Pembangunan Infrastruktur dan Peningkatan Daya Saing
Pemerintah Joko Widodo gencar melakukan pembangunan infrastruktur terutama di daerah-daerah yang terlihat tertinggal. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah (RPJM) tahun 2015-2019, kebutuhan dana infrastruktur mencapai Rp. 4.796 triliun. Dana tersebut diperoleh 40% dari APBN dan APBN, 22% dari BUMN, dan 36,5% didanai oleh sektor swasta. Catatan penting pada APBN tahun 2017 adalah pendanaan infrastruktur semakin meningkat yaitu Rp. 380 triliun yang berarti 19% dari total APBN. Sektor yang alokasinya lebih besar dari infrastruktur pada APBN 2017 adalah sektor pendidikan, yang mengambil porsi 20% dari total APBN.
Peningkatan porsi anggaran di bidang infrastrutur terus naik dalam tiga tahun terakhir. Pada tahun 2015 anggaran infrastruktur naik 14,2 persen, pada tahun 2016 naik menjadi 15,2 persen dan pada tahun 2017 anggaran infrastruktur naik menjadi 18,6 persen. Peningkatan anggaran infrastruktur ini secara langsung akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja, mendorong konsumsi karena adanya peningkatan peredaran uang, dan paling penting adanya perbaikan infrastruktur yang memperlancar roda perputaran ekonomi di Indonesia.
Pemerintahan Joko Widodo selama tiga tahun terakhir telah membangun jalan baru mencapai 2.623 kilometer (km). Sebanyak 1.286 km jalan baru dibangun pada 2015, 559 km pada 2016, dan 778 km pada tahun 2017. Sekitar 2.000 km yang dibangun merupakan jalan perbatasan di Kalimantan, Papua, hingga perbatasan Nusa Tenggara Timur (NTT) di Pulau Timor. Tahun 2018 ditargetkan terbangun sekitar 1.071 km, tahun 2019 sekitar 1.120 km jalan baru terbangun. Hal ini berarti pada era pemerintahan Joko Widodo 2014-2019 diharapkan total pembangunan jalan baru mencapai 4.814 km. Selain jalan baru, pemerintahan Joko Widodo juga mengembangkan jalan tol sepanjang 568 km, yaitu 132 km pada 2015, 44 km pada 2016, dan sisanya, 392 km pada tahun 2019. Target hingga akhir tahun 2019 akan mencapai 1.851 km.
Kepedulian terhadap pertanian dan energi juga dibuktikan dengan pembangunan bendungan. Pada usia tiga tahun pemerintahan Joko Widodo telah menyelesaikan pembangunan 9 bendungan dan sebanyak 30 bendungan masih dalam tahap pembangunan sampai akhir tahun 2017 ini. Bendungan yang telah terbangun akan menambah luas layanan irigasi waduk menambah potensi energi yang bersumber dari PLTA.
Pemerintah juga melakukan pembangunan bandara udara untuk mempercepat dan menambah kapasitas tranportasi udara, Sebanyak 15 bandar udara yang telah dibangun pemerintah adalah Bandara Tambelan-Tambelan, Letung-Anambas, Tebelian-Sintang, Muara Teweh-Barito Utara, Samarinda Baru-Samarinda, Maratua-Berau, Miangas-Kepulauan Talaud, Siau-Kepulauan Siau, Kertajati-Majalengka, Buntu Kunik-Tanah Toraja, Morowali-Morowali, Namniwel-Buru, Kabir atau Pantar-Alor, Werur-Tambrauw, dan Koroway Batu-Boven Digoel.
Papua yang Istimewa
Pemerintah Joko Widodo menjadikan Papua istimewa terutama dalam percepatan infrastruktur. Alokasi anggaran pembangunan infrastruktur di Pulau Papua cukup besar. Alokasi anggaran untuk Papua pada tahun 2015 sebesar Rp 5,66 triliun, dengan rincian untuk sumber daya air Rp 576 miliar, jalan dan jembatan Rp Rp 4,26 triliun, permukiman Rp 281 miliar dan perumahan Rp 415 miliar. Tahun 2016 sebesar Rp 5,06 triliun . dengan rincian untuk sumber daya air Rp 308 miliar, jalan dan jembatan Rp 3,74 triliun, permukiman Rp 250 miliar dan perumahan Rp 216 miliar. Tahun 2017 sebesar Rp 4,96 triliun dengan rincian untuk sumber daya air Rp 411 miliar, jalan dan jembatan Rp 3,72 triliun, permukiman Rp 132 miliar dan perumahan Rp 85,7 miliar.
Alokasi untuk Papua Barat, pada tahun 2015 sebesar Rp 3,96 triliun dengan rincian untuk infrastruktur sumber daya air Rp 775 miliar, jalan dan jembatan Rp 2,48 triliun, permukiman Rp 405 miliar dan perumahan Rp 78 miliar. Tahun 2016 alokasi sebesar Rp 2,53 triliun, terbagi untuk infrastruktur sumber daya air Rp 499 miliar, jalan dan jembatan Rp 1,28 triliun, permukiman Rp 255 miliar dan perumahan Rp 183 miliar.Tahun 2017 sebesar Rp 2,64 triliun, terbagi untuk alokasi infrastruktur sumber daya air Rp 343 miliar, jalan dan jembatan Rp 1,51 triliun, permukiman Rp 129 miliar. Sehingga total alokasi pembangunan infrastruktur PUPR untuk Pulau Papua mencapai Rp 7,6 triliun.
Dana yang cukup besar tersebut mampu memacu pembangunan infrastruktur di Papua dan Papua Barat dengan cukup pesat. Salah satunya adalah untuk membangun jalan trans Papua terdiri atas terdapat 12 ruas, yang panjangnya 4.325 kilometer. Keduabelas ruas tersebut yang dirancang dan dibangun pemerintah ini membentang dan menghubungkan berbagai wilayah di Papua, yakni dari Kwatisore-Nabire-Wagete-Enarotali-Ilaga-Mulia-Usilimo-Wamena-Elelil-Jayapura-Wamena-Habema-Kenyam-Mumugu. Kemudian juga melewati wilayah Kenyam-Dekai-Oksibil-Waropko-Tanah Merah-Merauke-Wagete-Timika.
Pada akhir tahun 2016, jalan trans Papua tersebut sudah tembus 3.851,93 kilometer. Hingga 2017 Kementerian PUPR mentargetkan bertambah menjadi 3.963,87 kilometer, sehingga hanya tersisa 366,20 kilometer saja yang akan diselesaikan hingga 2018. Dari target tersebut, capaian hingga tahun 2016, dari 10 segmen jalan di Trans Papua sepanjang 3.259 Km, jalan yang sudah tembus mencapai 2.789 km, sisanya 467 Km belum tembus. Kondisi jalan yang sudah tembus yakni sudah diaspal sepanjang 1.570 Km dan kondisi perkerasan sepanjang 1.218 Km. Sementara untuk Jalan Perbatasan Papua, dari total rencana panjang jalan 1,098 km, jalan yang sudah tembus mencapai 876 km.
Peningkatan Daya Saing
Dampak dari pembangunan infrastruktur terutama di daerah yang selama ini tertinggal membuat ekonomi berjalan lebih merata. Harga BBM, dan sembako bahkan harga bahan bangunan di daerah tertinggal seperti Papua setelah diadakan percepatan pembangunan infrastruktur menjadi sama dengan pulau Jawa. Kebijakan dan intervensi pemerintah terutama untuk melakukan program BBM satu harga membuat biaya transportasi menjadi lebih murah dan memicu normalnya harga-harga lain di seluruh Indonesia. Hal tersebut tentu memperlancar perputaran roda ekonomi di Indonesia.
Dampak pembangunan infrastruktur terhadap kelancaran roda perputaran ekonomi di Indonesia ini dibuktikan pula dengan peningkatan index daya saing Indonesia yang semakin membaik. World Economic Forum (WEF) dalam laporan Global Competitiveness Index 2017-2018 menunjukkan bahwa daya saing Indonesia naik ke posisi 36, naik 5 peringkat dari tahun sebelumnya yang berada pada posisi 41. Komponen yang dianggap menunjang kenaikan peringkat daya saing ini adalah infrastruktur yang semakin baik. Selain itu perbaikan regulasi kemudahan berusaha yang dilakukan oleh pemerintah Presiden Joko Widodo ikut mendongkrak peningkatan index daya saing tersebut.
Masyarakat Indonesia layak bersyukur dengan kebijakan pemerintah yang melakukan percepatan pembangunan infrastruktur terutama di daerah yang selama ini tertinggal. Terbukti dengan pembangunan infrastruktur yang dilakukan dengan serius dan profesional ini, berdampak secara komprehensif pada peningkatan kualitas hidup manusia.
*) Stanislaus Riyanta, mahasiswa Doktoral di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia