Keputusan MK Dihormati Pihak yang Bersengketa, Demokrasi Semakin Matang

Keputusan MK Dihormati Pihak yang Bersengketa, Demokrasi Semakin Matang

Pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 yang terselenggara pada 9 Juli 2018 di 17 Provinsi, 39 Kota dan 115 Kabupaten berlangsung aman dan kondusif, namun terpantau sebanyak 71 kasus perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah yang masuk terdaftar ke Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya, dari 71 gugatan perselisihan hasil Pilkada 2018 yang diajukan ke MK, hingga 17 September 2018, termonitor sebanyak 4 gugatan yang diterima oleh MK dengan rekomendasi agar dilaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) ataupun perhitungan suara ulang.

Adapun sengketa Pilkada yang diterima gugatannya oleh MK, yakni Pilkada Timor Tengah Selatan, NTT, MK memutuskan agar dilaksanakan perhitungan surat suara ulang; Pilkada Sampang, Jatim, MK memutuskan agar dilaksanakan perhitungan surat suara ulang; Pilkada Deiyai, MK memutuskan agar dilaksanakan perhitungan surat suara ulang; Pilkada Kota Cirebon, Jabar, MK memutuskan agar KPU menggelar PSU di 24 TPS yang tersebar di empat kecamatan di Kota Cirebon, paling lambat 30 hari kerja setelah dibacakan putusan oleh Hakim MK dan Pilkada Gubernur Maluku Utara.

Meskipun secara umum, proses pelaksanaan sidang sengketa Perselisihan Hasil Pilkada 2018 di MK berjalan dengan aman dan lancar, namun dengan adanya putusan MK yang memerintahkan untuk dilaksanakan PSU yang saat ini termonitor di 4 wilayah masih berpotensi menimbulkan residu konflik Pillkada yang berpotensii dimanfaatkan oleh kelompok kepentingan, terutama dalam tahapan Pemilu 2019.

Karena itu, permasalahan tersebut perlu menjadi atensi bagi seluruh stake holder terkait agar memastikan pelaksanaan PSU di wilayah tersebut dapat berjalan aman dan demokratis, serta meminimalisir kecurangan yang dapat memicu ketidakpuasan dari pendukung Paslon, sehingga dapat mengganggu situasi Kamtibmas Nasional, khususnya di wilayah Kabupaten Paniai, Papua maupun Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT. Selain itu, seluruh stakeholder penyelanggara Pilkada, khususnya jajaran KPU dan Bawaslu setempat bersama dengan Pemda setempat agar menyiapkan penyelenggaraan PSU di wilayah tersebut, terutama terkait dengan ketersediaan anggaran operasional.

Yang menggembirakan adalah pihak yang bersengketa dalam Pilkada 2018 ternyata lebih memilih jalur hukum untuk menyelesaikan “dispute” diantara mereka, dibandingkan melakukan aksi unjuk rasa dengan mengerahkan massa dalam jumlah besar yang rawan menimbulkan gangguan situasi Kamtibmas.

Yang menarik lainnya adalah ternyata para hakim di Mahkamah Konstitusi dapat menjalankan tugasnya secara proporsional, profesional dan netral, sehingga keputusannya dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa, atau dengan kata lain keputusan MK yang bersifat final dan mengikat dapat direalisasikan, sehingga hal ini merupakan salah satu indikasi perkembangan demokrasi yang semakin matang. Fenomena yang menggembirakan ini juga terjadi di beberapa wilayah di Papua, dimana mereka yang bersengketa dapat menerima keputusan MK. Ke depan, demokrasi Indonesia akan semakin matang, jika Pileg dan Pilpres 2019 berjalan dengan aman, damai dan demokratis tanpa kecurangan.

*) Dewinta Ayuningtyas, Pemerhati masalah Indonesia. Tinggal di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent