Rahasia Pangsar Jenderal Soedirman: 5 Setia dan 5 Diri

Rahasia Pangsar Jenderal Soedirman: 5 Setia dan 5 Diri

Saya kebetulan mendapat kesempatan untuk menghadiri acara bedah buku Soedirman: The Great Genuine General di Gedung Museum Sasmitaloka, Yogyakarta (Rabu, 20/12/2017). Gedung tersebut dulunya adalah tempat kediaman pribadi Panglima Besar (Pangsar) Jenderal Soedirman. Acara tersebut digagas atas kerjasama Yayasan Pangsar Soedirman, Bhumi Atala Dwipa Coorporation,  Ikatan Alumni Keluarga Lemhannas (IKAL) Komisariat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dan Korem 072/Pamungkas.

Agum Gumelar dalam kapasitasnya sebagai Ketua IKAL Pusat tampil sebagai keynote speaker memberikan apresiasi kepada seluruh tim penyelenggara dan khususnya kepada penulis, yaitu Nining Tejaningsih (cucu Pangsar Jenderal Soedirman) dan Bugiakso (alm). Salah satu tokoh yang turut menjadi narasumber adalah putera Pangsar Jenderal Soedirma, yaitu Ir. Muhammad Teguh Bambang Cahyadi Soedirman. Narasumber lainnya ada Prof. Dr. Anhar Gonggong dan Dr. Muhammad A.S Hikam. Acara bedah buku tersebut berlangsung hikmat, mulai dari penyampaian pidato sambutan oleh Ketua IKAL Komisariat DIY, Sugiyanto Harjo Semangun, SE, M.Si sampai dengan suguhan pembacaan puisi yang diiringi nyanyian Satu Nusa Satu Bangsa, mampu mengobarkan rasa nasionalisme bagi peserta yang hadiri. Hal tersebut ditandai dengan hanyutnya seluruh peserta yang memberikan standing official dan menyanyikan lagu Satu Nusa Satu Bangsa secara bersamaan sambil mengepalkan tangan.

Bedah buku untuk mencari nilai-nilai yang dapat diwariskan kepada seluruh generasi bangsa ini, Prof. Dr. Anhar Gonggong menyampaikan bahwa Pangsar Jenderal Soedirman dapat menjadi teladan karena memiliki keteguhan hati yang kuat atas paradigma yang diyakininya, yaitu Lima Setia dan Lima Diri. Falsafah lima setia itu terdiri dari: [1]Setia Akidah, yaitu manusia dalam menjalani kehidupannya hendaknya selalu setia kepada Tuhan YME; [2]Setia Ibadah, yaitu menjalankan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarangnya; [3]Setia Ilmu, yaitu menempatkan anugerah tertinggi manusia berupa akal pikiran hanya dan hanya untuk kebenaran dan kebaikan; [4]Setia Berkorban, yaitu hidup bukanlah untuk mendapatkan sesuatu, melainkan untuk memberikan sesuatu kepada sesama; dan [5]Setia Perjuangan, yaitu sepenuh hidup merupakan laku perjuangan untuk mewujudkan cita-cita mulia.

Lebih lanjut Prof. Dr. Anhar Gonggong memaparkan mengenai falsafah lima diri yang terdiri dari: [1]Mengenal diri dengan seksama; [2]Tahu diri; [3]Percaya diri; [4]Jati diri; dan [5]Ketekunan dan Kesabaran. Konsep hidup tersebut yang membuat seorang Soedirman mampu melakukan perlawanan perang gerilya dengan kondisi fisik yang sedang sakit, hanya satu paru-paru yang berfungsi. Namun eksistensi beliau yang berada di tengah-tengah pasukannya, mampu memberikan semangat menyala untuk terus mengobarkan perlawanan-perlawanan seperti yang telah diceritakan dalam buku Soedirman: The Great Genuine General.

Satu refleksi sikap yang patut dijadikan teladan bagi seluruh Masyarakat Indonesia, khususnya dalam mengisi kemerdekaan yang sudah kita peroleh. Proses transformasi nilai-nilai perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air harus terus diwariskan, jangan sampai proses transfer nilai antar generasi terputus. Antar generasi harus mampu mewariskan nilai-nilai tersebut sebagai tuntunan untuk mengisi kemerdekaan melalui karya dan sikap profesionalisme, baik yang bekerja di lingkungan pemerintah maupun non pemerintahan. Tidak ada satu pekerjaan pun yang dapat dikatakan lebih baik dari pada yang lainnya selama hal tersebut dilakoni secara baik dan profesional dalam tatanan aturan dan norma yang berlaku di Indonesia. Penentu baik atau tidaknya ada pada niat, ketika masyarakat tersebut memahami pentingnya pekerjaan yang sedang mereka laksanakan (the meaning of job) bagi orang banyak (kemaslahatan umat), maka dia sudah melakukan hal yang besar, karena hanya orang-orang besar yang mengerjakan pekerjaan demi kemaslahatan umat, bukan semata untuk kepentingan dirinya sendiri.

Berkaca dari teladan Pangsar Jenderal Soedirman tersebut, sikap keteguhan hati sebagai seorang manusia untuk tetap mengacu pada nilai-nilai dan niat untuk mengerjakan hal-hal yang berguna bagi kemaslahatan umat adalah jalan untuk menjadi orang besar, apapun pekerjaan yang sedang kita jalankan, jika kedua hal tersebut kita miliki, maka alam semesta pun akan bergerak membantu Anda, seperti yang dikatakan oleh Presiden Pertama RI, Ir. Soekarno, “Jika kita memiliki keinginan yang kuat dari dalam hati, maka seluruh alam semesta akan bahu membahu mewujudkannya”.

Oleh karena itu, marilah segenap anak bangsa, kita bergandengan tangan berkarya melalui profesi kita masing-masing untuk membangun negeri ini menjadi lebih baik, untuk tetap mewariskan nilai-nilai luhur para pendiri bangsa kita, untuk mengantarkan generasi-generasi berikutnya dalam satu tatanan peradaban Indonesia yang berbudaya, Indonesia yang bermartabat, dan Indonesia jaya.

*) Edison Guntur Aritonang, Alumnus Pascasarjana Kajian Strategi Ketahanan Nasional UI – Reguler 35

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent