Keunikan Demokrasi Papua Dalam Sistem Pemerintahan Indonesia

Keunikan Demokrasi Papua Dalam Sistem Pemerintahan Indonesia

KPU Papua menetapkan dua pasangan calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 yaitu Paslon Lukas Enembe – Klemen Tinal (incumbent) yang diusung 10 (sepuluh) partai yaitu Partai Demokrat, Partai Golongan Karya, Partai Nasional Demokrat, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, Partai Persatuan Pembanguna serta Partai Bulan Bintang, dan Paslon John Wempi Wetipo – Habel Melkias Suwae diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Gerakan Indonesia Raya  dalam Rapat Pleno KPU Papua yang dipimpin Ketua KPU Papua, Adam Arisoy (20/2/2018). Penetapan Paslon Gubernur – Wakil Gubernur Papua mengalami penundaan dari jadwal semestinya pada 12 Februari 2018  melalui Rapat Pleno KPU Papua atas permintaan Majelis Rakyat Papua (MRP) dengan alasan MRP belum memberikan rekomendasi pertimbangan dan persetujuan  para Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur sebagai orang asli Papua. Rekomendasi MRP terhadap Paslon Gubernur – Wakil Gubernur Papua merupakan salah satu keunikan demokrasi Papua, disamping beberapa keunikan lainnya.

MRP Tentukan Keaslian Orang Papua Dalam Penetapan Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua

UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a. menentukan tugas dan wewenang MRP untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). Keaslian orang Papua untuk menjadi  Gubernur dan Wakil Gubernur Papua diatur dalam Pasal 12 huruf a. terkait syarat-syarat Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua bahwa yang dapat dipilih menjadi Gubernur dan  Wakil Gubernur adalah Warga Negara Repuplik Indonesia (WNI) yang merupakan orang asli Papua. Hal itu, dipertegas dalam Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Prov. Papua  No. 6 Tahun 2011 Tentang Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur Pasal 27 dan Pasal 28 terkait tugas dan wewenang MRP untuk memberikan pertimbangan tentang keaslian orang Papua terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur bahwa “Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang telah dinyatakan memenuhi syarat, disampaikan kepada MRP untuk mendapatkan pertimbangan dan persetujuan tentang keaslian orang Papua.” Kewenangan MRP untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur tentang syarat keaslian orang Papua memiliki implikasi tersendiri secara otomatis akan terjadinya penundaan penetapan Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur. Sesuai Perdasus No. 6 Tahun 2011, MRP memiliki waktu 7 (tujuh) hari kerja untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan bakal calon yang diusulkan DPRP (Pasal 29 ayat (1)). Karenanya menjadi konsekuensi logis ketika penetapan Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur tidak serentak dengan penetapan Paslon Gubernur – Wakil Gubernur di provinsi lain. Bahkan ketika Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur di provinsi lain di Indonesia telah melakukan masa kampanye mulai 15 Februari 2018, tetapi KPU Papua baru melaksanakan tahapan Penetapan Paslon Gubernur dan Wakil Gubernur, bahkan pengundian nomor urut baru dilakukan pada 21 Februari 2018.

Sistem Noken Diakui Dalam Pemilihan Umum di Papua

Sistem noken diakui menjadi model penyaluran suara dalam pemungutan suara di Papua, dimana suara pemilih diletakkan dalam kantung-kantung yang sudah berisi nama calon, namun  sudah ada kesepakatan antara kepala suku dan masyarakat tentang kantong mana yang akan diisi oleh pemilih sehingga ada  model bigman yaitu suara diserahkan kepada calon yang telah disepakati, dan model mewakilkan kepada Ketua Adat untuk menyalurkan suara.

Sistem noken telah disahkan melalui putusan MK Nomor 47/81/PHPU.A/VII/2009  sebagai apresiasi budaya masyarakat asli Papua, dimana sistem noken diambil dari nama noken yang merupakan kantong khas masyarakat Papua. Namun demikian, sistem noken boleh dilakukan dalam sistem pemilihan di daerah-daerah yang biasa menggunakan sistem noken. Berdasarkan putusan MK Nomor 6/32/PHPU.DPD/XII/2012 tertanggal 25 Juni 2012, sistem itu tak boleh dilaksanakan di tempat yang selama ini tidak menggunakan sistem noken.

Dalam pemilihan umum tahun 2009, hampir sekitar 16 (enam belas) kabupaten terdapat sistem noken dibeberapa distriknya yaitu Kab. Yakuhimo, Kab. Nduga, Kab. Lanny Jaya, Kab. Tolikara, Kab. Intan Jaya, Kab. Puncak Jaya, Kab. Pegunungan Bintan, Kab. Dogiyai, Kab. Mambremo Tengah, Kab. Paniai, Kab. Puncak, Kab. Deiyai, Kab. Jayawijaya dan Kab. Mimika, sedangkan dalam Pemilu 2014 hampir 14 kabupaten masih terdapat sistem noken yang diajukan gugatan oleh Pasangan Prabowo Subianto – Hatta Rajasa. Dalam Pilkada tahun 2015, terdapat 1 (satu) Kabupaten yang melaksanakan sistem noken yaitu Kabupaten Yokahimo. Selanjutnya,  Pilkada tahun 2017 terdapat 6 kabupaten terdapat sistem noken yaitu Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten, Intan Jaya, kab. Tolikara, Kabupaten Lanny Jaya, Kab. Nduga dan Kab. Dogiay dari 11 kabupaten yang menggelar Pilkada di Provinsi Papua. Dan dalam Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur tahun 2018 diperkirakan terdapat 13 kabupaten yang masih menggunakan sistem noken di beberapa distriknya yaitu: Kabupaten Yakuhimo,  Kabupaten Nduga, Kaupaten Lanny Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Dogiyai, Kab. Mambremo Tengah, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Mimika.

Sistem noken merupakan praktek pemilihan yang telah hidup di Papua sejak dilaksanakan Pemilu 1971, sehingga sistem noken khas Papua dan biasa dijalankan dibeberapa daerah, meskipun tidak semua warga Papua memprakteknya (Hasyim Sangji, Saksi Ahli dalam gugatan sengketa Pilpres 2014 di Mahkamah Konstitusi). Sistem itu juga diakui oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebagaimana dituangkan dalam putusan MK No. 47-81/PHPU-A-VII/2009 karena sistem itu hidup dalam budaya di Papua. Dalam pertimbangannya MK menyatakan: “Menimbang bahwa Mahkamah dapat memahami dan menghargai nilai budaya yang hidup di kalangan masyarakat Papua yang khas dalam menyelenggarakan pemilihan umum dengan cara atau sistem ‘kesepakatan warga’ atau aklamasi. Mahkamah menerima cara pemilihan kolektif  (kesepakatan warga atau aklamasi) yang telah diterima masyarakat Kabupaten Yahukimo tersebut karena jika dipaksakan pemilihan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikhawatirkan akan timbul konflik di antara kelompok-kelompok masyarakat setempat”. Hal ini, dinyatakan bahwa sistem noken bersifat kasuistis, dimana hanya dapat digunakan daerah yang masyarakatnya biasa menggunakan sistem noken dalam pemungutan suara. Artinya, hukum merupakan konklusi dari kebudayaan yang hidup dalam masyarakat.

Pemilihan Umum di Papua Hilangkan Prasangka Papua – Jakarta

Dalam Pilkada Serentak 2018, wilayah Papua digelar 8 (delapan) pesta demokrasi berupa 1 (satu) Pilgub – Wagub Papua dan 7 (tujuh) Pilkada kabupaten yaitu Kab. Pania, Kab. Biak Numfor, Kab. Timika, Kab. Puncak, Kab. Deiyai, Kab. Memberamo Tengah dan Kab. Jayawijaya. Terdapat sekitar 2 (dua) Paslon Gubernur – Wakil Gubernur orang asli Papua dan 31 (tiga puluh satu) Paslon Bupati – Wakil Bupati yang mendaftar, namun hanya 19 (sembilan belas) Paslon Bupati – Wakil Bupati yang lolos di 7 kabupaten. Elit politik orang asli Papua sangat antusias dalam penyelenggaran Pilkada dengan banyaknya untuk menjadi Paslon Gubernur – eaWakil Gubernur dan Paslon Bupati – Wakil Bupati. Partisipasi aktif orang asli Papua menjadi representasi betapa orang Papua memiliki kapasitas untuk memimpin, membangun dan mensejahterakan Papua. Ketertinggalan Papua dengan daerah lain bukan diproyeksikan sebagai kesalahan pihak lain atau Pemerintah Pusat, tetapi Pilkada menjadi sarana kebangkitan orang Papua untuk membangun dan mensejahterakan diri sendiri.

Tradisi Pilkada Papua mencerminkan adanya budaya hukum yang diakomodasi dalam hukum positif, sehingga sistem demokrasi Indonesia mengakomodir kearifan lokal Papua untuk diterapkan dalam sistem Pemilu di Papua. Papua sebagai local government sangat comply atau patuh dengan UU Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dalam penyelenggaraan Pilkada sehingga seluruh tahapan berjalan dengan baik. Kemeriahan proses pendaftaran Paslon dan masa pendukung sangat terlihat dalam pendaftaran bakal calon Kepala daerah, keamanan sangat stabil selama proses pendaftaran bakal calon sampai dengan penetapan paslon, dan intervensi Pemerintah Pusat tidak nampak dalam penyelenggaraan Pilkada.

Pesta demokrasi Pilkada Serentak di Papua mampu menghilangkan barrier atau hambatan adanya prejudice atau prasangka antara Papua dengan Jakarta. Kepercayaan Pemerintah Pusat terhadap Papua dalam penyelenggaraan Pilkada menjadi bukti hilangnya prasangka Pemerintah Pusat terhadap ketidakmandirian Papua. Sementara itu, terselenggaranya seluruh kearifan lokal yang menjadi keunikan dalam kegiatan Pilkada Papua menjadi bukti yang memupus prasangka adanya intervensi Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Pilkada di Papua.

Bahkan lebih jauh, pelaksanaan Pilkada Papua dengan berbagai kearifan lokalnya menjadi bukti bahwa Papua baik-baik saja dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Orang asli Papua sangat enjoy dengan proses Pilkada untuk mencari pemimpin-peminpin Papua yang mampu membangun Papua. Orang asli Papua yang berpartisipasi aktif dalam Pilkada Papua seakan melihat masa depan Papua yang semakin maju dan sejahtera dengan terselenggaranya Otonomi Khusus Papua daripada mengembangkan ide-ide separatis. Komite Nasional Pembebasan Papua Barat (KNPB),  Negara Republik Federal Papua Barat (NRFPB), West Papua National  Authority (WPNA), Republic Melanesia State Port Country, Free West Papua Organization, Free West Papua Campaign, dan United West Papua National Council for Independence dianggap hanya menawarkan mimpi-mimpi kemandirian Papua.

Otonomi khusus yang digulirkan sejak tahun 2001 telah memposisikan orang asli Papua menjadi pemimpin di negeri sendiri. Proses pembangunan dan kesejahteraan terus meningkat, meskipun masih jauh tertinggal dengan daerah-daerah lain. Pemilihan Kepala Daerah sejak tahun 2011 dengan Perdasus No. 6 Tahun 2011 lebih menguatkan hak-hak orang Asli Papua untuk memimpin di daerah sendiri, sehingga Provinsi Papua menjadi local government dengan kekhususnya seperti yang diperoleh Provinsi Aceh, Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi DI Yogyakarta.

 

DAFTAR PASLON PILKADA 2018 DI PAPUA YANG LOLOS VERIFIKASI
Pilgub – Wagub Papua (mendaftar 2 paslon) –          Lukas Enembe dan  Klemen Tinal (Partai)

–          John Wempi Wetipo danHabel Melkias Suwae (Partai)

Kab. Pania, (mendaftar 9 paslon) –      Yehuda Gobai dan  Yan Tebai ( Perseorangan)

–      Yunus Gobai dan Markus Boma (Perseorangan)

–      Naftali Yogi, S. Sos dan Marten Mote (Perseorangan),

–      Meki Nawipa dan Oktofianus Gobai (Partai)

–      Dr. Hengky Kayame, SH, MH dan Yeheskel Tenouye (Partai).

Kab. Biak Numfor (mendaftar 3 paslon) –          Andreas Msen, SE, MM dan Pdt. Yustinus Noriwari,S.Th. (Perseorangan).

–          Nichodemus Ronsumbre  dan Ir. Akmal Bahcri (Demokrat, Nasdem, PAN, PKB, PPP, Gerindra)

–          Herry Ario Naap, S. Si.,M.Pd dan  Nehemia Wospakrik, SE, MM, B.Sc (Golkar, PDIP, Hanura dan PBB)

Kab. Timika (mendaftar 7 paslon) –          Petrus Yanwarin dan Alpius Edoway (Perseorangan).

–          Hans Magal dan Abdul Muis (Perseorangan).

–          Robert Waoropea dan Albert Bolang (Perseorangan).

–          Wilhelmus Pigai dan Athanasius Allo Rafra (Perseorangan).

Kab. Puncak  (mendaftar 2 paslon) –          Williem Wandik-Alus U. K. Murib (Partai)
Kab. Deiyai, (mendaftar 4 paslon) –          Dance Takimai, A.Ks dan Robert Dawapa (Golkar, Gerindra, PKPI).

–          Inarius Douw dan Anaklesius Doo (PBB, PDI P, PKS, Nasdem, PPP, Demokrat).

–          Ateng Edowai, S.Pd.K – Hengki Pigai, S.Pt (Perseorangan).

–          Keni Ikomou dan Abraham Tekege (Perseorangan)

Kab. Memberamo Tengah (mendaftar 2 paslon –          Ham Ricky Pagawak-Yonas Kenelak (demokrat, PKS, PAN, PDIP, PBB, Gerindra dan PKPI
Kab. Jayawijaya (mendaftar 4 paslon) –          John Richard Banua-Marthin Yogobi (Partai)

 

*) Pardiyanto, alumnus Universitas Indonesia, Pemerhati  Masalah sosial dan Perilaku

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent