Data Pemilih Tidak Valid, Gugatan Sengketa Hasil Pilkada Akan Marak

Data Pemilih Tidak Valid, Gugatan Sengketa Hasil Pilkada Akan Marak

Dinamika permasalahan Pilkada 2018 di beberapa daerah masih terus ditemukan, terutama yang bersifat administratif seperti permasalahan e-KTP dan daftar pemilih sementara (DPS), kendati lembaga penyelenggara sudah berupaya untuk memperbaiki kinerjanya.  Pembuatan aturan sebagai upaya percepatan proses perekaman e-KTP untuk menyelamatkan potensi hilangnya hak pilih akibat permasalahan tersebut sedang dipersiapkan Mendagri. Sedangkan kesalahan pada data DPS dan data ganda kemungkinan disebabkan kekurang telitian pada saat proses pencocokan dan penelitian (Coklit) sampai dengan pemutakhiran data. Hal ini dapat berdampak pada saat penentuan DPT, yang rentan menimbulkan keraguan terhadap keabsahaan jumlah pemilih dan rawan dijadikan sebagai bahan gugatan bagi Paslon yang kalah dalam Pilkada Serentak 2018.

Masih ditemukannya ketidaksesuaian data pemilih pada Pilkada Jateng di sejumlah daerah memperlihatkan tidak berjalan baiknya komunikasi dan koordinasi antar unsur penyelenggara di daerah tersebut. Kondisi ini dipastikan akan mempengaruhi kualitas demokrasi pada Pilkada Serentak 2018, serta berpotensi menjadi celah permasalahan yang dapat memicu munculnya sengketa pasca pelaksanaannya.

Penetapan jumlah Daftar Pemilih Sementara (DPS) maupun Daftar Pemilih Tetap (DPT) merupakan permasalahan yang sering muncul dalam Pemilu, bahkan penyelesaiannya tidak jarang melalui jalur hukum. Terkait masih adanya persoalan ketidaksempurnaan DPS di sejumlah daerah, tidak menutup kemungkinan KPU daerah belum berpedoman pada Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4) milik Kementerian Dalam Negeri, sehingga sinkorinisasi data pemilih sulit dilakukan. Kondisi tersebut apabila terus berlanjut berpotensi memicu akumulasi ketidakpuasan dari pihak-pihak yang dirugikan untuk mengitimidasi penyelenggara Pemilu. Sementara itu, masih adanya masyarakat yang belum melakukan perekaman E-KTP selain terkendala teknis, juga menunjukan kurangnya sosialisasi program perekaman E-KTP terhadap masyarakat.

Permasalahan Daftar Pemilih Sementara (DPS) masih ditemukan di beberapa daerah, selain karena adanya pemilih ganda, juga terutama masih belum selesainya  perekaman E-KTP, dimana permasalahan ini tidak menutup kemungkinan akan terjadi di daerah lain. Sumber masalahnya adalah ketidakmampuan pemerintah daerah dalam melakukan pembenahan terhadap adminsitrasi kependudukan. Terkait masalah DPS masih saja terjadi dan merupakan penyakit akut pada setiap pelaksanaan pemilu dalam setiap tingkatan, disisi lain masih ada kendala cara kerja para petugas pemutakhiran data saat melakukan pencocokan daftar pemilih, sehingga terkesan hanya menghamburkan biaya.

Selain itu ditenggarai adanya pemilih ganda adalah dibolehkannya dengan KTP lama dan surat keterangan domisili dari kades atau lurah yang tidak berbasis pada data penduduk yang berada dalam data base kependudukan dalam satu kabupaten/kota, tapi karena bertempat tinggal secara riil dalam satu kabupaten/kota. Untuk itu diminta KPU menggunakan data kependudukan dari pemerintah (DP4) sebagai dasar untuk menentukan daftar pemilih pada Pilkada 2018 maupun Pemilu 2019, karena kemungkinan munculnya pemilih ganda ketika penyelenggara Pemilu tidak menjadikan DP4 sebagai dasar pencocokan dan penelitian untuk menentukan daftar pemilih sementara. Disdukcapil maupun KPU perlu meningkatkan kinerjanya dalam menangani permasalahan DPS sebagai bahan penentuan DPT, karena dapat menimbulkan chaos dan penggelembungan suara apabila tidak akurat.

Adanya temuan DPS ganda merupakan sinyalemen negatif bagi penyelenggara Pilkada karena DPS merupakan tahap awal penentuan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang akan digunakan sebagai database pemilih dan menjadi pusat perhatian dari Paslon dalam Pilkada, sekaligus menjadi titik potensial untuk dijadikan bahan melakukan gugatan terhadap penyelenggara Pilkada. Sementara itu, masih adanya warga yang belum melakukan perekaman KTP Elektronik, akan berdampak hilangnya hak pilih warga tersebut pada Pilkada 2018, sehingga mendelegitimasi kepala daerah terpilih dan hasil Pilkada itu sendiri serta berpotensi menimbulkan sengketa Pilkada.

Selain itu, temuan adanya pemilih ganda dalam Pilgub Bali oleh KPU Kota Denpasar dan data pemilih bermasalah dalam Pilgub NTT, Jateng dan Jatim akan berdampak mengurangi jumlah partisipasi pemilih dalam pelaksanaan pemungutan suara serta rawan dimanfaatkan untuk melakukan kecurangan. Permasalahan ini diperkirakan terus berlanjut karena upaya penanganan dan menyelesaikannya belum dilakukan secara maksimal, baik melalui koordinasi, sinergi dan kerjasama jajaran pemangku kepentingan, sehingga akan mempengaruhi hilangnya hak pilih masyarakat, baik di Pilkada Serentak 2018 dan Pilpres 2019.

Permasalahan DPS menjadi signal potensi kurang akuratnya dalam penetapan DPT Pilkada Serentak 2018. Di sisi lain, masih adanya warga yang belum melakukan perekaman KTP Elektronik, berdampak banyaknya warga yang kehilangan hak pilih. Permasalahan DPS maupun perekaman KTP Elektronik jika tidak segera diantisipasi akan rawan kecurangan dan berpotensi dimanfaatkan oleh peserta yang kalah untuk dijadikan bahan materi gugatan terhadap penyelenggara yang secara nasional menjadi isu politik.

Sementara kendala sarana dan prasarana di daerah serta diragukan tingkat akuntabilitas SDM dalam perekrutan penyelenggara dan Komisioner KPU harus dicarikan solusi, terutama terkait kode etik SDM yang dinilai punya kepentingan akan mengutamakan calon yang menguntungkan mereka dalam Pilkada yang berimbas rendahnya tingkat kepercayaan dan partisipasi masyarakat untuk mengikuti Pilkada.

Sementara, masih ditemukannya beberapa kendala yang dihadapi penyelenggara Pilkada, seperti di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, terkait proses sosialisasi Bimtek, lemahnya pengawasan, letak geografis yang blankspot dan rendahnya SDM, serta masalah anggaran maupun operasional penyelenggaraan Pilkada, seperti Pilgub Bali perlu menjadi atensi karena dapat berdampak terhadap rendahnya mutu, kualitas dan profesionalisme pelaksana Pilkada serta terganggunya tahapan pelaksanaan dan sengketa Pilkada.

*) Herdiansyah Rahman, Penulis adalah pemerhati manajemen tata kepemiluan Indonesia.

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent