Tidak Ada Urgensi Reuni atau Tasyakuran 212

Tidak Ada Urgensi Reuni atau Tasyakuran 212

Sejumlah elemen berencana akan mengadakan reuni atau tasyakuran 212 pada tanggal 2 Desember 2017 bertempat di Monas, Jakarta. Pertanyaannya adalah apa urgensinya mengerahkan massa seperti itu? Apa dampaknya bagi citra Islam di Indonesia? Apakah tidak memboroskan uang negara?
Seperti diketahui hanya gerakan 2 Desember 2016 atau dikenal dengan gerakan 212 yang berhasil mengerahkan massa dari berbagai daerah terkait adanya penghinaan terhadap surat Al Maidah ayat 51 oleh Ahok, sehingga gerakan 212 diikuti manuver lainnya berhasil menumbangkan Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2017 dengan berbagai catatannya, termasuk “menghalalkan” penggunaan politik identitas yang waktu itu mengkhawatirkan Jakarta.

Namun, setelah 212 berhasil dilaksanakan dan pasca “eksilnya” Rizieq Shihab ke luar negeri, aksi-aksi massa tidak pernah berhasil memobilisir jumlah massa secara signifikan, termasuk walaupun ada ajakan melalui Medsos dari berbagai tokoh Islam didalamnya Rizieq Shihab juga menghimbau, tapi gerakan massa pasca 212 selalu minim diikuti massa.

Sebenarnya tidak ada urgensi lagi “mengingat-ingat” gerakan 212, sehingga rencana reuni atau tasyakuran 212 pada 2 Desember 2017 tidak perlu dilakukan.

Umat Islam di Indonesia dalam arus mainstreamnya sudah menyadari bahwa mereka mudah menjadi korban tokoh avonturir dan pragmatis, sehingga mereka tidak akan mudah lagi diajak-diajak unjukrasa yang malah merugikan umat Islam.

Adanya nomor rekening tertentu dan rekening-rekening lainnya yang diikuti dengan kutipan ayat suci atau hadist Nabi Muhammad agar masyarakat mau menyumbang sehingga rencana reuni 212 dapat dilaksanakan, bukanlah contoh perjuangan Islam yang benar, sebab Nabi Muhammad sendiri tidak pernah meminta-minta untuk mengemis dalam membiayai perjuangannya, melainkan Nabi berjuang dengan kekayaannya dan para sahabatnya, tenaga, darah dan tentunya hanya mengandalkan bantuan Alloh SWT, sehingga ada harga diri dan marwah sejati dalam perjuangan Islam sejak dulu.

Jika reuni 212 tetap dilaksanakan dengan andalkan “dana sumbangan” akhirnya malah menimbulkan image negatif bahwa telah terjadi komersialisasi gerakan, apalagi selama ini tidak ada pengumuman siapa saja yang sudah menyumbang, berapa jumlahnya dan digunakan untuk apa saja pasca aksi dilaksanakan.

Jika reuni 212 dilaksanakan setidaknya ada tiga dampaknya yaitu pertama, mencemarkan kredibilitas Islam karena urgensinya sudah tidak ada lagi. Kedua, pamor tokoh-tokoh Islam akan tergerus jika massa yang hadir hanya sedikit, dan mungkin menimbulkan cibiran “suara atau ajakannya saja tidak didengar komunitasnya, kok memprovokasi orang lain”. Ketiga, memboroskan keuangan negara karena “untuk pengamanan” aksi agar kondusif perlu adanya operasi intelijen dan pengerahan aparat keamanan, dimana biaya yang dikeluarkan untuk hal ini cukup besar.

Sekali lagi, tidak perlu rencana reuni atau tasyakuran 212 karena buang-buang waktu dan mubazir.

*) Tommy Chang Kautsar, Direktur Pemberitaan dan Analisa Strategic Assessment

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent