Ketahanan Nasional Sebagai Modal Dasar Pembangunan Nasional

Ketahanan Nasional Sebagai Modal Dasar Pembangunan Nasional

Pada tahun 2013 Inggris mempublikasikan Preparation and Planning for Emergencies: The National Resilence Capabilities Programme/NRCP(Persiapan dan Perencanaan Keadaan Darurat: Program Kemampuan Ketahanan Nasional).  Program merupakanblueprint yang dipersiapkan untuk merespon keadaan darurat dan acuan dalam menghadapi krisis.Hal tersebut diterapkan dengan membangun kapabilitas untuk menghadapi konsekuensi dari setiap keadaan darurat, baik yang disebabkan oleh kecelakaan, bencana alam, maupun yang muncul dari ancaman manusia.Kapabilitas ini menyangkut sejumlah hubungan dan ketergantungan antar berbagai faktor seperti kesiapan jumlah dan tipe personel, peralatan dan perlengkapan yang diperlukan, pembekalan dan pelatihan yang memadai, perencanaan yang jelas dan terukur, dan hal-hal lain yang relevan.

Tujuan NRCP untuk mengindentifikasi tantangan dan memonitor level terkini dari kapabilitas setiap elemen yang terjangkau dalam kerangka kerja (workstream)yang telah ditetapkan.  Setidaknya terdapat 22 departemen pemerintahan yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kerangka kerja.Sekretariat Kontijensi Sipil (Civil Contingencies Secretariat/CCS)akan bertanggungjawab atas pengelolaan dan pelaksanaan keseluruhan program.  Sedangkan National Resilence Capabilities Programme Board (NRCPB) bersama dengan kementerian terkait dan Perdana Menteri sebagai ketua National Security Council/Dewan Keamanan Nasional akan menilai kapabilitas yang telah dicapai.

Apa yang berlangsung di Inggris merupakan implementasi dari konsep National Resilence atau Ketahanan Nasional.  Badan-badan pemerintahan mengambil peranan nyata dan operasional berdasarkan workstream atau kerangka kerja dengan meningkatkan kapabilitas institusional dalam menyiapkan diri, merespon dan pemulihan atas berbagai situasi darurat yang menimpa negara.Ketahanan Nasional menjadi konsep yang operasional dan difokuskan pada isu tentang kapabilitas negara dalam menghadapi kondisi darurat.Meski terkesan Ketahanan Nasional hanya sekedar menjadi menjadi semacam rapid responsesnegara terhadap darurat sipil yang dapat terjadi kapan saja, setidaknya Ketahanan Nasional suatu konsep yang implementasinya dapat diukur secara nyata dan operasional.

Di Indonesia, konsep Ketahanan Nasional memiliki dimensi yang lebih kompleks karena menyangkut segala aspek dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang berhubungan dengan keuletan, ketangguhan dan kemampuan untuk mengembangkan dan melangsungkan segala potensi kehidupan, menghadapi segala ancaman dan tantangan, serta mencapai tujuan nasionalnya.  Ketahanan Nasional dimaksudkan untuk menunjang keberhasilan tugas pokok pemerintahan seperti penciptaan tertib sosial dan penegakan hukum, mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan, terselenggaranya pertahanan dan keamanan, mewujudkan keadilan hukum dan keadilan sosial, serta menciptakan kesempatan bagi rakyat untuk mengaktualisasikan dirinya.

Ketahanan Nasional merupakanmainstream untuk mensinergikan pola pikir seluruh komponen bangsa, sekaligus workstreamacuan untuk bertindak dan bekerja menangkal segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG), mengembangkan potensi kekuatan bangsa, serta mengkoordinasikan antar sektor terkait sebagai input bagi pemerintah pemerintah dalam merumuskan kebijakan dan strategi pembangunan mencapai tujuan nasionalnya.Potensi kekuatan nasional yang dimaksud meliputi aspek alamiah (geografis, penduduk dan sumberdaya alam), serta aspek sosial (ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan/ipoleksosbudhankam).  Keseluruhan potensi kekuatan nasional tersebut karenanya perlu dikelola dengan mainstream dan workstream yang tepat sehingga dapat mendukung segenap kebijakan pemerintahan.

 

Pengalaman Orde Baru dan Tantangan Masa Kini

Diawal kekuasaannya, Orde Baru menjanjikan pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan sebagai antitesa atas krisis ekonomi masa Orde Lama.Persoalannya, Orde Baru berhadapan dengan realitas politik yang sangat tidak stabil dan sarat konflik akibat fragmentasi politik aliran.Hal tersebut menjadi hambatan utama dalam efektifitas pemerintahan untuk menyusun dan mengimplementasikan kebijakan pembangunan nasional.Hal inilah yang mendasari paradigma pembangunan nasional Orde Baru yang menempatkan pemantapan stabilitas sosial dan politik sebagai prasyarat penting yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pembangunan nasional.Penciptaan stabilitas sosial politik ini kemudian diikuti dengan pendekatan keamanan didukung perangkat represif yang akhirnya menciptakan pemerintahan otoriter dan tidak demokratis.

Pemantapan stabilitas sosial politik sebagai pijakan pembangunan nasional ini dalam momentum yang tepat juga didukung oleh ekspansi negara dalam industri sumber daya alam yang melimpah.  Migas menjadi primadona pada tahun 1970-1980-an ketika terjadioil booming.  Pendapatan sektor migas melampaui target di tengah krisis minyak dunia setelah negara-negara Timur Tengah menekan produksinya.Orde Baru juga membuka diri terhadap arus investasi asing sebagai jalan pintas untuk mengakses modal untuk mengakselerasi pembangunan nasional.Stabilitas sosial politik yang tertata, sumber daya alam melimpah dan peningkatan investasi asing kemudian menjadi modal bagi pemerintahan Orde Baru yang monolitik untuk menyusun dan mengimplementasikan kebijakan pembangunan nasional.

Arus balik kebijakan Orde Baru terjadi ketika kekuasaan yang monolitik ini mulai dihinggapi penyakit kekuasaan.Filsuf klasik Inggris, Lord Acton berujar power tends to corrupt, absolute power absolutely corrupt, kekuasaan cenderung menyimpang, apalagi kekuasaan yang tanpa pengawasan efektif, pasti menyimpang.  Pemantapan stabilitas sosial politik berkembang menjadi represif kebebasan dan sekedar dukungan terhadap hegemoni kekuasaan, industri sumber daya alam sarat korupsi dan penguasaan asing, investasi asing menciptakan ketergantungan dan hutang luar negeri yang menumpuk.Imbasnya, ketika terjadi arus resesi ekonomi global dipenghujung 1997 Indonesia kolaps akibat negara yang tidak efesien, pemerintahan yang korup dan hutang luar negeri yang menumpuk.Hal ini membuktikan betapa Ketahanan Nasional Indonesia sangat rapuh akibat kelengahan kekuasaan yang larut dalam kepentingan domestiknya.

Kini, setelah reformasi semua mengalami keterbukaan, baik politik, ekonomi, sosial dan budaya.Demokrasi yang sangat liberal merasuki seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.  Sistem politik menjadi sangat terfragmentasi dalam parpol yang demikian banyak, sinergi antar lembaga negaraberganti menjadi check and balancesyang kompetitif, koalisi versus oposisi, politik menjadi transaksional dan terkomodifikasi.  Sistem pemerintahan nasional terdesentralisasi dan menghadirkan para penguasa lokal yang bak raja kecil di daerahnya.Oligarki baru bermunculan menguasai ekonomi dan politik.Ideologi negara dihadapkan pada ruang terbuka kontestasi antar ideologi-ideologi global dalam sistem politik yang liberal.

Perubahan dalam negeri terjadi begitu cepat sebagai konsekuensi tren perubahan dunia.  Di balik itu, bersembunyi kepentingan global yang menyelusup atas nama universalisme demokratisasi dan modernisasi dunia.  Tujuan dari kekuatan ini tunggal, yakni menciptakan relasi ketergantungan dan penguasaan berbagai sumber daya strategis negara yang rapuh Ketahanan Nasionalnya.Sebagaimana kita ketahui, banyak sektor strategis di Indonesia seperti perbankan, sumber daya mineral dan pertambangan, migas, telekomunikasi dan sektor penting lainnya dalam penguasaan dan dominasi modal asing.Negara seolah tanpa daya karena dalam kuasa kepentingan asing.Karena itulah, betapa pentingnya kembali memperkuat Ketahanan Nasional dan merumuskan strategi yang tepat untuk agar implementasinya lebih efektif, terarah dan terukur.

Operasionalisasi Ketahanan Nasional

HasilKajian Laboratorium Pengukuran Ketahanan Nasional pada 2016, indeks Ketahanan Nasional mencapai 2,60 atau naik dari 2,55 tahun 2015.  Indeks ini diperoleh dengan menghitung indeks dari delapan gatra (aspek alamiah/geografi, penduduk dan sumber daya alam, serta aspek ipoleksosbudhankam) yang diturunkan menjadi 108 variabel dan 821 indikator.  Indeks komposit dalam rentang 1-5, dimana indeks 1 menunjukan Ketahanan Nasional dalam posisi rawan, indeks 2 kurang tangguh, indeks 3 cukup tangguh, indeks 4 tangguh dan indeks 5 sangat tangguh.  Indeks yang menurun yakni kekayaan alam, ideologi dan sosial budaya, lainnya mengalami peningkatan khususnya pertahanan keamanan yang mencapai indeks 3,08 atau cukup tangguh.

Temuan itu membuktikan Ketahanan Nasional Indonesia dalam posisi yang rentan, kurang tangguh dalam menjaga eksistensi dan pencapaian tujuan nasional.Tatakelola aspek-aspek penting dalam Ketahanan Nasional perlu revitalisasi secara mendasar untuk mendukung pembangunan nasional.Diawali dengan memperkuat tiga aspek penting, yakni pertama, memperkuat ketahanan ideologi Pancasila dari setiap ancaman ideologi radikal seperti fundamentalisme ekstrim, liberalisme-kapitalisme, komunisme dan lainnya.Kedua, kekayaan alam strategis bagi kepentingan nasional harus dikembalikan dalam kendali negara guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.Ketiga, memperkuat internalisasi nilai-nilai luhur bangsa dalam berbagai pranata sosial maupun produk budaya massa.  Masyarakat harus diperkuat kemampuan dialogis antara kelompok sosial, mengenali kembali dan mengembangkan berbagai kearifan sosial yang ada sebagai strategi kebudayaan untuk mengcounter penetrasi budaya asing yang bertentangan dengan norma bangsa dan ideologi negara.Karena itulah, perlu blueprint yang lebih operasional, terarah dan terukur untuk menilai tatakelola agar aspek-aspek kekuatan nasional ini dapat digunakan untuk mewujudkan pembangunan nasional.

Blueprint Ketahanan Nasional harus diletakan dalam kerangka evaluasi terhadap realitas faktual, persepsi ancaman mutakhir dan visi pencapaian tujuan nasional.Blueprint ini merupakan mainstream dan workstream yang operasional dan bersifat mandatori efektif pada level suprastruktur kekuasaan negara.  Tanpa itu, sulit untuk memberikan penilaian sejauhmana negara telah mengambil peranan dalam mengembangkan Ketahanan Nasional sebagai prasyarat dalam pembangunan nasional.Ketahanan Nasional harus direfleksikan dalam seluruh program, kebijakan dan perilaku kekuasaan negara sehingga dapat dinilai capaian dan akuntabilitasnya.  Setiap institusi negara, baik pusat maupun daerah harus jelas tanggungjawab dan mengambil peranan dalam memastikan implementasi dari blueprint Ketahanan Nasional.  Begitupula dengan infrastruktur masyarakat seperti civil society, LSM/NGO, serta kelompok-kelompok masyarakat, harus didorong untuk menjalankan kewajibannya sebagai warga negara untuk turut serta dalam memperkuat Ketahanan Nasional.

Secara sederhana, pengalaman Inggris telah menunjukan bagaimana konsep Ketahanan Nasional diimplementasikan secara terukur dalam level institusional negara, dengan tujuan dan signifikansi yang telah ditetapkan, yakni mengatasi keadaan darurat sebagai ancaman eksistensi negara.Karena itu, menjadi agenda mendesak bagi Indonesia untuk melakukan perubahan secara mendasar terhadap implementasi konsep Ketahanan Nasional.  Tanpa perubahan yang efektif, niscaya tidak hanya aspek kekayaan alam, ideologi, dan sosial budaya yang menurun, aspek lain akan menunggu waktu untuk hancur jika tidak segera diperbaiki.  Peranan institusional pada level suprastruktur politik penting karena ini akan menjadi guidance bagi level infrastruktur politik atau masyarakat dalam mengambil peranan mengoperasionalisasikan konsep Ketahanan Nasional sehingga dapat mendukung dan menjadi modal dasar pembangunan nasional.

*) Wildan Nasution, Peneliti senior di Strategic Assessment, Jakarta.

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent