Aksi Jalanan Tidak Akan Menyelesaikan Permasalahan Palestina
Pidato Donal Trump di Gedung Putih (6/12/2017) tentang pengakuan Yerusalem menjadi ibu kota Israel memicu berbagai masalah. Pengakuan ini disertai dengan rencana pemindahan kantor kadutaan Amerika Serikat dari Tel Aviv ke Yerusalem. Keputusan Trump ini semakin memperburuk hubungan Israel-Palestina. Berbagai reaksi seperti unjuk rasa terjadi di banyak negara menentang keputusan Amerika ini.
Indonesia adalah salah satu negara yang dalam hal ini antara pemimpin negara dan rakyatnya kompak menentang Amerika Serikat terhadap pengakuan Yerusalem sebagai Ibukota Israel. Presiden Joko Widodo dan Menteri Luar Negeri Indonesia mengecam keras keputusan Trump. Berbagai elemen masyarakat melakukan unjuk rasa langsung di sekitar kantor Kedutaan Amerika Serikat.
Manuver Trump terkait Yerusalem ini memicu sentimen negatif terhadap Amerika. Permasalahan perebutan wilayah yang terjadi antara Israel dengan Palestina yang menjadi perhatian internasional, bisa berkembang menjadi permasalahan lain, termasuk di Indonesia. Isu terkait Palestina di Indonesia tidak dipahami sebagai konflik perebutan wilayah namun oleh pihak tertentu dianggap sebagai konflik agama.
Jika hal ini dibiarkan dan tidak ada penjelasan yang lebih rinci dan mampu dipahami oleh masyarakat luas maka manuver Trump ini bisa berdampak pada stabilitas di Indonesia. Isu Palestina bisa menjadi jalan atau kesempatan bagi kelompok tertentu tampil menyuarakan kepentingannya. Hal ini juga bisa menjadi legitimasi bagi pihak-pihak tertentu untuk melakukan aksi kekerasan dengan dalih untuk membela Palestina dan sebagai bentuk sikap anti Amerika dan Israel.
Momentum untuk melakukan unjuk rasa terhadap sikap Amerika terhadap Palestina bisa memicu kebangkitan sel tidur kelompok radikal. Simpati terhadap Palestina bisa memunculkan kembali niat untuk melakukan aksi kekerasan terhadap simbol-simbol Amerika yang sebelumnya pernah terjadi di Indonesia. Walaupun dalam beberapa aksi teror terakhir, bukan lagi simbol Amerika tetapi justru Polri yang menjadi sasaran.
Pemerintah yang sudah satu suara menentang keputusan Trump sudah tepat dalam bersikap. Namun sikap dan pernyataan pemerintah ini perlu disebarluaskan dan dikomunikasikan kepada masyarakat secara lebih masif. Hal ini untuk mencegah asumsi dari kelompok tertentu yang menganggap pemerintah berdiam diri atau bahkan mendukung Amerika. Jangan sampai terjadi aksi kontraproduktif antar masyarakat Indonesia sebagai dampak dari perbedaan pendapat terkait isu Palestina.
Indonesia diharapkan mampu berperan lebih strategis pada tingkat regional dan global untuk menggalang kekuatan internasional terkait isu Palestina. Kekuatan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim yang sangat besar tentu menjadi pertimbangan bagi negara-negara lain untuk bersikap atas nasib Palestina. Langkah-langkah strategis diplomatif lebih efektif dan bermanfaat bagi penyelesaian konflik di Palestina daripada aksi-aksi jalanan yang justru bisa merugikan bangsa sendiri.
*) Stanislaus Riyanta, pengamat intelijen, mahasiswa Doktoral Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia