Menyoal Lembaga Survei Dan Beredarnya Konten Provokatif Di Medsos
Lembaga survei berperan penting dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap Paslon, terutama bagi masyarakat yang belum menentukan pilihannya. Dalam kerangka tersebut, lembaga survei memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Pilkada.
Sementara terkait hasil polling media massa dan masyarakat yang dilakukan di Kota Samarinda, Kaltim, menunjukkan kelengahan para pihak, karena polling elektabilitas dapat “direkayasa” menjadi instrumen politik untuk mengarahkan dan memobilisasi dukungan massa untuk meningkatkan elektabilitas Paslon (pasangan calon, red) tertentu serta rentan menyesatkan karena hasilnya belum tentu merepresentasikan pilihan mayoritas masyarakat.
Keberadaan lembaga survei dalam penyelenggaraan Pemilu selain merupakan bentuk partisipasi positif akademisi dalam mendorong penyelenggaraan Pemilu yang modern, namun di sisi lain juga dikhawatirkan dapat membentuk opini masyarakat sebelum hasil Pemilu diumumkan secara resmi. Untuk itu, perlu dilakukan pengawasan secara ketat agar keberadaan lembaga tersebut tidak dimanfaatkan oleh kelompok pendukung Paslon tertentu, sehingga dapat mengganggu penyelenggaraan Pilkada yang kondusif.
Disisi lain, polling tingkat elektabilitas Paslon dalam Pilkada Gubernur Kaltim di surat kabar Samarinda Pos, akan dimaknai sebagai kemenangan Paslon tertentu oleh masyarakat dengan tingkat pendidikan politik yang rendah. Kebijakan redaksi media massa yang memuat hasil polling, dapat dinilai sebagai langkah untuk meningkatkan oplah atau tiras media dengan menarik perhatian pembaca, media yang bersangkutan ingin menjadi “political trend setter”, namun juga bisa sebagai ekses media massa tersebut sudah tidak netral atau memiliki bargaining politik tertentu dengan Paslon.
Kegiatan polling yang dilakukan berbagai jaringan komunikasi media sosial (Medsos) dalam menyemarakkan pelaksanaan Pilkada cenderung provokatif, subyektif dan tidak netral sehingga berpotensi menimbulkan gesekan di kalangan grassroots pendukung masing-masing Paslon.
Di sisi lain, hasil survei lembaga riset ataupun polling suatu akun jika dilakukan secara kaidah ilmiah dapat memprediksikan hasil Pilkada, jika tidak terdapat perubahan situasi yang signifikan hingga saat pemilihan. Namun demikian survei ataupun polling juga rawan dimanfaatkan untuk mengarahkan suara pemilih pada Paslon tertentu.
Oleh karena itu, lembaga survei harus sejalan dengan proses demokrasi, tidak melakukan kebohongan publik dengan mempublikasikan hasil survei yang tidak sebenarnya terkait pesanan Paslon Pilkada. Dengan demikian masyarakat harus cerdas menyikapi dengan maraknya pengumuman hasil survei dari lembaga riset ataupun dari organisasi lainnya.
Sementara itu, hasil survey elektablitas Paslon yang dipublikasikan oleh lembaga survey dalam proses berlangsungnya tahapan kampanye, seperti di Sulawesi Selatan, perlu mendapatkan pengawasan ketat dari pihak KPU dan Bawaslu, karena hasil publikasi survey tersebut dapat membingungkan masyarakat. Lembaga Survey berkewajiban memberikan informasi yang valid, objektif dan independen kepada permilih, serta berkewajiban untuk meredam konflik elektroral.
Sementara itu, hasil survey elektablitas Paslon yang dipublikasikan lembaga survey yang tidak berizin, seperti di Lampung, perlu mendapatkan pengawasan ketat dari pihak KPU dan Bawaslu, karena hasil publikasi survey tersebut dapat membingungkan masyarakat. Lembaga Survey berkewajiban memberikan informasi yang valid, objektif dan independen kepada permilih, serta berkewajiban untuk meredam konflik elektroral.
Dalam pelaksanaan Pilkada 2018 tidak lepas dari elektablitas masing-masing Paslon yang erat kaitanya dengan lembaga survei. Beberapa survei menunjukkan elektabilitas Paslon, sehingga memudahkan masyarakat mengetahui kekuatan para jagoannya, Namun demikan, tidak jarang lembaga survei menjadi tidak kredibel manakala lembaga tersebut bersinggungan dengan kepentingan politik calon dan Parpol pendukungnya. Mengingat hasil survei yang dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap figur calon pemimpinnya serta dalam rangka menjaga marwah independensi lembaga survei dan menutup kecurigaan publik terhadap mereka, maka KPU sebaiknya segera mengeluarkan himbauan kepada lembaga survei untuk segera mendaftarkan diri, termasuk menjelaskan metodologi surveinya dan juga penyandang dana survei.
Masih adanya permasalahan validitas survey elektabilitas Paslon, khususnya untuk Pilkada Kota Palembang, Sumatera Selatan, yang menempatkan elektabilitas calon petahana di atas 50 persen dapat mempengaruhi opini pemilih, serta akan menimbulkan kegaduhan politik terutama dari Paslon dan tim pendukungnya yang merasa dirugikan karena itu, publikasi hasil survey tanpa dilakukan melalui metodologi dan data yang valid rentan memprovokasi dinamika politik dan kontestasi Pilkada di suatu daerah, sehinga rawan memicu konflik di tengah masyarakat.
Konten provokatif di Medsos
Masih ditemukannya praktek kampanye hitam dan penyebaran berita hoax di media sosial (Medsos) selain merupakan bentuk kejahatan, hal tersebut merefleksikan peliknya pertarungan politik untuk memenangkan Pilkada. Hoax dan kampanye hitam akan sangat berbahaya di daerah-daerah yang menjadi lumbung suara atau basis massa, karena dapat menimbulkan segregrasi sosial dan premanisme politik. Disamping itu, adanya keberpihakan dan ketidaknetralan media terhadap Paslon peserta Pilkada dapat mencederai kualitas demokrasi dalam proses Pilkada Serentak 2018.
Selain menunjukan tensi persaingan politik, adanya penyebaran konten provokatif melalui Medsos yang bertujuan mendegradasi dukungan publik terhadap Paslon lawan dalam kontestasi Pilkada Kab. Bangka dapat memicu gesekan massa antar pendukung Paslon, mengingat keberadaan Medsos rentan dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk memperkeruh kondusifitas Polkam di daerah.
Penggunaan Medsos untuk penyebaran konten provokatif sebagai black campaign yang kerap ditujukan guna menjatuhkan Paslon lainnya rawan menimbulkan kebencian, permusuhan sehingga memicu konflik antar pendukung Paslon. Hal tersebut akan menimbulkan kerawanan yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, sehingga mengganggu penyelenggaraan Pilkada.
Terkait dengan penyebaran konten-konten provokatif terkait Pilkada serentak 2018 melalui Medsos di masyarakat disebabkan Medsos merupakan sarana yang efisien dijadikan media penyebaran provokasi dengan konten-konten negatif ataupun yang bernuansa SARA, guna mendiskreditkan Paslon lainnya sehingga elektibilitasnya turun. Penggunaan Medsos untuk menyebarkan konten provokatif rawan menimbulkan konflik antar pendukung Paslon, terutama di kalangan grassroots yang dapat memicu kerawanan dan gangguan terhadap penyelenggaraan Pilkada serentak 2018.
Terkait semakin marak dan masifnya penggunaan berbagai media khususnya media sosial untuk menyebarkan kampanye negatif dalam Pilkada, seperti di Kota Pangkal Pinang, Babel dan Kota Kendari, berdasarkan metoda dan pola yang digunakan, kemungkinan tidak terlepas dari upaya sistematis para Timses maupun pendukung Paslon untuk memenangkan Paslon tertentu, sekaligus sebagai test case dalam upaya pemenangan Capres dalam Pilpres 2019.
Dari berbagai alamat akun Facebook yang digunakan, tampaknya “perang propaganda” melalui Medsos kurang efektif untuk mendiskreditkan Paslon tertentu, terutama di kalangan masyarakat perkotaan yang akses informasinya sangat beragam. Indikasi lainnya akun-akun Facebook yang dilakukan hanyalah kepunyaan buzzer yang tidak memiliki followers cukup besar, bahkan materi konten provokatifnya juga kurang strategis untuk menurunkan dukungan dan elektabilitasnya.
Bagaimanapun juga, fenomena ini akan berkembang terus yang jika kurang diimbangi dengan literasi Medsos yang simultan, memang dapat menimbulkan potensi persebaran konten bernada provokatif memunculkan rasa kebencian antar pendukung Paslon, sehingga rentan memicu perpecahan dan konflik antar pendukung Paslon, bahkan dapat mengurangi hasrat masyarakat untuk ikut berpartisispasi dalam Pilkada.
*) Pramitha Prameswari, Pemerhati masalah Indonesia. Tinggal di Mranggen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.