Pembubaran HTI Adalah Penyelamatan Ideologi Negara
Pemerintah akhirnya mengambil sikap terkait Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Menkopolhukam, Wiranto melalui konferensi pers pada 08 Mei 2017 mengumumkan rencana pembubaran Ormas HTI yang selama ini diketahui gencar menyuarakan penegakan Khilafah di Indonesia. Pemerintah menganggap HTI sebagai organisasi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Keputusan yang diambil Pemerintah bukan berarti Pemerintah anti terhadap Ormas Islam. Namun semata-mata dalam rangka merawat dan menjaga keutuhan NKRI.
Dalam konferensi pers di Kantor Menkopolhukam tersebut, Wiranto menegaskan 5 point alasan pembubaran HTI yakni, 1) Sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional. 2) Kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas. 3) Aktifitas yang dilakukan nyata-nyata telah menimbulkan benturan di masyarakat, yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI. 4) Mencermati berbagai pertimbangan di atas, serta menyerap aspirasi masyarakat, pemerintah perlu mengambil langkah-langah hukum secara tegas untuk membubarkan HTI. 5) Keputusan ini diambil bukan berarti pemerintah anti terhadap ormas Islam, namun semata-mata dalam rangka merawat dan menjaga keutuhan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Keputusan Pemerintah tersebut jelas mendapat penolakan dari Dewan Pengurus Pusat HTI. Dalam konferensi pers HTI di DPP HTI Jl. Soepomo Ruko Crown Palace pada 08 Mei 2017, Juru Bicara HTI, Ismail Yusanto, menyayangkan sikap pemerintah yang berencana membubarkan organisasinya. Menurutnya, HTI adalah organisasi yang legal yang berbadan hukum sah dan sudah melaksanakan aktivitas dakwah di negeri ini 25 tahun dengan tertib serta tidak pernah berbenturan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Bahkan DPP HTI meminta pihak yang menyebutkan HTI anti-Pancasila agar membuktikan pernyataannya. DPP HTI berkeyakinan sesuai AD ART bahwa HTI tidak berlawanan dengan UU ormas.
Melihat dari sepak terjangnya, Hizbut Tahrir yang dalam definisi bahasa berarti Partai Pembebasan,merupakan salah satu Ormas yang secara terbuka aktif melakukan propaganda penegakan Khilafah di Indonesia. Beragam kegiatan dakwah HTI seperti kegiatan kajian agama (halaqoh), sosialisasi, maupun Tabligh Akbar, mengilustrasikan kegagalan sistem demokrasi Pancasila, dan memberikan solusi tunggal penegakan sistem Khilafah Islamiyah di Indonesia. Bahkan dikutip dari website resmi Hizbut Tahrir Indonesia http://hizbut-tahrir.or.id/2008/12/05/prinsip-penting-dakwah-hizbut-tahrir-2/, berjudul “Prinsip Penting Dakwah Hizbut Tahrir”, HizbutTahrir menetapkan metode dan cara mengemban dakwah yang secara global yakni, tahap pembinaan dan pengkaderan (marhalah at-tatsqif) dan tahap berinteraksi dengan umat (marhalah tafa’ul ma’a al-ummah). Namun sebenarnya ada 1 tahapan lagi yang menjadi tujuan utama Hizbut Tahrir dalam pengembangan dakwah yakni tahap pengambilalihan kekuasaan (marhalah istilaam al-hukm).
Agresitifitas Hizbut Tahrir memainkan propaganda politik Islam untuk mencapai tujuan penegakan Daurah Islamiyah ternyata pun telah dilarang di beberapa negara. Bahkan di secara umum Hizbut Tahrir dilarang di Negara-Negara Asia Tengah, yang notabene negara mayoritas berpenduduk Muslim atau meletakkan Islam sebagai dasar konstitusi.
Sedikitnya ada 16 negara di dunia yang melarang kegiatan HTI diantaranya,Yordania yang merupakan negara asal embrio Hizbut Tahrir melarang pada 22 Maret 1953 dengan alasan dianggap mengancam kedaulatan Negara dan hingga kini masih dianggap sebagai organisasi terlarang. Mesir melarang pada 1974, setelah dianggap terlibat upaya kudeta dari sekelompok anggota militer dan penculikan mantan atase Mesir. Suriah melarang pada tahun 1998, dengan alasan dilarang lewat jalur ekstra-yudisial. Pakistan melarang sekitar tahun 1999 karena dianggap mengancam kedaulatan Negara, Uzbekistan melarang sekitar tahun 1998 karena Hizbut Tahrir diduga menjadi dalang pengemboman di Tashkent, ibukota Uzbekistan. Libya melarang di era Moammar Khadafi, karena dianggap sebagai organisasi yang menimbulkan kegelisahan. Arab Saudi melarang di era Raja Abdul Azis, karena dianggap sebagai ancaman dan terus melontarkan kritik sistem pemerintahan Arab Saudi. Selain itu Negara Eropa seperti Jerman melarang kegiatan Hizbut Tahrir pada Januari 2003, karena dianggap melakukan propaganda anti-Semitisme dan anti-Israel. Rusia melarang pada tahun 1999, bahkan tahun 2003 dinyatakan sebagai organisasi teroris. Kirgiztan melarang pada tahun 2004 karena dianggap sebagai kelompok ekstrem. Tajikistan dan Kazakhstan melarang Hizbut Tahrir pada tahun 2005 karena dianggap terlibat aktivitas terorisme. China melarang sekitar tahun 2006 dan menjulukinya sebagai “teroris”. Turki melarang pada 19 April 2004, karena dinilai sebagai organisasi teroris, membuat surat terbuka kepada Jenderal Militer Turki untuk bergabung ke Hizbut Tahrir untuk membentuk Khilafah. Bangladesh melarang pada 22 Oktober 2009 karena terlibat aktivitas militan dan mengancam kedamaian. Malaysia melarang pada 17 September 2015 dan bahkan Komite Fatwa Negara Bagian Selangor menyatakan Hizbut sebagai kelompok menyimpang. Dan Indonesia akanmenjadi negara ke-17 yang melarang Hizbut Tahrir, karena jelas bertentangan dengan Pancasila dan Konstitusi, mengancam ketertiban masyarakat dan membahayakan keutuhan negara.
Sikap tegas Pemerintah dalam menghadapi Ormas-Ormas anti Pancasila maupun Ormas-Ormas intoleran merupakan bentuk ketegasan negara terhadap segala indikasi yang dapat mengancam keutuhan konstitusional NKRI. Bukan malah diarahkan Pemerintah sebagai anti-agama, kaki tangan neoliberalisme atau bahkan dituduh komunis. Sikap Pemerintah membubarkan HTI juga didukung oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Melalui Ketua Komisi Dakwah MUI, KH. Cholil Nafis dalam keterangannya mengatakan dukungan terhadap Pemerintah. Menurutnya, pelarangan HTI bukan berarti memusuhi Islam. Tetapi memberantas segala kemungkinan yang dapat merobohkan keutuhan NKRI. Namun tetap sesuai dengan UU No 17 tahun 2013 pasal 70 tentang Organisasi Kemasyarakatan bahwa pembubaran harus melalui pengadilan. Demikian juga Pemerintah harus tegas kepada organisasi lainnya yang berpotensi merobek NKRI.
Namun demikian, ketegasan Pemerintah terhadap Ormas-Ormas anti Pancasila maupun Ormas-Ormas intoleran, malah diarahkan untuk mendeskriditkan Pemerintah yang dikaitkan dengan sikap arogansi Pemerintah bagian dar iupaya rezim neoliberalisme ataupun komunisme untuk menguasai kedaulatan NKRI. Padahal, langkah tegas Pemerintah RI dalam membubarkan dan melawan paham ideologi HTI ataupun ormas berlabel radikal sudah sangat tepat dan perlu didukung oleh semua pihak dengan mencermati perkembangan penyesuaian deterensi dalam konteks kebijakan keamanan nasional. Kewajiban Negara adalah selalu hadir dan tidak lalai dalam menjamin keselamatan warga negara serta kepentingan nasionalnya diatas kepentingan segelintir golongan/kelompok yang memaksakan kehendak paham ideologinya yang melawan konstitusi UUD 1945 danPancasila.
*) Iqbal Fadillah, Pemerhati Sosial dan Politik