Pilkada 2018 di Pulau Jawa, Jabar Paling Berisiko

Pilkada 2018 di Pulau Jawa, Jabar Paling Berisiko

Pilkada 2018 sangat menarik untuk dicermati terutama di Pulau Jawa, pulau di Indonesia dengan jumlah penduduk terpadat. Ada tiga propinsi di Jawa yang akan mengikuti Pilkada serentak di 2018 yaitu Jawa Barat dengan empat pasang bakal calon, Jawa Tengah dengan dua pasang bakal calon, dan Jawa Timur dengan dua pasang bakal calon. Masing-masing Propinsi di Pulau Jawa mempunyai karateristik pendukung, celah kerawanan dan potensi ancaman yang berbeda-beda.

Pilkada di Jawa Barat diikuti oleh paling banyak pasangan bakal calon. Komposisi etnis di Jawa Barat yang  didominasi oleh suku Sunda (73,73%) dengan agama mayoritas Islam (93,40%) dimanfaatkan oleh masing-masing koalisi partai pengusung untuk memasangkan orang asli Jawa Barat dan beragama Islam sebagai daya tarik pilihan bagi masyarakat.

Banyaknya pasangan bakal calon (empat pasang) membuat situasi Pilkada Jabar lebih dinamis. Koalisi pertama yaitu Nasdem, PKB, PPP, dan Hanura mengusung Ridwan Kamil – Uu Ruzhanul Ulum. Koalisi kedua yaitu Demokrat dan Golkar mengusung Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi. Koalisi ketiga yaitu Gerindra, PKS, dan PAN mengusung Sudrajat – Ahmad Syaikhu. PDIP menjadi partai yang bisa mengusung pasangan calon secara mandiri dengan mengusung TB Hasanuddin – Anton Charliyan.

Pilkada di Jawa Barat berpotensi terjadi politik uang yang memanfaatkan situasi ketatnya rivalitas dan  ketimpangan ekonomi yang ada. Kerawanan yang lain di Propinsi Jawa Barat adalah adanya basis massa dengan ideologi garis keras. Isu-isu SARA diperkirakan muncul untuk meraih basis masa dari kelompok garis keras. Propaganda dan agitasi melalui media massa diperkirakan kuat terjadi di Pilkada Jawa Barat.  Bentang geografis yang luas dan wilayah administratif yang cukup banyak akan disikapi dengan kampanye melalui model propaganda dan agitasi melalui sosial media.

Situasi di Jawa Tengah berbeda dengan Jawa Barat. Historikal politik di Jawa Tengah selama ini termasuk dalam kategori kondusif.  Koalisi partai politik dalam Pilkada Jawa Tengah 2018 terbelah menjadi dua kubu. Pertama adalah Gerindra, PAN, PKS, dan PKB yang mengusung Sudirman Said – Ida Fauziyah. Kedua adalah PDIP, Nasdem, PPP, Demokrat dan Golkar yang mengusung Ganjar Pranowo-Taj Yasin Maimoen Zubair.

Kekuatan basis massa di Jawa Tengah yang didominasi kaum Nahdliyin dimanfaatkan oleh koalisi partai pengusung. Masing-masing kubu koalisi mengusung tokoh dari kaum Nahdliyin sebagai bakal calon wakil gubernur. Pengaruh dari Kyai-Kyai Nahdliyin diperkirakan akan mewarnai Pilgub di Jawa Tengah.

Di Jawa Timur koalisi partai politiknya cukup mengejutkan mengingat ada satu koalisi yang terdiri dari partai yang menjadi rival kuat pada pilkada daerah lain dan kontestasi politik sebelumnya. Koalisi pertama adalah PDIP, PKB, PKS, Gerindra yang mengusung Saifullah Yusuf – Outi Guntur Soekarno. Koalisi Kedua adalah Demokrat, Golkar, Nasdem, PAN, PPP, Hanura, PKPI yang mengusung Khofifah Indar Parawansa – Emil Dardak.

Basis massa di Jawa Timur didominasi oleh kelompok wilayah utara dan tapal kuda serta kelompok nasionalis sekuler. Kelompok ideologi garis keras hampir tidak ditemukan secara masif di Jawa Timur. Basis masa Nahdliyin menjadi rebutan dari masing-masing koalisi partai pengusung. Dengan meleburnya PDIP, PKB, PKS, dan Gerindra menjadi satu koalisi, dan koalisi yang lain terdiri dari partai nasionalis Nasdem, Demokrat, Nasdem, Hanura PKPI dan partai basis Islam PAN dan PPP, maka pilkada di Jatim akan lebih cair dan rasionalis.

Dari karakteristik basis masa dan koalisi partai di atas, maka diprediksi Jawa Barat lebih berisiko daripada Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pilkada di Propinsi Jawa Barat mempunyai beberapa ancaman yang harus dideteksi dan dicegah dini, yaitu ancaman politik uang dan penggunaan isu SARA.

Jawa Tengah dan Jawa Timur dinilai mempunyai level risiko lebih rendah dari jabar. Hal ini disebabkan pada Pilkada Jateng dan Jatim tidak terjadi polarisasi massa dengan identitas SARA dan tidak terdeteksi dominasi kelompok garis keras. Koalisi partai politik di Jateng dan Jatim lebih cair sehingga membawa pemilih pada konsep rasionalis, bukan emosionalis.

Tindakan yang disarankan agar Pilkada Propinsi 2018 di Pulau Jawa berjalan aman dan kondusif adalah pertama perlu kewaspadaan lebih tinggi di Jawa Barat mengingat adanya perkiraan terjadi ancaman politik uang dan adanya basis masa dari kelompok ideologi garis keras. Kedua perlu dilakukan deteksi dini dan cegah dini propaganda dan agitasi dengan menggunakan isu SARA terutama di Jawa Barat, mengingat potensi polarisasi identitas SARA yang terjadi.. Ketiga perlu dilakukan pendekatan terhadap tokoh agama harus dilakukan terus menerus mengingat basis massa berdasarkan identitas agama akan menjadi daya tarik yang sangat besar dari koalisi partai pengusung.

Secara umum Pilkada di Pulau Jawa diperkirakan akan berjalan dengan aman dan kondusif. Namun potensi terjadinya politik uang dan penggunaan isu SARA tetap dimungkinkan terjadi. Kesiapsiagaan aparat keamanan dan kemampuan intelijen untuk melakukan deteksi dini dan cegah dini ancaman konflik pilkada menjadi harapan besar masyarakat agar pesta demokrasi di Pulau Jawa berjalan lancar dan damai.*

*) Stanislaus Riyanta, pengamat intelijen, mahasiswa Doktoral Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia.

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent