Kalkulasi dan Prediksi Pilkada Jawa Tengah 2018

Kalkulasi dan Prediksi Pilkada Jawa Tengah 2018

Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Jawa Tengah akan dilaksanaka serentak dengan 170 daerah lainnya pada 2018. Partai-partai politik di Jawa Tengah telah menyusun koalisi yang terbagi menjadi dua kubu yang akan saling berhadapan. Koalisi pertama adalah Gerindra, PAN, PKS dan PKB yang mengusung Sudirman Said-Ida Fauziyah. Koalisi kedua adalah PDIP, Nasdem, PPP, Demokrat dan Golkar yang mengusung Ganjar Pranowo-Taj Yasin Maimoen Zubair.

Koalisi partai politik di Jawa Tengah tidak membentu polarisasi berdasarkan platform atau ideologi partai, namun terlihat berdasar kesepakatan dan kecocokan kepentingan politik. Koalisi partai pertama didominasi oleh beberaoa partai dengan platform agama (PAN, PKS dan PKB) dan satu partai dengan platform nasionalis (Gerindra). Koalisi partai kedua didominasi beberapa partai dengan platform nasionalis (PDIP, Nasdem, Demokrat dan Golkar) dan satu partai dengan platform agama (PPP).

Hitungan di atas kertas, koalisi partai pengusung Sudirman Said-Ida Fauziyan terdiri dari Gerindra (11 kursi), PAN (8 kursi), PKS (10 kursi), dan PKB (13 kursi) dengan jumlah total 42 kursi. Sementara padangan Ganjar Pranowo-Taj Yasin Maimoen Zubair terdiri dari PDIP (31), Nasdem (-), Demokrat (9 kursi), Golkar (10 kusri), dan PPP (8 kursi) dengan jumlah total 58 kursi. Hituangan komposisi jumlah kursi ini sangat sulit untuk menjadi kecenderungan peta suara dalam Pilkada Jateng 2018 nanti mengingat situasi politik yang cenderung cair dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempunyai tingkat ketidakpastian tinggi.

Manuver Politik

Berbagai manuver dalam konteks penggalangan politik sudah terlihat dilakukan di Jawa Tengah. Salah satu partai politik nampak bermanuver di Jawa Tengah dengan mengkritisi kebijakan kabinet Joko Widodo. Permen Kelautan dan Perikanan No 2/2015 tentang Pelarangan Penggunaan Alat penangkapan Ikan Trawl da Seine Nets menjadi isu pokok untuk menggerakkan massa, dan diduga sekaligus untuk menggalang massa, melawan kebijakan pemerintah Joko Widodo.

Berbagai aksi massa, yang sebagian berasal dari masyarakat Jawa Tengah ini akhirnya diakhiri oleh Joko Widodo dengan memberikan izin kepada nelayan untuk menggunakan alat tangkap cantrang dengan syarat tertentu. Dilihat dari jumlah massa dan frekuensi aksinya, isu ini cukup sukses untuk menggalang massa menjadi oposisi pemerintah yang tentu saja bisa berdampak signifikan terhadap Pilkada Jateng 2018 jika tidak segera diakhiri.

Isu dugaan korupsi KTP elektronik akan menjadi amunisi tajam untuk menyerang petahana. Nama Ganjar Pranowo yang muncul dalam kasus koruspsi tersebut diduga akan terus dihembuskan kepada publik untuk menggerus kepercayaan dan tingkat elektabilitas petahana Gubernur Jawa Tengah dari PDI Perjuangan. Belum selesainya kasus ini di KPK akan melemahkan posisi Ganjar Pranowo sekaligus menaikkan elektabilitas oposisi, Sudirman Said yang dicitrakan bersih kerena memang nampak belum pernah tersangkut perkara korupsi.

Petahana juga akan diserang dengan isu-isu ketidakberpihakan terhadap rakyat kecil alias “wong cilik” yang selama ini menjadi jargon PDI Perjuangan. Isu seperti Pabrik Semen dan program-program selama petahana menjabat yang terkesan biasa-biasa saja akan efektif dimainkan dalam black campaign Pilkada Jateng 2018. Partai PDIP secara khusus diperkirakan juga akan diserang dengan stigma sebagai Partai yang pro komunis dan anti terhadap agama tertentu. Basis masa agama yang kuat di Jawa Tengah bisa terpengaruh jika PDI Perjuangan tidak mengelola potensi isu ini sejak dini.

Polarisasi kelompok masyarakat dimungkinkan terjadi pada Pilkada Jateng 2018. Warna polarisasi yang mungkin terjadi adalah basis massa dengan ideologi agama dan basis massa ideologi nasionalis. Polarisasi ini akan diciptakan untuk menguntungkan kelompok tertentu yang basis massanya dominan.

Prediksi Situasi

Prediksi situasi Pilkada Jateng 2018 adalah adanya beberapa kerawanan yang menjadi celah masuk ancaman yang bisa menganggu kelancaran pilkada. Kerawanan tersebut diperkirakan adalah ketidaknetralan petugas pilkada dan sistem administrasi pilkada yang memungkinkan adanya data yang tidak valid.

Ancaman yang berpotensi muncul melalui celah kerawanan tersebut adalah adanya ketidakpuasan kubu tertentu atas hasil pilkada. Ancaman terjadinya benturan basis massa agama dengan basis massa nasionalis mempunyai peluang yang kecil untuk terjadi, walaupun tetap dimungkinkan jika isu dan momentumnya sesuai.

Potensi konflik dimungkinkan walaupun peluangnya kecil mengingat basis massa di Jawa Tengah yang cenderung tenang dan menghindari konflik. Peluang kecil ini bisa terjadi jika ada provokasi kuat yang terjadi di masyarakat dan kehadiran negara kalah kuat dengan non state actor yang mengeruhkan suasana.

Pencegahan dan Penanganan

Pemerintah daerah, aparat keamanan dan penyelenggara pilkada bersama dengan elemen masyarakat harus mempunyai komitmen untuk menghindari penggunaan isu SARA dalam pilkada. Propaganda dan agitas terhadap pihak tertentu dengan menggunakan media massa dan media sosial harus dicegah sejak dini dan dilakukan penanganan yang tegas, tepat, dan terukur.

Pencegahan terjadinya black campaign dan penggunaan isu SARA dalam pilkada harus diawali dengan komitmen bersama semua pihak disertai dengan sangsi yang tegas atas pelanggaran dari komitmen tersebut. Model pencegahan dengan melakukan patroli siber untuk mereduksi beredarnya konten-konten yang provokatif sangat tepat dilakukan untuk mencegah konflik sosial.

Jika terdeteksi potensi konflik sosial, maka pemerintah daerah beserta aparat keamanan harus dengan cepat melakukan penanganan dan lokalisir masalah tersebut. Pemerintah juga harus melakukan pemulihan situasi agar tidak menjadi arena bagi pihak-pihak tertentu untuk memperkeruh suasana.

Pilkada Jateng 2018, dari sisi rivalitas akan panas, namun dengan karakter masyarakat yang tenang dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan aparat keamanan yang cukup baik maka harapan Pilkada Jateng 2018 aman dan kondusif sangat dimungkinkan. Tentu saja hal ini bisa terjadi jika aparat keamanan dan intelijen bisa melakukan deteksi dini dan cegah dini ancaman provokasi dan polarisasi massa berbasiskan isu SARA. (*)

*) STANISLAUS RIYANTA, pengamat intelijen dan keamanan, mahasiswa Doktoral Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia.

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent