Berhasilkah Pilkada 2017?

Berhasilkah Pilkada 2017?

Pelaksanaan Pilkada Serentak 2017 pada 15 Februari 2017 dapat dilaksanakan secara aman dan kondusif di 101 Daerah terdiri dari 7 Provinsi, 18 Kota dan 76 Kabupaten, termasuk pelaksanaan Pilgub DKI Jakarta yang harus diselesaikan dalam dua tahapan, walaupun sebelumnya sempat diwarnai sejumlah permasalahan yang paling krusial atau menjadi spot intelijen antara lain keterlambatan realisasi anggaran; belum validnya DPT; kurang profesionalnya penyelenggara Pilkada; sengketa Pilkada; intimidasi, bentrokan antar pendukung, dan penggunaan Senpi serta Handak, walaupun pada akhirnya permasalahan DPT dan ketidakprofesionalan penyelenggara Pilkada menjadi residu yang dominan terjadinya gugatan ke Mahkamah Konstitusi ataupun ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pilkada (DKPP). Dalam hal ini, terdapat 7 daerah yang gugatannya diterima oleh MK dilanjutkan, yaitu dari Sulawesi Barat, Kota Salatiga, Kota Yogyakarta, Kabupaten Tolikara,Papua, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua, Kabupaten Maybrat, Papua Barat, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Gayo Lues, Aceh.

Beberapa kejadian menonjol antara lain pemberangkatan kader/anggota Parpol dari wilayah Jatim dan Jateng untuk mengawal Pilgub DKI Jakarta putaran kedua, pelanggaran menjelang Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, penolakan hasil Pilkada, penundaan penetapan pemenang Pilkada, sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan sengketa hasil Pilkada. Walaupun diterpa berbagai permasalahan, pelaksanaan Pilkada serentak 2017 menurut catatan Direktorat Kewaspadaan Nasional Kemendagri, daerah yang mencapai tingkat partisipasi politik 77,5% seperti yang ditargetkan KPU RI sebanyak 42 daerah dengan perincian provinsi (1 yaitu DKI Jakarta), 36 kabupaten dan 5 kota.

Permasalahan menonjol

Adapun sejumlah permasalahan menonjol terkait pelaksanaan tahapan Pilkada Serentak 2017, sebagai berikut: pertama, himbauan Menolak Pemimpin Non Muslim yang dimobilisasi oleh Gubernur Muslim Jakarta (GMJ), Aliansi Pergerakan Islam (API), GNPF-MUI, Front Pembela Islam (FPI), Forum Umat Islam (FUI) dll.

Kedua, keberangkatan Simpatisan Partai Politik dari sejumlah daerah ke DKI Jakarta, terutama yang dilakukan PDIP, Partai Gerindra, GP Ansor dan Banser serta sejumlah Ormas lainnya.

Ketiga, pelanggaran Pilkada DKI Jakarta Putaran Kedua, dalam bentuk penyitaan paket Sembako.

Keempat, penolakan Hasil Pilkada, terjadi di Kota Tasikmalaya yang dimotori oleh Forum Komunikasi Tasikmalaya yang tidak menerima kemenangan pasangan Budi Budiman-M. Yusuf dalam Pilkada Kota Tasikmalaya 2017, walaupun gerakan politik tersebut sekarang ini tendensi sudah menurun.

Kelima, penundaan Penetapan Pemenang Pilkada Serentak 2017, terutama terjadi di daerah-daerah yang gugatan sengketa PHPnya diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK) yaitu Sulawesi Barat, Kota Salatiga, Kota Yogyakarta, Kabupaten Tolikara,Papua, Kabupaten Maybrat, Papua Barat, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Gayo Lues, Aceh.

Keenam, sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Puncak Jaya, Flores Timur, Maluku Tengah, Maluku Tenggara Barat, Kota Kendari, Seram Bagian Barat, Kepulauan Sangihe, Tebo, dan Kampar.

Ketujuh, gugatan PHP beberapa daerah ditolak Mahkamah Konstitusi (MK) yaitu Bengkulu Tengah; Jepara; Tebo; Aceh Timur; Aceh Singkil; Buton Selatan; Kota Sorong; Halmahera Tengah; Mappi; Kota Batu; Maluku Tenggara Barat; Buol; Kota Langsa; Nagan Raya; Aceh Utara; Kota Kendari; Kota Payakumbuh; hasil Pilgub Aceh; Sarolangun; Banggai Kepulauan; Kota Tasikmalaya; dan Buton Tengah, sedangkan keputusan MK terkait PHP Tolikara, Lanny Jaya, Jayapura, Kepulauan Serui dan Puncak Jaya memutuskan untuk dilaksanakan pemungutan suara ulang di beberapa distrik.

Yang perlu diperbaiki

Sementara itu, sejumlah perbaikan baik aspek teknis penyelenggaraan, kinerja penyelenggara, maupun regulasi guna mensukseskan Pilkada serentak 2018 antara lain : pertama, perlu peningkatan sosialisasi regulasi dan teknis penyelenggaraan Pilkada baik kepada masyarakat maupun kontestan  dan pendukungnya.  Hal ini penting karena secara faktual di lapangan masih timbul masalah akibat ketidaktahuan tentang aturan Pilkada, semisal teknis penggunaan hak pilih bagi mereka yang tidak tercantum dalam DPT, waktu pencoblosan yang telah terlewati, maupun aturan kampanye.Salah satu masalah nyata yang menjadi isu hangat adalah terkait dengan penggunaan hak pilih apakah masih dapat dilakukan atau tidak ketika waktu pemungutan suara telah selesai pada pukul 13.00.Perlu aturan dan pemahaman yang seragam bagi penyelenggara Pemilu, terutama KPPS mengenai jaminan penggunaan hak pilih bagi pemilih terdaftar.

Kedua, perlu komunikasi dan koordinasi yang lebih baik antara stakeholders penyelenggara Pilkada, terutama antara Kemendagri, KPU, Bawaslu, DKPP dan Mahkamah Konstitusi dalam manajemen pelaksanaan Pilkada. Karena itu, keberadaan desk atau tim terkait Pilkada di instansi-instansi tersebut perlu untuk menyamakan persepsi dan membangun sistem koordinasi yang efektif agar dapat mengantisipasi setiap dinamika yang muncul dalam Pilkada serentak secara cepat.

Ketiga, perlu dipersiapkan daya dukung anggaran yang logis dan memadai sesuai dengan beban kerja dan tanggungjawab pelaksanaan Pilkada, terutama untuk kepentingan sosialisasi dan bimbingan teknis Pilkada bagi stakeholder terkait.Urgensi dari hal ini adalah untuk memastikan bahwa sosialisasi berjalan efektif serta menjangkau para pihak yang berkepentingan dengan Pilkada.Pemahaman aturan dan segala aspek terkait Pilkada secara memadai diharapkan dapat mencegah terjadinya pelanggaran Pilkada.

Keempat, perlu perbaikan dalam manajemen pengadaan dan distribusi surat suara dan formulir pendukungnya.  Hal ini guna mengantisipasi sejumlah permasalahan di lapangan terkait dengan kurangnya surat suara maupun formulir pendukungnya yang kerap memicu sengketa akibat tudingan kesengajaan maupun netralitas dari penyelenggara Pilkada yang berimplikasi pada akses pemilih untuk menggunakan hak pilihnya.

Kelima, perlu ada toleransi terkait batas waktu akhir pencoblosan tidak berakhir semua prosesnya pada pukul 13.00 WIB, melainkan dapat diperpanjang sampai pukul 17.00 WIB (untuk calon pemilih yang sudah mendaftarkan diri untuk memilih paling akhir pukul 13.00 WIB). Usulan ini penting agar pemerintah tidak dinilai mempunyai niatan memberangus hak politik warganya, sekaligus untuk menghargai partisipasi politik masyarakat yang semakin membaik.

Keenam, perlu adanya pakta integritas dan peningkatan komitemen dari para penyelenggara Pilkada untuk memastikan prinsip imparsialitas dan netralitas dalam melaksanakan tugasnya.Hal ini terkait dengan masih banyaknya aduan ke DKPP yang objek permasalahannya terletak pada penyelenggara Pilkada itu sendiri.

*) Amril Jambak, Penulis adalah wartawan senior di Pekanbaru, Riau.

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent