Banyak Kontrak Politik Elemen Buruh Dengan Kandidat Kepala Daerah Berakhir Mengecewakan

Banyak Kontrak Politik Elemen Buruh Dengan Kandidat Kepala Daerah Berakhir Mengecewakan

Tiga bulan menjelang hari pencoblosan, para kandidat kepala daerah sudah mulai sibuk menyambangi basis buruh/pekerja, menebar janji kampanye, dan sebagian mengikat dukungan dalam bentuk kontrak politik. Dalam beberapa kesempatan, kontrak politik antara buruh dan kandidat berakhir mengecewakan untuk pihak buruh, namun tampaknya metode ini masih akan terus ditemui pada Pemilu mendatang.

Demikian dikemukakan Mugi Mugiyanto dalam diskusi bertema “Berburu Suara Buruh di Tahun Politik” di Jakarta belum lama ini seraya menambahkan, serikat buruh punya strategi baru dalam menghadapi kontestasi politik elektoral mendatang, dan politik transaksional bakal kembali menjadi pilihan yang diambil para pemimpin serikat buruh.

“Partai politik memandang keberadaan gerakan buruh dalam politik elektoral Kebijakan seperti apa saja yang dibutuhkan buruh dari para kandidat kepala daerah, anggota legislatif, dan presiden-wakil presiden mendatang,” ujar aktifis dari SINDIKASI (Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi, red) ini.

Sementara itu, Said Iqbal mengatakan, suara KSPI akan ditentukan pada Rakernas KSPI yang digelar 28 sampai 30 April 2018 dan capres yang ingin didukung harus membuat kontrak politik dengan KSPI.

“Kami meminta untuk ditempatkan Menteri. Kalau enggak ngasih menteri, ya kita enggak dukung, selain meminta jatah menteri, kontrak politik lainnya yang harus dipenuhi capres tersebut adalah penghapusan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, dan menghapus sistem kerja outsourcing,” ujar Presiden KSPI ini.

Menurutnya, sudah ada beberapa nama yang akan dipertimbangkan KSPI, di antaranya adalah Joko Widodo, Prabowo Subianto, dan Rizal Ramli. Kalau Pak Joko Widodo masih pertimbangan.

Nining Elitos dari KASBI mengatakan, organisasi buruh dari zaman orde baru hingga reformasi hanya dijadikan alat politik tanpa memperhatikan kesejahteraanya. Berbeda dengan KSPI, KASBI untuk tetap netral dan tak akan terjun langsung di politik praktis.

Sementara itu, Wildan Nasution, pengamat politik mengatakan, kandidat Capres yang akan dating jangan terpedaya dengan kontrak politik kelompok buruh, karena sejatinya kelompok buruh di Indonesia tidak ada yang solid dan gerakannya sudah pragmatis.

“Pelajaran dari berbagai Pilkada sebelumnya seperti Pilbup Bekasi tahun 2017, ternyata calon bupati yang didukung kelompok buruh malah mengalami kekalahan. Kelompok buruh juga rentan menjadi sasaran penggalangan, dan suara mereka bisa berubah-rubah setiap saat,” tambahnya.

Presiden mendatang, sarannya, dalam memilih menteri hendaklah tetap mengedepankan mereka yang profesional dan menguasai bidangnya serta jangan seperti sekarang ini banyak yang dijadikan menteri karena desakan politik.

*) Bayu K/Tommy CK

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent