Renjana Ahok: (Belum) Habis Pengadilan, Terbitlah Angket?
Ujian yang dihadapi oleh petahana Pilkada DKI, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok, tampaknya belum akan berakhir kendati beliau dan pasangannya, Djarot Syaiful Hidayat (DSH), sudah memenangi putaran pertama pada 15 Februari lalu. Pasangan yang dikenal dengan nama “Badja” itu berhasil maju ke ronde kedua bersama paslon no 3, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno (AB-SU), dengan selisih tipi: 2, 86%. Sementara paslon Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni (AHY-Sylvi) harus puas di peringkat ketiga (17, 05%) dan tersingkir dari ronde berikutnya.
Kalau paslon 3 bisa langsung sumringah dan berkonsolidasi serta fokus dengan ronde kedua, tidak demikian dengan paslon Badja. Ia masih harus melewati halangan ujian “politik” yang tidak ringan di depannya: 1) Meyakinkan para pendukung AHY-Sylvi agar memilih paslon Badja; dan 2) Membatasi implikasi searangan lawannya melalui isu “Hak Angket” DPR terkait penon-aktifannya sebagai Gubernur pasca- cuti dan statusnya sebagai terdakwa dalam sidang kasus penodaan agama. Halangan yang kedua ini, kendati tidak langsung terkait dengan pernik-pernik Pilkada, tetapi jika tidak berhasil dilewati dengan mulus, bisa menjadi bagian dari kampanye negatif yang bisa menyusutkan dukungan bagi Badja di ronde kedua nanti.
Pasalnya, Hak Angket yang kini diajukan oleh parpol-parpol sebagian non-pendukung Badja (Gerindaria, Demokrat, dan PKS) dapat menjadi wahana kampanye “anti Badja” yang cukup efektif. Sebab persoalan penon-aktifan Gubernur Ahok bukan cuma kontroversial dari segi legal formal, tetapi juga menjadi arena pertaruhan bagi Presiden Jokowi dalam rangka memelihara stabilitas Pemerintahannya yang sebenarnya sudah makin membaik. Problem yang dihadapi Pjresiden Jokowi adalah, beliau bukan hanya berhadapan dengan pihak-pihak yang beroposisi baik formal (Gerindaria dan PKS) maupun yang tidak (PD). Sebab, parpol-parpol seperti PPP, PKB, dan PAN, yang secara formal termasuk parpol yang mendukung Presiden Jokowi, tetapi dalam soal Hak Angket ini bisa susah diprediksi sikapnya di Sidang Paripurna sehubungan dengan kepentingan mereka dalam Pilkada DKI.
Ditambah lagi dengan tekanan-tekanan politik dari kelompok Islam Politik yang selama lebih dari 5 bulan terakhir ini melakukan aksi anti Ahok dengan membawa isu penodaan agama. Aksi-aksi massa yang sudah dilakukan beberapa kali, seperti 411, 212 jilid 1, dan 112, telah kita sama-sama ketahui. Sedangkan yang akan dilaksanakan besok, yaitu aksi 212 jilid 2, yang berlangsung di DPR-RI itu, tentu akan menjadi bagian dari manuver politik Hak Angket tersebut. Jika tekanan sebelumnya masih pada tataran politik massa, maka tekanan kedua ini sudah merupakan konvergensi politik massa dan politik elektoral!
Jika dilihat dari hasil ronde pertama Pilkada, sejatinya posisi Badja masih belum begitu ‘comfortable’ walaupun kemenangan itu juga bukan capaian yang sepele. Bahkan sampai tingkat tertentu, hemat penulis, kemenangan tersebut membuktikan bahwa paslon Badja telah mampu menaikkan kepercayaan diri dengan keberhasilannya melakukan rebound dan lalu unggul. Padahal Paslon ini kondisi yang bisa dikatakan ‘underdog’ ketika berhadapan dengan tekanan-tekana politik massa dan kampanye negatif lawan-lawannya, selama tiga bulan (Oktober sampai Desember). Namun karena pada akhirnya yang akan dilihat adalah menang atau kalah dalam kontestasi politik ini, posisi Badja tetaplah tidak bisa disebut “nyaman”.
*) Muhammad A S Hikam, pengajar di Universitas Presiden, Sekolah Tinggi Intelijen Negara, Sesko TNI dan Universitas Pertahanan.