional perlu dimiliki oleh seluruh penyelenggara negara dan waganegara RI agar masalah politik identitas dapat dikelola dengan efektif dan diarahkan secara positif bagi bangsa dan negara.
Berangkat dari pandangan di atas, saya memandang sikap politik PSI sebagai salah satu perwujudan upaya mengajak BERFIKIR & BERWACANA politik, terkait pengelolaan politik identitas, yang substantif bagi masa depan NKRI. Dengan menyodorkan platform politik berupa menolak Perda Syariah, partai ini menawarkan wacana dan aksi politik yang menurutnya mampu menjawab dan menghadapi dampak negatif politik identitas di negeri ini. Platform politik ini tentu masih harus diuji di ruang publik dan dalam politik elektoral, apakah akan mendapat dukungan atau tidak.
Upaya PSI tentu bukan tapa resiko politik, baik massa maupun elektoral. Salah satunya adalah KRIMINALISASI terhadap PSI melalui tuduhan penistaan terhadap agama, salah satu strategi stigmatisasi politik yang acap digunakan di negeri kita saat ini. Resiko seperti ini mau tak mau harus dihadapi PSI dengan segala macam strategi dan taktik. Tetapi reaksi negatif tersebut juga merupakan indikasi bahwa platform politik PSI tsb membuat gerah pihak-pihak yang selama ini berkepentingan dan/ atau diuntungkan oleh kehadiran dan berkembangnya politik identitas. Langsung maupun tak langsung rakyat Indonesia akan bisa menyaksikan dan menilai sendiri bagaimana partai baru tersebut memperjuangkan idealisme serta platform politik yang ditawarkannya.
Akankah PSI sukses dalam Pileg 2019 dengan platform tersebut? Kita lihat saja bagaimana konsistensi dan persistensi para kader partai dalam memerjuangkannya di ruang publik. Setidaknya saya mengucapkan: “BRAVO PSI!” atas ketegasan dan keberaniannya menjebol stagnasi dan letargi politik dengan menawarkan platform politik yang substantif ini.