Drama Ratna Sarumpaet Mengancam Elektabilitas Prabowo-Sandi

Drama Ratna Sarumpaet Mengancam Elektabilitas Prabowo-Sandi

Dalam beberapa hari ini pemberitaan di media massa dan konten media sosial ramai oleh dugaan kasus penganiayaan aktivis Ratna Sarumpaet. Tokoh yang sekaligus bagian dari Tim Kampanye pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tersebut, mendapat pembelaan yang sangat berapi-api dari beberapa tokoh politik kelompok oposisi.

Namun publik banyak yang melihat kejanggalan pada kasus Ratna Sarumpaet. Sebagai aktivis yang terkenal pemberani, sangat aneh ketika terjadi penganiyaan dan lebih dari 10 hari peristiwa Ratna Sarumpaet tidak melakukan pengaduan kepada polisi. Ratna Sarumpaet yang terkenal sangat vokal dan kritis justru diam atas kasusnya. Hal inilah yang membuat publik termasuk Polri mencari tahu fakta-fakta yang sebenarnya terjadi.

Ratna Sarumpaet yang sebelumnya mengaku dianiaya orang di Bandung  dipatahkan pernyataannya oleh Polda Metro Jaya yang menyatakan bahwa pada tanggal 21-24 September 2018 Ratna Sarumpaet tidak berada di Bandung tetapi berada di RS Khusus Bedah Bina Estetika. Bukti yang diperoleh Polri cukup valid seperti rekaman CCTV dan dokumen registir rawat inap, bahkan pembayaran yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet.

Polda Jawa Barat juga telah membuktikan bahwa pernyataan tentang Ratna Sarumpaet dikeroyok di Bandung pasca konferensi sangat lemah. Penelusuran Polda Jabar bahwa tanggal 21 September 2018 tidak ada konferensi yang melibatkan orang asing, selain itu di sekitar bandara tidak ditemukan kesaksian pengeroyokan, bukti manifes penerbangan juga tidak diketemukan. Seluruh rumah sakit di Bandung dan Cimahi juga tidak ditemukan adanya kedatangan Ratna Sarumpaet. Akhirnya sore ini 3/10/2018, Ratna Sarumpaet mengaku bahwa dia berbohong terkait penganiayaan.

Kebohongan Ratna Sarumpaet ini tentu sangat menampar para politisi papan atas yang telah dengan semangat berapi-api membela dan pasang badan. Politisi pembela Ratna Sarumpaet yang didominasi oleh politisi di kubu capres Prabowo Subianto tersebut tentu bisa kehilangan kepercayaan dari publik karena membela Ratna Sarumpaet yang telah berbohong. Selain itu, emosional para politisi dalam pernyataan sebelumnya menunjukkan bahwa mereka tidak cermat.

Peristiwa ini akan menjadi salah satu faktor penurun elektabilitas Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengingat Ratna Sarumpaet adalah salah satu tim kampanye Prabowo-Sandi. Selain itu para politikus pembela Ratna Sarumpaet sebagian besar adalah bagian dari TKN Prabowo Sandi. Jika peristiwa ini disebut sebagai upaya propaganda yang mengarah pada playing victim, maka propaganda tersebut gagal total dan akhirnya menjadi bumerang bagi Prabowo-Sandiaga.

Jika Prabowo-Sandi tidak ingin elektabilitasnya turun drastis gara-gara gagalnya propaganda Ratna Sarumpaet, maka sebaiknya para politisi dan Ratna Sarumpaet sendiri meminta maaf, terutama atas pernyataan yang mendeskreditan dan menuduh pihak lain sebagai pelaku penganiayaan. Walaupun kepercayaan publik akan sulit dibangun kembali. Selain itu para politisi juga harus berterima kasih kepada Polri yang telah mengungkap dengan cepat sehingga potensi-potensi hal negatif dapat dicegah. (*)

*) Stanislaus Riyanta, pengamat politik, tinggal di Jakarta

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent