Rajutan Kebhinekaan Indonesia Berada Dalam Gangguan Serius

Rajutan Kebhinekaan Indonesia Berada Dalam Gangguan Serius

Belakangan ini kebangsaan sedang diuji dimana rajutan kebhinekaan Indonesia berada dalam gangguan serius yang ditandai dengan berbagai kasus kekerasan agama yang marak pada awal tahun 2018 ini di berbagai daerah dalam bentuk serangan fisik terhadap tokoh-tokoh berbagai agama dan persekusi terhadap minoritas keagamaan. Dan banyak dimensi lain dari kekerasan yang terjadi, menunjukkan adanya ancaman serius terhadap kebhinekaan.

Demikian dikemukakan Hendardi dalam konferensi pers bertema “Seruan Moral Kebhinekaan” yang diselenggarakan Setara Institute di Jakarta, seraya menambahkan, ikatan kebangsaan yang dibangun oleh para pendiri negara-bangsa ini sedang dalam pertaruhan. Republik Indonesia sejak kelahirannya dirancang untuk menjadi negara pluralis, negara bhinneka yang inklusif lagi
toleran, negara satu untuk semua, semua untuk satu negara Bhinneka Tunggal Ika.

“Menjaga dan memperjuangkan kebhinekaan agar tetap menjadi warna dan nuansa republik, merupakan kewajiban dan tanggung jawab kita semua sebagai pewaris Indonesia merdeka,” ujar Ketua Setara Institute ini.

Menurut lelaki yang sudah menjadi aktifis sejak era Orde Baru ini, membiarkan intoleransi, diskriminasi, persekusi, dan segala ancaman atas kebebasan beragama/ berkeyakinan sebagai salah satu ruh kebhinekaan nyata-nyata merupakan pengkhianatan atas amanat kebangsaan yang dimandatkan kepada kita sebagai penerus dan pengisi kemerdekaan Indonesia.

“Perkembangan terkini di tengah- tengah Republik mestinya menggugah kita semua untuk mencurahkan perhatian lebih bagi upaya menjaga dan memperjuangkan kebhinekaan sebagai jati diri kebangsaan Indonesia,” ujar Hendardi yang di era Orde Baru sering “dicari-cari” aparat intelijen dan keamanan ini.

Sementara itu, Henny Supolo, Ketua Yayasan Cahaya Guru dan Dewan Pertimbangan Federasi Serikat Guru Indonesia membacakan 6 seruan moral kebhinekaan yaitu : pertama, merawat, menjaga dan memperjuangkan kebhinekaan Indonesia pada dasarnya merupakan kewajiban seluruh elemen bangsa dari berbagai latar belakang primordial berbasis suku/etnis, agama,
ras, golongan dan daerah. Maka kita semua harus mengeluarkan segenap upaya yang efektif untuk mencegah dan menangani setiap ancaman atas kebhinekaan.

Kedua, pemerintahan negara sebagai pengelola berbagai sumber daya politik, hukum dan keamanan, harus mengambil tindakan yang tepat lagi profesional dalam merespon setiap upaya untuk mengancam kebhinekaan dan memecah belah antar elemen bangsa yang bhineka.

Ketiga, Presiden Joko Widodo berulang kali menegaskan bahwa tidak ada tempat intoleransi di Indonesia dan kebebasan beragama merupakan hak setiap warga negara yang dijamin konstitusi. Maka *standing position* Presiden tersebut harus memberikan energi tambahan bagi setiap aparat pemerintahan dibawah kendali Presiden untuk menindak setiap ancaman atas kebhinekaan.

Keempat, kompetisi di setiap perhelatan politik, termasuk Pilkada Serentak di 171 daerah dan juga Pilpres 2019, tidak boleh menggunakan cara-cara Machiavelis melalui politisasi agama, kampanye hitam, dan syiar kebencian berbasis sentimen SARA yang dapat mengancam koneksi sosial, kebhinekaan, dan integrasi nasional.

Kelima, setiap elemen masyarakat, khususnya yang memiliki peran di pendidikan, baik di institusi pendidikan resmi maupun kemasyarakatan atau keluarga, perlu mengambil peran lebih untuk menanamkan bahwa kebhinekaan merupakan ruh kebangsaan kita. Sehingga setiap orang harus memiliki cipta, rasa, dan karsa, untuk berinteraksi secara damai dalam perbedaan dan keberagamaan.

Keenam, para tokoh agama, sebagai simpul utama spiritualitas keagamaan dalam dimensi transendental maupun sosial, memiliki peran sentral dalam merawat, menjaga, dan memperjuangkan kebhinekaan dalam kehidupan kebangsaan Indonesia. Oleh karena itu mereka harus memastikan bahwa pendidikan dan pengajaran keagamaan efektif membentuk kepribadian bangsa dan mencegah
segala upaya yang dapat memecah belah antar elemen bangsa dengan menggunakan sentimen-sentimen agama.

*) HENDARDI

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent