Saracen, Ancaman Serius Bagi Eksistensi NKRI
Terkuaknya Saracen sebagai sindikat penyebar narasi kebencian konten hoax yang menggunakan isu SARA menjadi bukti bahwa integrasi bangsa ini mempunyai ancaman serius. Ironisnya ancaman tersebut sumbernya justru dari warga negaranya sendiri. Dampak konten hoax yang menyebarkan kebencian tersebut telah menimbulkan polarisasi warga negara. Saracen patut dihukum berat karena menggunakan isu SARA untuk kepentingan komersial.
Pihak yang membayar dan mengendalikan Saracen wajib diusut tuntas. Pihak inilah yang paling keji karena rela mengeluarkan uang untuk membayar Saracen memecah belah negara ini. Cara-cara seperti, meskipun dengan dalih kepentingan politik, sangat tidak terpuji dan keji, karena mengorbankan keutuhan bangsanya sendiri demi kepetingan pribadi dan kelompoknya.
Sindikat diduga mempunyai ratusan akun di media sosial Facebook. Cara kerja sindikat ini adalah memproduksi konten-kontek hoax dan narasi kebencian lalu disebarkan di media sosial. Saracen juga mengajukan proposal kepada pihak-pihak tertentu sebagai imbalan atas produksi dan penyebaran konten hoax dan narasi kebencian tersebut. Tindakan yang mengancam eksistensi bangsa ini justru dijadikan sumber pendapatan bagi sindikat Saracen.
Tindakan Polisi menangkap dan mengamankan sindikat Saracen patut diapresiasi. Penangkapan ini adalah jawaban atas pertanyaan konten-konten hoax dan narasi kebencian yang selama ini beredar. Ulah sindikat Saracen, jika terbukti sebagai penyelenggara penyebaran narasi kebencian dan konten hoax, tidak bisa ditolerasi dan harus dihukum dengan berat sebagai kejahatan luar biasa.
Mesin Penyebar Narasi Kebencian
Narasi kebencian yang disebarkan kepada warga negara berpengaruh terhadap nilai-nilai pluralisme yang selama ini dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia. Perbedaan yang seharusnya menjadi kekuatan yang mempererat warga negara, dijadikan sumber perselisihan dan permusuhan. Sikap toleransi terhadap perbedaan yang melemah akan menjadi bibit perpecahan bagi bangsa Indonesia.
Sindikat Saracen yang menjadi mesin penyebar narasi kebencian memanfaatkan momen politik untuk menjual jasanya. Kebutuhan politik untuk meraih masa dilakukan dengan menciptakan kebencian terhadap orang atau kelompok tertentu sehingga sehingga muncul pembelaan dan keberpihakan. Hal inilah yang dimanfaatkan sebagai daya tarik bagi para pemodal politik untuk membeli jasa dari Sindikat Saracen.
Penyebaran narasi kebencian menggunakan teknologi informasi dampaknya sangat signifikan untuk mempengaruhi persepsi kelompok tertentu terhadap kelompok lain. Sindikat Saracen diduga juga melakukan adu domba antar umat beragama. Aksi penyebaran narasi kebencian ini walaupun masih diduga pelakunya (Sindikat Saracen) hanya bermotifkan ekonomi, tetap harus didalami motif lainnya. Tindakan yang secara sistematis melakukan aksi memecah belah warga negara merupakan kejahatan luar biasa yang perlu dilakukan penanganan yang serius.
Kontra Narasi
Aksi penyebaran narasi kebencian seperti yang dilakukan oleh sindikat Saracen harus diwaspadai. Hal tersebut bisa dilakukan perorangan maupun kelompok, dengan motif ekonomi untuk memperoleh imbalan maupun motif yang lain seperti fanatisme dan radikalisme. Narasi kebencian tersebut harus dilawan, tidak hanya dicegah.
Perlawanan terhadap penyebaran narasi kebencian bisa dilakukan dengan berbagai cara. Pertama pihak yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pemantauan dan pemblokiran terhadap konten-konten yang mengandung kebencian di dunia maya harus melakukan pencegahan. Jangan sampai konten narasi kebencian tersebut menyebar dan dianggap sebagai kebenaran oleh penerimanya.
Langkah kedua adalah melakukan kontra narasi kebencian dengan memperbanyak narasi-narasi damai. Narasi damai harus disebarkan lebih banyak dari narasi kebencian. Model konten narasi damai harus bisa diterima oleh warga negara secara luas, tidak formal dan melembaga yang hanya akan dianggap sebagai berita formal yang tidak menarik. Pemerintah harus menggandeng kelompok generasi muda yang kreatif untuk mengembangkan dan menyebarkan konten-konten narasi damai mengalahkan narasi kebencian.
Langkah lain yang perlu dilakukan adalah pengungkapan pelaku penyebaran narasi kebencian. Jika pelaku bisa terungkap setelah melalui pembuktian dan proses hukum, maka diharapkan menjadi efek jera dan sangsi sosial bagi pelakunya. Sangsi hukum yang tegas dan berat harus diberikan kepada pelaku penyebar narasi kebencian. Hal ini diharapkan agar menjadi pembelajaran bagi warga negara bahwa tindakan penyebaran narasi kebencian adalah pelanggaran hukum yang dampaknya sistemik menjadi ancaman terhadap eksistensi bangsa.
Pancasila dan Nasionalisme
Menyebarnya narasi kebencian yang berdampak terpecah-belahnya warga negara menjadi keprihatinan yang harus segera ditangani. Akar masalah harus diurai, sehingga terjawab pertanyaan mengapa warga negara bisa menerima narasi kebencian dan konten hoax dan menjadikan pemicu sikap intoleran terhadap kelompok lain. Sikap seperti ini harusnya tidak perlu terjadi jika warga negara mempunyai pondasi dan sikap hidup yang kuat untuk selaras berdampingan dengan warga lain.
Jika warga negara mempunyai pondasi penghayatan Pancasila yang menjunjung tinggi keragaman dan pluralisme harusnya tidak mudah untuk terpecah belah, apalagi hanya berdasarkan narasi kebencian dan konten hoax yang beredar di media sosial. Selain itu jika warga negara mempunyai sikap nasionalisme yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dibandingkan dengan kepentingan kelompok atau pribadi, sikap melihat perbedaan SARA sebagai bahan pertentangan, harusnya tidak perlu dilakukan.
Narasi kebencian dan konten-konten hoax seperti yang diduga diproduksi dan disebarkan oleh Saracen harus dicegah dan dilawan. Perlawanan tidak cukup hanya dilakukan oleh pemerintah dengan melakukan pemblokiran, tetapi juga harus memberikan sangsi hukum untuk efek jera kepada pelaku. Pelibatan warga negara terutama generasi muda untuk melakukan kontra narasi kebencian penting untuk dilakukan. Narasi-narasi damai sebagai kontra narasi kebencian harus dilakukan lebih masif dan membumi agar dapat diserap oleh warga negara. Jangan sampai narasi kebencian lebih dominan dan menjadi suatu kebenaran bagi penerimanya. Jika hal ini terjadi maka integrasi negara sebagai pertaruhannya
*) STANISLAUS RIYANTA, Mahasiswa Doktoral Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia