Rachmawati Soekarnoputri : Kebijakan Yang Diambil Presiden Saat Ini Sering Membodohi Rakyat
Untuk itu kriteria yang utama dalam memilih Presiden harus pro dengan rakyat. Jangan seperti yang saat ini, kebijakan yang diambil saya anggap hanya membodohi rakyat. Jangan hanya bisanya bagi-bagi sepeda dan sembako.
Demikian dikemukakan Rachmawati Soekarnoputri dalam dialog kebangsaan bertema “2019 Presiden Harapan Rakyat” yang diselenggarakan Gerakan Cinta Negeri di Jakarta belum lama ini seraya menambahkan, untuk memilih Presiden kriteria yang harus kita pilih adalah, tentu saja saya berkaca kepada Presiden pertama Indonesia yaitu Bung Karno, beliau selalu mengatakan bahwa
beliau lebih ingin dijuluki sebagai sang penyabung lidah, artinya semua kebijakan yang diambil oleh Presiden harus pro dengan rakyat.
“Saya tadi pagi membaca perihal kasus BLBI yang mana Ketua KPK mengatakan bahwa kebijakan itu tidak dapat dikriminalisasi, ini yang membuat kita sangat keblinger. Untuk apa kita memilih pemimpin tapi tidak mau dikritik ataupun dikoreksi. Dan koreksi harus dilakukan dengan hukum. Untuk 2019 kalo ingin mencari pemimpin yang amanah jangan lagi pilih yang saat ini sedang berkuasa,” ujar anak kandung Bung Karno tersebut.
Menurut adik kandung mantan Presiden RI, Megawati Soekarnoputri ini, kebijakan yang saat ini sudah sangat tidak pro dengan rakyat dimana kita masih banyak mengimport dari luar negeri, padahal negeri kita sangat kaya dengan berbagai sumber daya. “Pesan saya 2019 jangan sampai salah memilih Presiden,” tegas Rachmawati Soekarnoputri.
Sementara itu, Letjend. (Purn) Syarwan Hamid mengatakan, sejak dari 7 bulan lalu saya tersentak dimana pemerintahan saat ini ingin meminta maaf kepada PKI, saya marah besar. Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri bagaimna PKI telah menganiaya dan membunuh tujuh jenderal. “Ini merupakan salah satu pembiaran yang dilakukan oleh pemerintahan saat ini terhadap kebangkitan PKI, malah justru orang-orang yang melawan terhadap PKI dikriminalisasi,” ujar mantan Kassospol ABRI ini.
Menurut mantan Mendagri di era Orde Baru ini, pembiaran yang kedua adalah adanya tenaga kerja China yang saat ini masuk dengan mudah ke Indonesia. Saya dulu 8 tahun di intelijen dan sudah 3 kali pendidikan intelijen. “Saya yakin buruh-buruh yang mereka kirim ke Indonesia adalah orang-orang yang yang terlatih. Dan ini membuktikan bahwa penguasa saat ini pro dengan
investasi China,”tegasnya.
Menurut pensiunan tentara bintang tiga ini, saat ini bangsa kita telah menuju kehancuran, dimana Presiden saat ini tidak bisa dikontrol MPR juga sudah tidak bisa mengkotrol Presiden. Saat ini yang bisa mengkontrol Presiden adalah kita sebagai rakyat Indonesia. “Sudah sangat besar sekali ancaman bahaya China terhadap Indonesia dan ancaman ini nyata,” ujar lelaki
asal Riau ini.
Pembicara lainnya, Laksamana (Purn) TNI Tedjo Edhi mengatakan, kita kembali kepada tahun 45 ketika Indonesia diplokamirkan dan UUD 45 sebagai sebagi landasan Bangsa Indonesia, dan sudah beberapa Presiden sampai saat ini, dan mereka juga mempunyai program kerja masing-masing.
“Saya tidak ingin membicarakan kejelekan dari Pemerintahan saat ini karena saya juga pernah berada di Pemerintahan saat ini. Bicara mengenai tenaga kerja dari China awalnya program adalah ingin memberikan devisa bagi Indonesia. Namun saat itu tidak sebebas ini dan saya juga sudah memberikan masukan kepada menteri Ekonomi bahwa kebijakan ini membahayalan keamanan
bangsa. UUD saat ini apakah masih sebagai landasan negara RI karena sudah 30% UUD 45 yang saat ini sudah berubah. Dan akapah kita tetap harua tunduk, ini adalah permasalahan saat ini,” ujar mantan Menko Polhukam ini.
Menurut Tedjo Edhi, demokrasi saat ini bukanlah merupakan tujuan dari Indonesia, tapi demokrasi saat ini hanya menjadi alat bagi pemimpin negara. Filosofi seorang pimpin adalah harus bisa memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya, bukan terbalik justru rakyat yang memberikan kesejahteraan bagi pemimpin. “Karena dirubahnya UU 45 yang berbunyi Presiden RI tidah harus berasal dari Indonesia, dan saat ini sudah banyak beredar baliho-baliho calon presiden yang berasal dari Turki, ini sangat menghina bagi rakyat
Indonesia,” ujarnya.
*) Bayu Kusuma, pemerhati masalah Indonesia. Tinggal di Jakarta Selatan