Mewaspadai Gerakan Radikal di Indonesia

Mewaspadai Gerakan Radikal di Indonesia

Berkembangnya Gerakan Radikal

Pasca reformasi yang membuka kran demokrasi, menciptakan suasana uforia kebebasan di kalangan masyarakat, sehingga memicu terjadinya liberalisasi politik. Berdasarkan perkembangannya, hal ini menyebabkan munculnya maupun berkembangnya gerakan-gerakan kelompok baru, yang tidak lain adalah kelompok radikal, baik radikal kanan maupun radikal kiri.

Sejauh ini, diketahui bahwa munculnya ideologi kiri karena danya ketidakpercayaan terhadap sistem demokrasi, yang menekankan aspek ekonominya melalui liberalisasi ekonomi yang justru hanya menguntungkan kelompok kapitalis dan merugikan kelompok proletar. Ideologi ini kembali berkembang di kalangan masyarakat Indonesia pasca reformasi melalui pergerakan kelompok kiri atau eks PKI maupun melalui kelompok buruh, kelompok tani maupun kelompok nelayan. Namun dalam hal ini bukan berrati kelompok buruh berideologi kiri melainkan kelompok kiri atau tokoh kiri melakukan pergerakannya melalui organisasi buruh yang dinilai mampu mengakomodir kepentingan kelompok kiri.

Selain kelompok kiri, juga berkembang kelompok kanan. Dalam hal ini kelompok kanan cenderung lebih cepat berkembang dan diterima oleh masyarakat luas, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah pemeluk agama Islam. Namun semakin lama kecenderungan kelompok kanan berkembang menjadi kelompok fanitik maupun radikal yang justru meresahkan masyarakat.

Dinamika dan Pergerakan Kelompok Radikal

Sampai saat ini perkembangan dari kelompok radikal baik, radikal kanan dan kiri melalui gerakan aksi massa, kegiatan sosial bahkan sampai pada Partai Politik. Hal ini tidak lain ditujukan untuk menggalang dukungan maupun empati masyarakat agar ikut serta mewujudkan ideologi terkait di tanah air Indonesia.

Untuk radikal kanan, sebelumnya kelompok seperti HTI melakukan berabagi kajian dan brainwashing kepada kaum cendikiawan untuk meningkatkan jumlah massa maupun pergerakan organisasi HTI di kalangan mahasiswa. Selain itu tidak sedikit anggota HTI yang ikut tergabung dalam Partai, dengan maksud tujuan untuk mendapatkan dukungan rakyat dan secara bertahap mewujudkan kepentingan organisasi, yang tidak lain adalah Khilafah Islamiyah. Namun saat ini telah dibubarkan tetapi hal ini tidak membuat kelompok eks HTI untuk berdiam diri, justru mereka melakukan gugatan balik kepada kementrian Hukum dan HAM dan melakukan berbagai penyebaran opini yang mengkritisi kebijakan pemerintah termasuk masalah Pilkada 2018, yang bersifat merdeskridetkan peemrintah. Sedangkan kelompok radikal kanan lainnya seperti JAD, MIT maupun beberapa kelompok pendukung, sebagian ikut memberikan dukungan terhadap Paslon tertentu, dengan maksud Paslon terkait mengakomodir kepentingan kelompok tersebut. Disamping itu mereka melakukan kajian, pelatihan I’dad maupun kegiatan sosial seperti bantuan untuk Palestine atau bantuan untuk umat muslim lainnya. Namun tidak sedikit, anggota dari kelompok terkait justru menebarkan keresahan dan ketakutan melalui aksi teror terutama kepada Apkam.

Sedangkan perkembangan dan pergerakan kelompok kiri saat ini cenderung mengarah pada tuntutan kompensasi dan rehabilitasi nama baik korban 65 dan 68  Mengingat sebelumnya terdapatb isu permintamaafan Presiden Jokowi kepada eks Tapol ’65 membuat isu terkait menjadi isu nasional. Namun sebenarnya isu tersebut hanyalah dipolitisir oleh kelompok kiri untuk membentuk opini publik bahwa korban 65 dan 68 pantas mendapatkan kompensasi dan rehabilitasi nama baik. Namun isu tersebut tidak berkembang lama karena kurangnya dukungan dari masyarakat. Tetapi hal ini tidak membuat kelompok kiri ini berhenti, sejauh ini mereka terus melakukan kegiatan sosial dengan pembagian buletin yang bersisi tentang korban 65 dan 68 untuk mendapatkan simpati dari masyarakat. Disisi lain kelompok kiri ini sebelumnya juga sempat berusaha agar PRD (Partai Rakyat Demokratik) dapat menjadi partai politik, dalam rangka memperoleh kursi pada Pileg 2019, sehingga diharapkan tokoh terpilih mampu mengakomodir kepentingan kelompok mereka. Hal ini tidak terjadi karena PRD tidak lolos menjadi Partai Politik karena tidak memenuhi syarat

Melawan Gerakan Radikal

Gerakan Radikal tidak sesuai dengan nilai Pancasila dan UUD 1945, sehingga sudah sepantasnya dari awal kita secara kompak menolak bahkan menghalangi kelompok ini berkembang di tanah air Indoensia. Hal ini tentunya dapat dilakukan jika Pemerintah melalui Kementrian Hukum dan HAM beserta Kementrian Dalam Negeri mengawasi dan mengkaji kembali ideologi pembentukan organisasi Ormas maupaun LSM, jika dinilai tidak sejalan dengan Ideologi Pancasila maka sudah seharusnya dibubarkan. Karena jika terus dilakukan pembiaran justru akan berkembang dan suatu saat akan menimbulkan permasalahan baru bahkan perpecahan persatuan-kesatuan bangsa Indonesia. Mengingat kelompok-kelompok tersebut memiliki kecenderungan memanfaatkan isu tertentu untuk memperoleh dukungan masyarakat, yang justru memicu terjadinya chaos.

Namun hal tersebut tidak dapat berjalan jika masyarakat tidak aktif melaporkan kepada pemerintah terkait Ormas maupun LSM yang dinilai radikal atau memiliki ideologi berbeda dengan ideology Pancasila. Sehingga partisipasi aktif masyarakat juga sangat diperlukan demi mewujudkan stabilitas sosial-politik di tanah air Indonesia ini. Sejauh ini Majelis Permusyawarahan Rakyat (MPR) juga gencar melakukan sosialisasi empat pilar kebangsaan karena banyaknya potensi ancaman seperti konflik SARA dan pemahaman radikalisme. Denagn demikian perlunya optimalisasi program ini untuk meningkatkan kesadaran, kepedulian maupun pengetahuan masyarakat terkait nilai persatuan-kesatuan Bangsa serta ancaman negara, yang cenderung dipolitisir maupun dikondisikan untuk meemcah belah masyarakat. Dalam hal ini diharapkan juga masyarakat mengikuti program terkait, terutama generasi muda agar masyarakat menjadi semkain cerdas dalam memilih maupun selektif mengikuti suatu kegiatan.

*) Almira Fadillah, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Gunadharma Jakarta

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent