Ruwetnya Membuat E-KTP

Ruwetnya Membuat E-KTP

Kevalidan dan terintegrasikannya data kependudukan sangat dibutuhkan dalam perencanaan pembangunan nasional, dan pencegahan terhadap aksi kejahatan serta terorisme di masa mendatang. Namun niat politik pemerintah untuk membenahi data kependudukan melalui e-KTP terganjal banyak kendala, mulai dari kasus korupsi pengadaan e-KTP yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 Triliun, kekurangan form blangko e-KTP sampai dengan adanya kendala dalam pusat data di Kemendagri.

Harus diakui bahwa belum tuntasnya pengadaan e-KTP telah menyebabkan masyarakat terkena dampaknya seperti kesulitan dalam memenuhi persyaratan lowongan pekerjaan, kendala dalam akses terkait perbankan, kendala dalam pengurusan passport elektronik oleh Keimigrasian dll.

Menurut Zudan Arif Fakrulloh, Dirjen Dukcapil Kemendagri mengatakan, penundaan dalam pendistribusian e-KTP disebabkan karena ada permasalahan dalam pusat data kependudukan Kemendagri. Selama ini verifikasi e-KTP memakan waktu selama 2 bulan, walaupun sebenarnya dapat diselesaikan dalam waktu 14 hari. Kemendagri akan mengakselerasi distribusi e-KTP pada tahun 2018, dan pada November 2017 akan membuka tender untuk pengadaan 11 juta blanko e-KTP.

Banyaknya kendala pengadaan e-KTP selain akan menyebabkan berbagai kesulitan masyarakat seperti untuk kepentingan mencari kerja, akses ke perbankan dll, juga berpotensi dipolitisasi untuk menyudutkan pemerintah apalagi dalam kasus korupsi e-KTP juga belum menyentuh “aktor intelektualnya” sehingga hal ini menjadi munisi politik yang dapat menurunkan citra pemerintah menjelang Pilkada 2018 dan Pilpres 2019.

Tidak hanya itu saja, pengadaan e-KTP yang belum tuntas juga dapat menyebabkan RAPBN 2018 yang telah disetujui 9 dari 10 fraksi di DPR-RI pada 25 Oktober 2017 juga dipertanyakan ketepatannya, terutama terkait manfaat pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan tumbuh sebesar 5,4% bagi penurunan angka kemiskinan, pengurangan kesenjangan ekonomi dan penciptaan lapangan pekerjaan.

Dampak adanya kendala dalam pengadaan e-KTP antara lain :

pertama, terganggunya perencanaan nasional bahkan RAPBN 2018 yang disusun pemerintah dipertanyakan ketepatannya karena lemahnya data kependudukan.

Kedua, menimbulkan pertanyaan terkait kapabilitas pemerintah dalam pengadaan e-KTP.

Ketiga, kemungkinan munculnya class action terhadap kelambatan pemerintah memproduksi/mencetak e-KTP. Keempat, politisasi kasus ini oleh lawan-lawan pemerintah dalam Pilkada 2018 dan Pilpres 2019.

*) Amanda Sylvana, Pemerhati masalah Sosbud. Tinggal di Tabanan, Bali.

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent