Strategi Bisnis: Mencegah Konflik Industrial

Strategi Bisnis: Mencegah Konflik Industrial

Perbedaan kepentingan dan ketidaksepahaman antar pelaku industrial seperti pengusaha, manajemen, buruh, masyarakat sekitar dan pemeritah, mengakibatkan konflik industrial. Dalam konflik ini pihak industri menjadi salah satu pihak yang berkonflik. Jika suatu organisasi bisnis (perusahaan) mengalami konflik industrial, maka kerugian yang terjadi tidak hanya secara finansial, tetapi juga kerugian lain seperti nama baik, relasi dengan pihak lain, trauma dan lainnya. Pemulihan atas kerugian ini memerlukan waktu dan usaha yang serius.

Konflik industrial saat ini didominasi oleh isu-isu ketenagakerjaan yang dilakukan antara buruh/pekerja dengan pihak pengusaha/manajemen. Konflik industrial antara pengusaha dengan buruh biasanya ditandai dengan adanya unjuk rasa, mogok, bahkan dalam kondisi ekstrim buruh bisa melakukan sabotase agar aktifitas industri terhenti dan ada perhatian dari pihak pengusaha.

Faktor Pendorong

Faktor pendorong terjadi konflik antara penguasa dan buruh paling kuat biasanya mengenai isu upah dan status pekerja. Tuntutan upah yang lebih tinggi selalu disuarakan oleh serikat buruh. Buruh juga menentang sistem alih daya (outsourching) yang dianggap merugikan buruh karena kurang baiknya upah dan ketidakpastian nasib buruh dalam jangka panjang. Bahkan pada beberapa perusahaan terjadi tuntutan-tuntutan yang melebihi norma yang sudah disyaratkan oleh pemerintah, seperti pemberian tunjangan hari raya lebih dari 1x gaji pokok dan tuntutan bonus produksi.

Konflik industrial juga bisa terjadi antara pihak perusahaan dengan pihak luar seperti masyarakat. Tiga hal penting yang sering menjadi penyebab konflik antara industri dengan pihak luar adalah masalah sosial dan lingkungan, tenaga kerja, dan lahan. Permasalahan sosial dan lingkungan terjadi jika ada kecemburuan sosial yang terjadi di masyarakat terhadap pihak perusahaan. Hal lain yang bisa menjadi pemicu konflik adalah permasalahan limbah, terganggunya lingkungan masyarakat, atau adanya objek-objek baru perusahaan yang mengganggu kepentingan pihak lain.

Isu tenaga kerja akan menjadi sumber konflik industrial jika perusahaan dianggap tidak mengakomodir kepentingan masyarakat sekitar untuk memperoleh pekerjaan di lingkungannya. Permasalahan tuntutan standard kompetensi dari perusahaan kepada tenaga kerja sering kali menjadi penyebab dari isu ini. Bekerja sama dengan Balai Latihan Kerja dan Pemerintah untuk melakukan peningkatan kemampuan dan ketrampilan sumber tenaga kerja sebelum proses rekrutmen perusahaan bisa menjadi alternatif untuk mereduksi konflik industrial yang disebabkan oleh isu tenaga kerja.

Di industri seperti pertambangan dan perkebunan, permasalahan lahan sering dihadapi dan menjadi salah satu sumber konflik industrial. Kebutuhan lahan yang cukup besar akan berhadapan dengan kepentingan pihak lain yang juga memerlukan lahan tersebut. Tumpang tindih kepentingan antar industri, seperti pertambangan dan perkebunan yang memperoleh izin di lokasi yang sama, menyebabkan konflik industrial yang cukup serius.

Deteksi Dini dan Cegah Dini

Hal pokok yang harus dilakukan oleh perusahaan agar tidak terjadi konflik industrial adalah dengan memastikan bahwa semua aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan sudah sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku. Aturan yang ditetapkan oleh pemerintah dan norma yang berlaku di lingkungan setempat menjadi sarana bagi perusahaan untuk berhubungan baik dengan pihak lain, termasuk dengan karyawannya.

Konflik industrial juga bisa dicegah jika perusahaan mempunyai instrumen untuk melakukan deteksi dini dan cegah dini terhadap ancaman konflik. Instrumen ini bisa dibangun dengan cara meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mendengar dan melihat lingkungan di dalam dan sekitar perusahaan. Konflik tidak muncul dengan tiba-tiba. Permulaan dari konflik adalah munculnya noise tentang perusahaan. Jika tidak ditanggapi maka noise meningkat menjadi voice misalnya dalam bentuk surat, pelaporan atau dokumen lainnya. Jika voice ini juga tidak ditanggapi maka akan berubah menjadi action yang disebut konflik industrial.

Perusahaan harus mampu melakukan deteksi sejak muncul noise, yang berupa keluhan, komentar, atau obrolan non formal lainnya tentang perusahaan. Berkembangnya noise menjadi voice harus dicegah dengan memberikan tanggapan secara proposional dan solutif. Jika noise tidak terdeteksi oleh perusahaan dan sudah menjadi voice maka sikap cepat tanggap perusahaan harus dilakukan. Pengabaian terhadap voice akan menyebabkan action yang menjadi konflik industrial.

Kemampuan deteksi dini dan cegah dini bisa dilakukan oleh perusahaan jika instrumen perusahaan untuk melakukan hal tersebut memadahi. Instrument tersebut dapat dibangun melalau fungsi-fungsi external relation atau community relation. Selain mempunyai instrumen deteksi dini dan cegah dini, perusahaan harus mempunyai jejaring yang kuat, dalam bentuk kemitraan positif antara perusahaan dengan lingkungan sekitar. Jejaring ini jika terus dibina dengan baik akan menjadi social protection yang kuat untuk melindungi perusahaan dari ancaman konflik industrial. (*)

*) Stanislaus Riyantaanalis intelijen dan keamanan, mahasiswa Doktoral Universitas Indonesia.

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent