Analisis dan Prediksi Situasi Pilkada Serentak 2018

Analisis dan Prediksi Situasi Pilkada Serentak 2018

Indonesia akan menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah Serentak pada 27 Juni 2018. Daerah yang akan mengikuti pilkada serentak tersebut terdiri 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten, dengan total 171 daerah. Seiring dengan rencana penyelenggaraan tersebut pemerintah melalui Bawaslu telah meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang disusun dari tiga aspek utama yaitu penyelenggaraan, kontestasi, dan partisipasi. Dari tiga aspek tersebut diturunkan menjadi 10 variabel dan 30 indikator sebagai alat ukur kerawanan. Indeks kerawanan yang dikeluarkan terdiri dari indeks rendah antara 0-1,99, indeks sedang 2,00-2,99, dan indeks tinggi 3,00-5.00.

Dari Indeks Kerawanan Pemilu tersebut 3 provinsi yang dianggap paling rawan adalah Papua, Maluku, dan Kalimantan Barat; dan, 6 kabupaten/kota yang dianggap paling rawan adalah Mimika (Papua), Paniai (Papua), Jayawijaya (Papua), Konawe Sultra), dan Timor Tengah Selatan (NTT). Dari nilai indeks ini Provinsi Papua harus mendapatkan perhatian khusus mengingat ada 1 pilkada provinsi dan 3 pilkada kabupaten yang dianggap mempunyai kerawanan tinggi.

Terlepas dari Indeks Kerawanan Pemilu yang disusun oleh Bawaslu, maka perlu dipahami ancaman-ancaman yang mungkin terjadi pada pilkada serentak 2018 tersebut, dan kerawanan yang ada sehingga bisa menjadi pintu masuk terjadinya ancaman. Ancaman tidak akan terjadi jika celah-celah kerawanan bisa diatasi.

Potensi Ancaman

Ancaman akan terjadi jika pelaku mempunyai niat, kemampuan, dan kesempatan. Ancaman akan terjadi melalui celah-celah kerawanan. Niat yang bisa muncul untuk melakukan ancaman terhadap pilkada adalah niat untuk menggagalkan pilkada supaya tidak terjadi, dan niat supaya hasil pilkada sesuai dengan keinginannya. Selain itu ada pula ancaman yang memanfaatkan momentum pilkada misalnya niat untuk membuat kerusuhan, teror, atau kriminalitas di saat masyarakat dan aparat keamanan sedang sibuk mengikuti Pilkada.

Ancaman untuk menggagalkan pilkada harus dideteksi sejak dini. Pelaku yang mungkin mempunyai niat ini adalah orang atau pihak yang tidak setuju dengan sistem demokrasi atau pihak yang akan terganggu dengan pilkada yang sedang berlangsung. Kelompok-kelompok anti demokrasi atau pihak yang tidak bisa atau tidak terwakili untuk bertanding mempunyai kemungkinan untuk melakukan ancaman agar pilkada tidak terjadi.

Potensi ancaman berikutnya adalah yang dilakukan oleh orang atau pihak yang tidak puas terhadap hasil pilkada. Pihak-pihak yang kalah tentu mempunyai potensi besar untuk melakukan ancaman terhadap penyelanggaraan pilkada. Mereka bisa melakukan kekerasan atau kerusuhan atas ketidakpuasan hasil pilkada. Karakter siap menang namun tidak mau kalah yang dimiliki oleh politisi-politisi yang bermental pecundang akan cenderung melakukan aksi “bumi hangus” atas kekalahannya. Hal ini tentu harus diwaspadai terutama dengan mempelajari karakter peserta dan masyrakat pendukungnya.

Kelompok atau oknum yang memanfaatkan situasi pilkada sebagai kesempatan mereka untuk melakukan aksi tertentu juga wajib diwaspadai. Momen pilkada yang penuh dengan kesibukan bisa menjadi celah bagi kelompok atau oknum yang ingin melaksanakan aksi tertentu, misalnya untuk aksi teror, atau tindakan kriminal untuk menguntungkan dirinya sendiri.

Dalam hal ini termasuk wajib diwaspadai adalah kepentingan pihak lain yang menginginkan terjadinya kerusuhan di Indonesia dengan memanfaatkan momen panas pilkada. Kewaspadaan terhadap adannya orang asing atau tidak dikenal yang ingin membuat keruh suasana harus diantisipasi sejak dini dengan melakukan pengawasan sosial oleh masyarakat bersama dengan aparat keamanan.

Celah Kerawanan

Kerawanan adalah hal tertentu yang bisa menjadi celah bagi terjadinya ancaman. Beberapa aspek yang dianggap sebagai pemicu kerawanan oleh Bawaslu adalah politik uang, keberpihakan penyelenggara, kontestasi antarcalon, pemenuhan hak pilih, dan netralitas ASN. Hal lain yang menurut penulis menjadi celah kerawanan adalah perilaku intoleran dan radikal yang cenderung tidak bisa menerima perbedaan.

Administrasi kependudukan yang mungkin masih kurang baik menjadi salah satu celah kerawanan yang masih saja terjadi. Walaupun dengan adanya program KTP elektronik seharunya hal ini tidak perlu terjadi, namun maladministrasi termasuk belum tuntasnya distribusi KTP elektronik bisa menjadi celah kerawanan yang dimanfaatkan masuknya ancaman tertentu.

Aspek pemicu kerawanan yang diuraikan oleh Bawaslu tersebut di atas harus ditangani agar tidak terjadi. Kerawanan harus ditutup sehingga tidak ada lagi celah bagi masuknya ancaman. Tugas utama negara, penyelenggara (KPU), pengawas (Bawaslu), dan aparat keamanan adalah menutup celah kerawanan ini.

Pemicu kerawanan lain yaitu perilaku intoleran dan radikal menjadi celah kerawanan yang paling mudah dimanfaatkan sebagai pintu masuk ancaman. Jika hasil pilkada menetapkan pemenang mempunyai identitas yang berbeda dari kelompok masyarakat yang mempunyai karakter intoleran dan radikal, maka masyarakat tersebut dengan mudah akan tersulut untuk melakukan aksi sebagai bentuk ketidakpuasannya. Bahkan aksi ini juga bisa terjadi dengan memanfaatkan sikap intoleran dan radikal jika dibumbui motivasi bahwa aksi tersebut adalah bentuk kesetiaan terhadap identitas tertentu termasuk agama.

Prediksi Situasi

Seharusnya kali ini pemerintah lebih siap untuk menyelenggarakan pilkada serentak. Sistem administrasi kependudukan yang seharusnya lebih baik bisa meminimalkan celah kerawanan yang ada. Menjadi catatan penting adalah pilkada yang diselenggarakan di daerah tertentu seperti Papua yang mempunyai akses yang relatif lebih sulit dibanding daerah lain. Kendala akses ini memungkinkan Sistem Administrasi Kependudukan tidak berjalan seperti di daerah lain.

Celah kerawanan di Papua menjadi lebih besar dibanding daerah lain karena faktor akses yang terbatas. Selain itu melihat beberapa catatan penyelenggaraan pilkada di beberapa daerah Papua seperti di Intan Jaya, Puncak Jaya, Jayapura, Tolikara, dan Kepulauan Yapen, maka kemungkinan akan terjadi konflik di pilkada serentak 2018 di wilayah Papua sangat tinggi.

Di daerah selain itu, kemungkinan terjadi ancaman terhadap penyelenggaraan Pilkada serantak sangat mungkin, terutama di daerah yang mempunyai Indeks Kerawanan Pemilu tinggi seperti Maluku, Kalimantan Barat, Mimika (Papua), Paniai (Papua), Jayawijaya (Papua), Konawe Sultra), dan Timor Tengah Selatan (NTT). Namun dengan melihat kesiapan aparat Kepolisian dan TNI, serta mencermati soliditas antarlembaga negara yang semakin baik, diperkirakan ancaman-ancaman di daerah tersebut dapat diatasi sejak dini.

Rekomendasi

Untuk mewujudkan penyelenggaraan pilkada serentak 2018 yang aman dan kondusif maka disarankan agar penyelenggara, pengawas, dan aparat keamanan yang bertugas secara umum melakukan deteksi dini atas potensi-potensi ancaman pilkada serentak yang telah diuraikan di atas. Peran intelijen sangat besar dalam melakukan deteksi dini, dan membuat pemetaan pihak-pihak yang mempunyai niat, kemampuan, dan kesempatan untuk melakukan ancaman. Dengan adanya peta ancaman maka pencegahan akan lebih mudah dilakukan.

Selanjutnya adalah menutup semua celah-celah kerawanan agar tidak menjadi jalan bagi terjadinya ancaman. Ketertiban administrasi, pengawasan, penegakan hukum, dan jaminan netralitas ASN harus dilakukan. Masyarakat harus diyakinkan bahwa pemicu kerawanan tersebut sudah diatasi dan tidak ada pada penyelenggaraan pilkada serentak 2018.

Langkah-langkah prevention, preparation, response and recovery perlu disiapkan untuk mencegah, menghadapi, dan memulihkan situasi atas ancaman Pilkada serentak. Kerja sama antarlembaga pemerintah seperti KPU, Bawaslu, Polri, BIN, TNI, Pemprov, dan Pemda perlu dilakukan untuk menyusun langkah-langkah tersebut sehingga ketika terjadi ancaman dapat ditangani dengan lebih cepat.

Jika masyarakat yakin dan percaya kepada pemerintah bahwa pada pilkada serentak 2018 tidak terdapat kerawanan maka hasil dari pilkada tersebut akan diterima sebagai konsekuensi demokrasi. Namun sebaliknya, jika masyarakat masih melihat celah-celah kerawanan dan tidak ada upaya untuk menutupnya maka hasil pilkada akan memicu ketidakpuasan dan ketidakadilan yang berdampak pada terjadinya ancaman atas keamanan dan ketertiban.

*) Stanislaus Riyanta, analis intelijen dan keamanan, alumnus Pascasarjana Kajian Startejik Intelijen UI, sedang menempuh studi Doktoral di Fakultas Ilmu Administrasi UI

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent