DARI WASHINGTON KE MAKO BRIMOB

DARI WASHINGTON KE MAKO BRIMOB
Oleh : Muhammad Rusli Malik
Tanggal 8 Mei malam, portal-portal berita dan dunia medsos di Indonesia tiba-tiba diserbu oleh berita tentang kerusuhan di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua Depok. Para tahanan teroris mendobrak sel mereka, merebut senjata dan amunisi lalu menyandera dan membunuh beberapa orang petugas.
Dikabarkan bahwa suasana di lokasi dan sekitarnya mencekam.
Besoknya pihak Kepolisian merilis berita bahwa total korban meninggal ada 5 orang. Semuanya anggota polisi. Ada yang ditembak dari jarak dekat. Ada yang ditebas lehernya. Satu orang lagi masih disandera oleh tahanan teroris tersebut.
Pada tanggal yang sama, di Gedung Putih, Washington, Donald Trump menyampaikan pidato penting dan bersejarah: _”I am announcing today that the United States will withdraw from the Iran nuclear deal,”_ (hari ini saya mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan menarik diri dari perjanjian nuklir Iran).
Pidato itu penting, karena perjanjian setebal 109 halaman yang lebih dikenal dengan JCPOA _(Joint Comprehensive Plan of Action)_ itu ditandatangani oleh lima negara pemegang saham PBB bersama Jerman (P5+1), Uni Eropa dan Iran, setelah melalui negosiasi yang panjang, alot, dan melelahkan. Dan bersejarah, karena inilah pertama kalinya ada negara penandatangan perjanjian multilateral menarik diri secara sepihak, tanpa adanya pelanggaran sedikit pun dari pihak Iran yang menjadi subjek perjanjian itu.
Lalu kenapa Trump menarik Amerika keluar dari perjanjian itu? Agaknya ini menjadi mudah terjawab jikalau pertanyaannya diubah: Kenapa Trump yang terpilih jadi Presiden sementara banyak _polling_ yang mengunggulkan Hillary Clinton?
Jawabannya: Karena Zionis, Israel, dan Neocon yang paling terpukul dengan kekalahan ISIS dan milisi-milisi teroris bersenjata di Irak dan Suriah. Dan mereka tahu persis bahwa kekalahan itu adalah karena keterlibatan Iran dan Hizbullah. Itu sebabnya Amerika, Inggris, dan Perancis baru-baru ini menyerang Damaskus sebanyak 103 rudal untuk menggagalkan kemenangan pemerintah Suriah atas Ghouta Timur yang dihuni oleh ribuan milisi bersenjata piaraan Washington dan Israel. Hal yang sama dilakukan beberapa kali oleh Angkatan Udara Israel terhadap beberapa target di dalam wilayah kedaulatan Suriah yang dituduh sebagai pangkalan militer Iran.
Karena kekalahan ISIS dan milisi-milisi teroris bersenjata itu semakin memperkuat dan memperluas pengaruh Iran di kawasan, maka negeri Mullah itu tak boleh dibiarkan hidup terlalu lama. Menggunakan tangan Saddam Husein dulu, gagal. Membuat beberapa kali kerusuhan dalam negeri, tak berhasil. Menyusupkan Alqaidah dan ISIS melalui perbatasan Afghanistan, tak pernah sukses. Embargo dan sanksi ekonomi berpuluh tahun juga tak mempan. Iran tetap maju pesat di segala bidang.
Tinggal satu pilihan yang tersisa: Perang langsung dengan Iran. Jika tidak, kepentingan Amerika di Timur Tengah dan eksistensi Israel bakal terancam. Netanyahu bilang, sekarang adalah saat yang tepat untuk menghajar Iran. Mumpung Suriah, sekutu utamanya, masih porak-poranda.
Untuk itu peran seorang Trump–yang konon _morally unfit_–sangat dibutuhkan. Karena kalau Hillary, tidak mungkin mau cabut dari JCPOA. Sementara genderang perang hanya bisa ditabuh setelah tak terikat lagi dengan klausul-klausul dalam perjanjian itu.
Sayangnya, pengumuman Trump itu tak begitu berdengung di Indonesia. Karena pada saat yang sama, puluhan tahanan teroris di Mako Brimob merebut senjata dan membunuh dengan sadis aparat kepolisian yang sedang bertugas. Perbuatan mereka mengingatkan kita pada kesadisan ISIS dan milisi-milisi teroris bersenjata lainnya di Irak dan Suriah
Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent