Harga Kebutuhan pokok Stabil, Rakyat Pun Senang

Harga Kebutuhan pokok Stabil, Rakyat Pun Senang

Bulan suci Ramadhan 1438 H telah tiba dan seperti telah menjadi sebuah tradisi olehmasyarakat Indonesia yang menjalankan puasa, berbagai persiapan selama bulan Ramadhan hingga menyambut Hari Raya Idul Fitri pun dilakukan. Tak elak, kenaikan harga kebutuhan barang pokok turut mengalami kenaikan seolah-olah seiring menyambut efouria sepanjang bulan Ramadhan hingga lebaran nanti.

Realitas kenaikan harga barang kebutuhan pokok juga berdampak pada masyarakat yang sama sekali tidak bersentuhan dengan bulan Ramadhan. Dan biasanya, kambing hitam atas siklus tahunan ini adalah para pelaku penimbun barang. Padahal sebenarnya, kenaikan harga barang kebutuhan pokok di bulan Ramadhan dapat dijelaskan dengan prinsip hukum ekonomi.

Salah satu hal yang menyebabkan harga barang terus merangkak naik adalah prinsip ”supply dan demand”. Seperti salah satu hukum ekonomi yang mengatakan bahwa apabila permintaan meningkat dan barang tidak ada, maka akan cenderung terjadi kenaikan harga barang.Dalam hukum ekonomi (pasar), dimana persediaan barang sedikit dan permintaan akan barang itu banyak, maka dengan sendirinya harga barang itu akan naik. Naiknya harga ini bisa dipahami agar barang tidak hilang dari pasar.

Berdasarkan riset Nielsen, ketika bulan Ramadhan datang, konsumsi kebutuhan pokok masyarakat terutama konsumen kelas bawah justru mengalami kenaikan signifikan sebesar 30 %, sementara kelas menengah naik 16 %. Sikap konsumen tersebut, tentunya mempengaruhi harga dan seharusnya konsumsi tersebut harus dapat dikendalikan.

Namun yang paling mendasar adalah harga yang terus menerus mengalami kenaikan menjadi masalah yang krusial di tatanan masyarakat, karena kenaikan harga dinilai tidak sesuai dengan pendapatan yang dihasilkan masyarakat. Apabila penghasilan masyarakat sesuai kenaikan harga, mungkin kenaikan harga bukan menjadi masalah bagi masyarakat.

Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), Abdullah Mensuri menduga kenaikan harga di bulan Ramadhan disebabkan oleh tiga faktor. Pertama, masalah pasokan dan permintaan. Kedua, ada unsur kesengajaan atau penimbunan dari beberapa pihak karena pasokan cukup namun barang di pasar kurang. Faktor ketiga, terjadi penimbunan pribadi yang dilakukan masyarakat karena ada kepanikan. Stabilitas harga pangan selama Ramadhan hingga Idul Fitri utamanya ditentukan oleh ketersediaan pasokan dan kelancaran proses distribusi bahan kebutuhan pokok. Namun bila faktor permintaan yang tinggi tersebut tidak diimbangi oleh ketersediaan stok yang mencukupi, maka akan terjadi kelangkaan bahan pokok yang menyebabkan harga naik tinggi tidak terkendali.

IKAPPI menyarankan beberapa hal agar harga bahan kebutuhan pokok dapat terkendalikan oleh Pemerintah. Pertama adalah validitas data Kementerian Pertanian harus memastikan stok bahan pokok ini tersedia dan mencukupi kebutuhan masyarakat selama Ramadhan. Data data tersebut harus diungkap ke publik dan tentu pula harus bisa di pertanggungjawabkan. Kedua,memangkas rantai distribusi dan memastikan bahwa seluruh elemen yang dapat mengganggu proses distribusi pangan bisa ditanggulangi.Bila stok pangan tersedia, hal itu tidak serta-merta menjamin harga pangan bisa terkendali. Pada fase inilah proses distribusi pangan memiliki peran vital. Menurut IKAPPI, memantau kenaikan harga di pasar pasar sama sekali tidak akan efektif apabila ternyata dalam masalah pada sektor hulu yaitu ketersediaan stok pangan dan proses distribusi ini diabaikan.

Peran Pemerintah Menjaga Stabilitas Harga

Kenaikan harga kebutuhan pokok selama Ramadhan hingga lebaran polanya sudah berulang-ulang setiap tahun dan seolah sudah menjadi siklus tahunan. Apa Pemerintah seakan tidak dapat mengantisipasi fenomena ini. Masyarakat sampai saat ini mempertanyakan langkah kongkrit Pemerintah. Pemerintah seharusnya memiliki jurus pamungkas untuk meredam kenaikan harga di bulan Ramadhan hingga lebaran nanti, sehingga melonjaknya harga dapat diseimbangkan dengan kesejahteraan rakyat kecil.

Sudah bukan hal baru lagi setiap menjelang puasa dan lebaran, kebutuhan bahan pokok selalu membumbung tinggi harganya. Hal ini memicu inflasi di dalam masyarakat utamanya yang berpenghasilan rendah. Ada beberapa hal yang membuat kenaikkan harga-harga bahan pokok di pasar, diantaranya, sistem permintaan dan penawaran sangat bebas, tidak ada adab/perilaku yang berpijak pada akhlak mulia yang mengutamakan masyarakat sebagai pihak yang dipenuhi kebutuhannya alias terlalu kapitalis. Selain itu, permainan di tingkat tengkulak, distributor yang melenyapkan suplai barang di pasaran. Dan yang terakhir, peran penting Pemerintah sebagai pihak pengatur dalam mengendalikan ekonomi rakyat, seharusnya berkuasa penuh dalam memberikan jaminan akan kebutuhan dasar rakyatnya.

Pengamat ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB) Hermanto Siregar meyakini ketersediaan bahan pokok pangan yang dilakukan oleh Pemerintah selama Ramadhan dan Idul Fitri aman dan mencukupi, terutama kebutuhan atas permintaan daging, beras gula dan pangan lainnya juga sama. Pemerintah telah berupaya memenuhi kebutuhan pangan menjelang Ramadhan mulai dari pengadaan daging hingga melakukan pengecekan ketersediaan pangan di gudang-gudang. Akan tetapi Hermanto mengingatkan, kendati bahan pokok itu sudah dipastikan cukup menjelang ramadan dan lebaran tak sedikit penjual yang menimbun stok. Hal itu membuat harga jadi melonjak.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita memastikan stok pangan nasional sampai Juli dan September 2017 akan tercukupi. Hal itu diungkapkan saat Enggar mengunjungi Pasar Induk Beras Cipinang di bawah naungan BUMD DKI PT Food Station Tjipinang pada 13 April 2017.Menurut Enggartiarto, kebiasaan masyarakat Indonesia yang selalu menganggap wajar kenaikan harga secara abnormal terhadap bahan dan kebutuhan pokok jelang Ramadan dan Lebaran, harus segera dirubah.

Upaya lainnya dalam mengantisipasi kenaikan harga kebutuhan pokok selama Ramadan hingga Lebaran juga dilakukan dengan koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yang terdapat sentra-sentra penghasil bahan kebutuhan pokok masyarakat. Koordinasi tersebut ditujukan supaya dapat teridentifikasi daerah mana yang ada stok, daerah mana terjadi peningkatan kebutuhan, dan daerah mana yang ada potensi-potensi penyempitan (bottleneck) sebagai upaya pengendalian harga.

Selain itu, guna memenuhi stok kebutuhan pokok masyarakat yang tentunya berbeda-beda, peranan sektor produksi oleh perusahaan swasta maupun Perusahaan Negara harus lebih tanggap terhadap peristiwa kenaikan harga-harga karena terjadi berulang-ulang setiap tahunnya. Namun masih diperlukan juga peranan Pemerintah dalam hal memonitor jumlah konsumsi masyarakat dan jumlah barang kebutuhan masyarakat yang dihasilkan oleh sektor produksi, menerbitkan kebijakan impor apabila masih kurang dalam penyediaan barang kebutuhan masyarakat, dan mengawasi jalur distribusi barang supaya lancar sehingga kenaikan harga-harga barang kebutuhan masyarakat dapat terkendali.

Pentingnya kebutuhan pokok dan tingginya frekuensi gejolak terhadap ketersediaan dan harga bahan pangan, mengharuskan Pemerintah untuk melakukan intervensi pasar melalui perangkat-perangkat kebijakan yang dimiliki, sehingga ketersediaan dan harga terkelola pada tingkat fluktuasi yang wajar.

Oleh sebab itu, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan berikut jajarannya (dinas terkait) wajib mewaspadai aksi penimbunan stok bahan pokok tersebut. Tindakan seperti itu perlu dilakukan agar ketersediaan serta harga sembako tidak melambung sehingga bisa menimbulkan ketenangan masyarakat, khususnya yang akan menjalani puasa.

Masyarakat Jangan Terlalu Konsumtif.

Kita telah mengetahui bahwa unsur-unsur yang menyebabkan kenaikan harga kebutuhan pokok selama Ramadhan hingga Idul Fitri, dikarenakan persediaan barang yang terbatas, namun permintaan akan barang kebutuhan pokok meningkat, maka dengan sendirinya harga barang itu akan naik.

Beberapa upaya terus ditempuh oleh Pemerintah untuk menangani kenaikan harga barang kebutuhan pokok khususnya saat Ramadhan hingga menjelang Idul Fitri, mulai dari menyeimbangkan produksi dengan kebutuhan, operasi pasar yang bertujuan untuk menekan angka inflasi dan melindungi masyarakat dari para spekulan yang menaikkan harga semaunya, hingga pengendalian stok dengan menindak tegas para spekulan yang terbukti memainkan harga di pasaran.

Namun demikian, segala upaya dan kewajiban Pemerintah dalam menjaga stabilitas harga selama Ramadhan hingga Idul Fitri akan tetap sia-sia dan fenomena ini akan tetap menjadi siklus tahunan, apabila tanggungjawab akan semua ini tanpa didukung dari peranan dan prilaku masyarakat.

Pemerintah jelas bertanggungjawab untuk mengatur ketersediaan barang di pasar. Dengan wewnang yang dimilikinya, Pemerintah dapat mendesak para produsen untuk memproduksi barang dalam jumlah yang banyak untuk memenuhi kebutuhan selama Ramadhan hingga Idul Fitri. Namun sekali lagi, hukum ekonomi dasar menegaskan, hal bahwa yang menyebabkan harga barang terus merangkak naik adalah prinsip ”supply dan demand” yakniperilaku konsumtif masyarakat terhadap permintaan suatu barang terus meningkat, maka dengan sendirinya harga barang tersebut akan tetap melambung.

Untuk itu, dalam mengendalikan harga pasar tentu dengan cara mengendalikan persediaan barang yang merupakan kewajiban Pemerintah. Namun juga mengendalikan hawa nafsu konsumen yang mendorong untuk membeli barang dalam jumlah yang sangat banyak. Ramadhan adalah bulan puasa yang mengajarkan kita untuk mengendalikan hawa nafsu. Dan salah satu hawa nafsu itu adalah nafsu untuk membeli barang kebutuhan pokok dalam jumlah yang banyak. Dengan adanya pengendalian dua nunsur tersebut, dapat dipastikan fenomena kenaikan harga barang kebutuhan pokok yang seolah-olah telah menjadi siklus tahunan di tataran masyarakat tidak akan terjadi lagi. Masyarakat pun senang harga stabil, Pemerintah pun bahagia rakyatnya sejahtera.

*) Iqbal Fadillah, Pemerhati Sosial dan Politik

Print Friendly, PDF & Email

Share This:

jurnalintelijen

Subscribe

verba volant scripta manent